Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) mendorong implementasi peningkatan kualitas BBM, seraya membatasi penyaluran BBM subsidi dengan kandungan sulfur tinggi seperti Solar dan Pertalite.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, menilai langkah paling efisien saat ini adalah dengan membuat penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran.
Baca Juga
"Jadi yang teman-teman pantas membutuhkan subsidi ini kita tentunya akan jaga. Jadi masyarakat yang ekonominya rentan pasti akan terus berikan, kita tidak mau naikan harganya," tegasnya di Jakarta, Senin (5/8/2024).
Advertisement
"Tapi mungkin ada teman-teman juga yang ke depannya sebenarnya harusnya sudah enggak butuh lagi subsidinya, itu bisa diarahkan untuk tidak menggunakan," kata Rachmat.
Melalui opsi tersebut, pemerintah bakal mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai kenaikan kualitas BBM melalui pembatasan subsidi bagi sebagian jenis kendaraan.
Implementasinya menunggu revisi Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak rampung.
Namun, Rachmat tak bisa memastikan kapan aturan itu bisa keluar. "Kalau itu nanti saya enggak bisa ngomong, tunggu peraturannya keluar. Trigger-nya kapan saya harus tunggu peraturannya," ungkapnya.
Kendati begitu, Rachmat berharap aturan teknis terkait pembatasan BBM subsidi bisa diselesaikan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sehingga tidak membebani kinerja pemerintahan berikutnya di bawah Prabowo Subianto.
"Harapannya sih sebenarnya, kalau ini bisa kita selesaikan di pemerintah sekarang dengan baik, ini bisa jadi momentum positif untuk pemerintahan selanjutnya," pungkas dia.
Pemerintah Janji Harga BBM Subsidi Tak Naik, Asal Bukan untuk Pajero Cs
Pemerintah terus menggodok distribusi produk BBM bersubsidi semisal Solar dan Pertalite, seraya mendorong penggunaan bahan bakar setara Euro IV dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
Meski begitu, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) memastikan bahwa pemerintah tak ingin menaikan harga BBM subsidi, meskipun secara kualitas nantinya akan lebih bagus.
"Jadi kita enggak ada rencana untuk menaikan harga BBM bersubsidi, harganya sama. Yang kita inginkan sebenarnya adalah kualitasnya secara bertahap bisa naik," ujar Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin dalam sesi bincang bersama media di Jakarta, Senin (5/8/2024).Guna merealisasikan itu, Rachmat masih menunggu sampai kebijakan terkait itu selesai. Aturan dimaksud yakni revisi Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Sembari menunggu, ia pun meminta kesukarelaan masyarakat mampu agar tidak ikut menenggak BBM subsidi. Pasalnya, dia mencatat volume konsumsi BBM subsidi sekitar 43,1 persen masih dipakai oleh mobil penumpang pribadi.
"Tapi di satu sisi lainnya, tadi mungkin ada golongan-golongan yang harusnya sudah bisa kita minta lah keikhlasan mereka untuk jangan lah pakai BBM subsidi. Di situ lah yang mungkin akan tidak boleh lagi beli. Karena memang harusnya filosofinya begitu," bebernya.
Menurut catatannya, ongkos subsidi pemerintah masih terlalu banyak disedot oleh kendaraan pribadi dalam bentuk mobil ketimbang sepeda motor. Merujuk ilustrasi data milik Rachmat, besaran anggaran pada pemakaian Pertalite untuk satu motor Honda Beat yakni Rp 1.
Â
Advertisement
Pertalite
Angkanya empat kali lebih kecil dibanding pembelian Pertalite oleh mobil-mobil seperti Toyota Agya, Toyota Avanza dan Toyota K Innova, dengan nilai subsidi masing-masing Rp 4,3, Rp 4,5 dan Rp 5.
"Kalau orang naik motor, kita anggap dengan pola pemakaian tertentu dapat (subsidi) Rp 1. Kalau orang naik Agya sama-sama Pertalite, tapi dapat Rp 4, Innova dapat Rp 5. Aneh kan?" kata Rachmat.
Besaran subsidi BBM yang ditanggung Pemerintah akan semakin melonjak jika dikonsumsi oleh mobil bermesin diesel seperti Pajero Sport. Jika mobil bersangkutan mengkonsumsi Biosolar subsidi, nilai kompensasi yang ditanggung pemerintah mencapai Rp 10,9-13,1.
"Menarik lagi kalau dia pakai mobil diesel kayak Pajero, hitungannya dia bisa dapat Rp 11-13. Padahal enggak ada mobil diesel LCGC (Low Cost Green Car). Itu yang terus terang agak mengusik rasa keadilan," ujar Rachmat.