Donald Trump Tolak Kesepakatan Pajak Global OECD

Pemerintah AS menyampaikan Kesepakatan Pajak Global tidak memiliki kekuatan atau pengaruh di AS tanpa adanya tindakan oleh Kongres.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 21 Jan 2025, 18:14 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2025, 18:12 WIB
Donald Trump Tolak Kesepakatan Pajak Global OECD
Presiden ke-47 AS Donald Trump menandatangi perintah eksekutif salah satunya membebaskan penyerang tragedi 6 Januari 2021 di Gedung Capitol. (AP/Evan Vucci)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump resmi mengungkapkan Kesepakatan Pajak Global yang diinisiasi Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tidak berlaku di negara tersebut.

Dalam sebuah memorandum yang dirilis Gedung Putih kepada Menteri Keuangan, Perwakilan Dagang AS, dan Perwakilan Tetap AS untuk OECD, Pemerintah AS menyampaikan Kesepakatan Pajak Global tidak memiliki kekuatan atau pengaruh di AS tanpa adanya tindakan oleh Kongres.

"Menteri Keuangan dan Perwakilan Tetap Amerika Serikat untuk OECD harus memberi tahu OECD bahwa setiap komitmen yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya atas nama Amerika Serikat sehubungan dengan Kesepakatan Pajak Global tidak memiliki kekuatan atau pengaruh di Amerika Serikat tanpa adanya tindakan oleh Kongres yang mengadopsi ketentuan yang relevan dari Kesepakatan Pajak Global,” tulis memorandum tersebut, dikutip dari laman resmi Gedung Putih, Selasa (21/1/2025).

Disebutkan juga, kesepakatan yang dibuat oleh pemerintah sebelumnya dianggap membatasi kebijakan pajak nasional dan memberikan yurisdiksi eksternal atas pendapatan perusahaan lokal AS. 

"Kesepakatan Pajak Global OECD yang didukung oleh pemerintahan sebelumnya tidak hanya mengizinkan yurisdiksi ekstrateritorial atas pendapatan Amerika, tetapi juga membatasi kemampuan Negara kita untuk memberlakukan kebijakan pajak yang melayani kepentingan bisnis dan pekerja Amerika," terang Gedung Putih. 

"Karena Kesepakatan Pajak Global dan praktik pajak asing diskriminatif lainnya, perusahaan Amerika mungkin menghadapi rezim pajak internasional pembalasan jika Amerika Serikat tidak mematuhi tujuan kebijakan pajak asing,” lanjutnya.

Perintah Penyelidikan

Dengan demikian, pemerintah AS mendorong penyelidikan terhadap negara-negara yang kemungkinan melanggar perjanjian pajak dengan negara tersebut, atau memiliki kebijakan pajak yang bersifat diskriminatif terhadap perusahaan AS.

 

Proses 60 Hari

Didampingi JD Vance, Presiden Amerika Serikat Donald Trump Temui Pendukungnya di Capital One Arena
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melemparkan pena ke arah kerumunan setelah menandatangani perintah eksekutif selama parade perdana di dalam Capital One Arena, Washington, DC pada 20 Januari 2025. (Jim WATSON/AFP)... Selengkapnya

Menteri Keuangan dan Perwakilan Dagang diminta untuk memproses tindakan yang bisa melindungi perusahaan AS dari kebijakan pajak yang dianggap tidak adil. 

"Menteri Keuangan, setelah berkonsultasi dengan Perwakilan Dagang Amerika Serikat, harus menyelidiki apakah ada negara asing yang tidak mematuhi perjanjian pajak dengan Amerika Serikat atau memiliki aturan pajak, atau kemungkinan akan menerapkan aturan pajak, yang bersifat ekstrateritorial atau secara tidak proporsional memengaruhi perusahaan Amerika, dan menyusun serta menyampaikan kepada Presiden, melalui Asisten Presiden untuk Kebijakan Ekonomi, daftar opsi untuk tindakan perlindungan atau tindakan lain yang harus diadopsi atau diambil Amerika Serikat sebagai tanggapan atas ketidakpatuhan atau aturan pajak tersebut,” tulis Gedung Putih.

Laporan temuan dan rekomendasi terkait langkah perlindungan tersebut akan disampaikan kepada Presiden AS dalam waktu 60 hari.

"Menteri Keuangan harus menyampaikan temuan dan rekomendasi kepada Presiden, melalui Asisten Presiden untuk Kebijakan Ekonomi, dalam waktu 60 hari,” kata Gedung Putih.

 

Donald Trump Dilantik Jadi Presiden, Ekspor Indonesia ke AS Diyakini Masih Tokcer

Donald Trump berpidato usai pelantikannya sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat. Inaugurasi Trump berlangsung di Rotunda di Gedung Capitol, Washington DC, Senin (20/1/2025).
Donald Trump berpidato usai pelantikannya sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat. Inaugurasi Trump berlangsung di Rotunda di Gedung Capitol, Washington DC, Senin (20/1/2025). (Dok. Chip Somodevilla/Pool Photo via AP)     ... Selengkapnya

Sebelumnya,Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso optimistis ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) akan tetap surplus ketika Donald Trump kembali menjadi Presiden AS ke-47.

Ia menuturkan, pada periode pertama kepemimpinan Donald Trump memberikan peluang tersendiri bagi Indonesia.

“Faktanya di termin pertama justru pada masa (kepemimpinan) Trump, perdagangan kita naik,” ujar Susiwijono dalam acara Peluncuran USABC Sector Overview Report on Navigating Oppurtunies: Nurturing Dynamic Economic Policies in Indonesia,” Jakarta, Selasa (21/1/2025), seperti dikutip dari Antara.

Nilai perdagangan Indonesia-Amerika Serikat pada Oktober 2024 mencapai USD 13,55 miliar. Sedangkan pada Agustus 2024, nilai perdagangan Indonesia-AS tembus USD 34,5 miliar. Ia menilai, tetap menjadi mitra dagang utama Indonesia dengan surplus perdagangan yang signifikan.

“Sehingga saya yakin, di era Trump ini pun kita masih akan bisa lebih tinggi,” kata dia.

Meski pun demikian, ia memberikan catatan untuk tetap hati-hati terhadap kebijakan tarif Amerika Serikat yang berpotensi dikenakan ke China.

Selain itu, ia juga menyoroti potensi tantangan terkait kebijakan tarif dan subsidi kendaraan listrik (EV) yang direncanakan oleh Donald Trump. Kebijakan itu bukan tak mungkin berdampak pada industri EV dan otomotif Indonesia.

"Kita hitung dulu semuanya, kita belum yakin betul arahnya Trump ke mana. Terutama masalah-masalah yang teknis ya, tarif policy dan sebagainya, kita pastikan dulu,” kata dia.

Ia mengatakan, diskusi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk Kementerian Luar Negeri, juga sedang dilakukan untuk memitigasi dampak kebijakan ini.

Susiwijono mengingatkan ketidakpastian kebijakan tarif di era Donald Trump kedua ini dapat memengaruhi arus modal global terutama yield investasi.

 

Indonesia Harus Antisipasi Perubahan Kebijakan AS

Data Pertumbuhan Ekonomi G20 per Kuartal III 2022
Suasana gedung pencakar langit di Jakarta, Selasa (15/11/2022). Berdasarkan data Kementerian Investasi, ekonomi AS per kuartal III adalah 1,8%, sementara ekonomi Korea Selatan adalah 3,1%. (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Akan tetapi, ia menilai, langkah Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam menjaga suku bunga kompetitif mampu mendorong stabilitas investasi.BI telah menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate menjadi 5,75 persen.

"Yang paling penting kita harus antisipasi dengan perubahan pemerintahan baru di AS ini masalah outflow kita. Ini saya kira menjadi penting, dari bank sentral nanti kebijakan suku bunganya, demikian juga dari kebijakan fiskal kita dan yang tidak kalah penting di sektor riil-nya, kita juga dengan teman-teman seluruh industri dan sektor teknis ini nanti harus menjaga betul," ujar dia.

Sementara itu, Wakil Direktur LPEM FEB UI Jahen Fachrul Rezki menuturkan, pemerintah perlu mengadopsi pendekatan yang hati-hati namun strategis guna menghadapi perubahan pemerintahan di AS.

Pemerintah perlu menavigasi kebijakan perdagangan dan investasi AS di bawah kepemimpinan presiden dari Partai Republik itu.

"Dengan report ini (US-ASEAN Business Council Sector Overview Report 2024), diharapkan respons pemerintah yang sangat khusus. Jadi how we can navigate seperti yang akan terjadi dalam periode Trump 2.0, dan how to be confident in Trump presidency ini," kata Jahen.

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya