Masyarakat Diminta Tak Boros Makan Nasi, Pengamat Bilang Begini

Pemerintah diingatkan soal pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk mencegah perilaku boros pangan, terutama beras.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Jul 2024, 16:45 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2024, 16:45 WIB
Imbas Kenaikan BBM, Harga Beras Ikut Merangkak Naik
Warga saat membeli beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada melonjaknya harga beras di Pasar Induk Cipinang hingga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kilogram akibat bertambahnya biaya transportasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat sekaligus Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Akhmadi mengingatkan pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk mencegah perilaku boros pangan, terutama beras.

"Solusinya masyarakat harus diberikan edukasi yang baik agar tidak berperilaku boros pangan," katanya dikutip dari Antara, Selasa (30/7/2024).

Ia mengharapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) bisa memberikan edukasi terkait dampak negatif perilaku boros pangan serta sosialisasi tentang komoditas pangan alternatif kepada masyarakat.

Dengan demikian, menurut dia, kebutuhan pangan utama saat ini dapat tercukupi dari dalam negeri dan stok tidak perlu lagi terpenuhi melalui impor dari luar negeri.

"Harusnya secara masif lebih dikembangkan. Mindset ini harus dimulai dari para pengambil kebijakan di pemerintah baru masyarakat," katanya.

Akhmadi juga menilai saat ini masyarakat masih tergantung dengan beras sebagai makanan pokok, sehingga keterbatasan pasokan mau tidak mau harus terlaksana melalui impor.

"Menekan impor beras, masih terkendala untuk dilakukan, selama ketergantungan masyarakat terhadap beras sangat dominan atau pangan alternatif belum menjadi daya tarik," ujarnya.

Stop Boros Pangan

Sebelumnya, Bapanas mengajak pemuda untuk menumbuhkan perilaku stop boros pangan dengan mendorong kebiasaan konsumsi yang lebih bijak demi ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Sosialisasi Gerakan Selamatkan Pangan (GSP) melalui kegiatan Stop Boros Pangan dilakukan Bapanas sebagai upaya pencegahan food waste (sisa pangan) serta perubahan perilaku masyarakat.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengajak seluruh masyarakat untuk tidak membuang-buang makanan, terutama pada nasi (beras) maupun produk hortikultura seperti sayur dan buah-buahan.

"Mari kita membiasakan untuk tidak membuang-buang makanan yang ada di meja makan, kosongkan piring dan habiskan makanan yang ada," kata Arief.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pasokan Pangan

Harga Beras di Pasar Induk Cipinang
Seorang kuli angkut menurunkan beras dari atas truk di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (25/9). Pedagang beras Cipinang sudah menerapkan dan menyediakan beras medium dan beras premium sesuai harga eceran tertinggi (HET). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, kebijakan ini juga bermanfaat untuk menjaga pasokan pangan dalam negeri tetap mencukupi, sehingga stok bahan makanan utama seperti beras tidak perlu lagi terpenuhi melalui impor.

Selain itu, pengadaan impor sedang menjadi sorotan setelah Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.

Dugaan kerugian demurrage muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda tambahan di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.


Pemerintah: Jangan Makan Nasi Berlebihan, Biar Tak Impor Beras Terus

Ratusan Ribu Ton Beras Tak Terpakai di Gudang Bulog
Pekerja saat mengangkut karung berisi beras yang belum terpakai di Gudang Bulog Divisi Regional DKI Jakarta, Kelapa Gading, Kamis (18/3/2021). Dirut Perum Bulog Budi Waseso menegaskan tahun ini Indonesia tidak akan mengimpor beras. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut sebenarnya Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor beras. Salah satunya dengan menggencarkan program setop boros pangan.

Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy, menyampaikan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat sekitar 30 persen total pangan yang terbuang, hal ini setara dengan pemenuhan pangan kepada 60-125 juta rakyat Indonesia.

"Sehingga kalau kita berhemat, boros pangan ini (dikurangi) misalnya 20 persen dari 30 persen yang terbuang, insyaallah beras kebutuhan nasional 31 juta ton (cukup)," kata Sarwo saat ditemui usai Rapat Koordinasi Perencanaan Program Pembangunan Ketahanan Pangan Tahun 2025, Senin (29/7/2025)

.Adapun untuk komoditas beras saja, kebutuhan masyarakat Indonesia mencapai 2,6 juta ton per bulan. Apabila masyarakat berhasil menghemat sedikitnya 20 persen saja dari total yang terbuang, maka Indonesia mampu menghemat hingga 6 juta ton beras.

"Kalau kita bisa menghemat 20 persen saja itu luar biasa berarti kita akan bisa menghemat sekitar 6 juta ton. 6 juta ton itu luar biasa bisa memberi makan kepada sekitar 60 sampai 80 juta jiwa," ujarnya.

Jumlah Impor Beras

Dari angka 20 persen penghematan ini secara otomatis dapat menghentikan impor beras. Kendati begitu, Bapanas mencatat hingga kini sudah ada 2,2 juta ton beras yang diimpor.

Atas dasar itulah, Bapanas akan terus mendorong masyarakat agar menghemat pangan. Jika semuanya kompak, maka Pemerintah Indonesia bisa menghentikan impor beras.

"Artinya kalau kita bisa hemat setop boros pangan, ini insyaallah kita tidak impor. (Ini) yang kita harus pahami," pungkasnya.


Mekanisme Impor Beras Perlu Dikaji Ulang

Ilustrasi bongkar muat beras impor (Istimewa)
Ilustrasi bongkar muat beras impor (Istimewa)

Pengamat kebijakan publik Adib Miftahul meminta adanya kajian ulang terhadap penerapan impor beras yang masih bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Adib mengatakan evaluasi tersebut penting karena masih ada dugaan pelanggaran tata kelola dalam pelaksanaan impor beras dan pengadaannya hanya menguntungkan pihak tertentu.

"Perlu melakukan pendalaman dan di kaji ulang bagaimana sistem mekanisme impor beras. Sebab patut diduga ada sesuatu yang diatur-atur," katanya dikutip dari Antara, Kamis (25/7/2024).Ia juga mengatakan segala aduan terkait dugaan pelanggaran hukum harus ditindaklanjuti agar pelaksanaan tata kelola impor beras kedepannya dapat lebih baik dan tidak merugikan negara.

"Makanya harus dikaji ulang jangan-jangan ada mafia impor beras di dalam," kata akademisi Universitas Islam Syekh Yusuf ini.

Terkait pelaksanaan impor beras, ia pun mengharapkan adanya pembenahan mengingat kebijakan tersebut yang tidak pernah dilakukan dalam waktu yang tepat, karena impor selalu berdekatan dengan musim panen.

"Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola impor beras bermasalah," ujarnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya