Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat sejak 2021 hingga Agustus 2024 telah menerbitkan lebih dari 10 juta Nomor Induk Berusaha (NIB).
Wakil Menteri Investasi/BKPM Yuliot Tanjung mengatakan, pencapaian tersebut berkat adanya sistem Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko yang telah diluncurkan pada 9 Agustus 2021. "Total NIB melalui sistem OSS yang dikelola Kementerian investasi tercatat lebih dari 10.090.000 perusahaan yang sudah terdaftar dalam skema OSS," kata Yuliot dalam acara Central Banking Services Festival 2024 Bank Indonesia, Rabu (28/8/2024).
Baca Juga
Dia menuturkan, OSS sangat berguna untuk mencatat kegiatan usaha di Indonesia dengan skala besar, baik badan hukum, perseorangan, hingga kegiatan usaha yang dilakukan oleh yayasan.
Advertisement
"Ini merupakan suatu kegiatan yang tercatat sangat besar. Jadi, tidak ada sistem di Republik ini yang mencatat sedemikian besar kegiatan usaha dengan baik badan hukum perseorangan dan juga yang sifatnya kegiatan usaha yang dilakukan oleh yayasan," ujar dia.
Yuliot menuturkan, sistem OSS ditunjang oleh 68 sistem di Kementerian lembaga. Jika platform sistemnya tidak sama saat dilakukan integrasi, akan ada permasalahan-permasalahan pengaliran data yang tidak begitu lancar. Tentu hal tersebut akan menghambat pelayanan perizinan.
Oleh karena itu, Kementerian Investasi terus berkolaborasi dengan Kementerian dan lembaga terkait agar pelaksanaan pencatatan NIB bisa berjalan dengan lancar dan mudah. "Jadi kami juga melakukan perbaikan perbaikan dukungan sistem," ujarnya.
Adanya sistem OSS ini, pelaku UMK tidak perlu lagi repot-repot mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan Surat Keterangan Usaha (SKU) untuk memulai usaha. Kini, cukup dengan memperoleh NIB, UMK dapat menjalankan bisnisnya.
Kejar Indonesia Emas 2045, Kementerian Investasi Akui Pembangunan SDM Belum Merata
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya pembangunan sumber daya manusia (SDM) dalam mengejar cita-cita Indonesia Emas 2045. Sayangnya, pembangunan manusia Indonesia saat ini masih belum merata.
Hal itu diakui Direktur Kerja Sama Regional dan Multilateral Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Fajar Usman. Dalam hal ini, data perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) jadi acuan.
Fajar mengutarakan, pembangunan manusia yang masih timpang ini dilihat dari persebaran intensitas cahaya malam, buah pembangunan infrastruktur yang masih banyak berpusat di Pulau Jawa.
"Meskipun capaian IPM Indonesia mengalami kemajuan, namun pembangunan manusia masih belum merata di setiap provinsi," ujar Fajar dalam acara Economist Gathering yang turut diselenggarakan INDEF secara virtual, Senin (29/7/2024).
"Hal ini dapat dilihat dari intensitas cahaya malam, juga terlihat pembangunan Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa, dengan tingkat cahaya lebih terang dibanding pulau lainnya," dia menambahkan.
Persoalan lainnya, kata Fajar, yang juga membuat pembangunan SDM belum merata yakni angka partisipasi penduduk pada sekolah formal masih cenderung rendah.
"Beberapa hal yang menjadi tantangan sumber daya manusia Indonesia antara lain, masalah aksesibilitas dan kualitas pendidikan. Aksesibilitas ini mencakup tingkat partisipasi yang masih rendah," imbuhnya.
Sebaliknya, Fajar menyebut jumlah angkatan kerja periode 2021-2023 di Indonesia meningkat 5,39 persen atau sebanyak 7,56 juta orang. "Hal ini mengindikasikan bahwa semakin bertambahnya ketersediaan pasokan tenaga kerja di Indonesia," ungkapnya.
Adapun pada 2023, jumlah penduduk bekerja di Indonesia sekitar 140 juta orang. Jumlah ini meningkat sekitar 8,8 juta orang atau sekitar 6,71 persen pada periode 2021-2023.
Sementara jumlah pengangguran terbuka di Tanah Air terus menurun sebanyak 1,24 juta orang pada 2021-2023. Begitu pun dengan tingkat pengangguran terbuka turun sekitar 1,17 persen pada periode yang sama. "Ini menunjukan bahwa kondisi ketenagakerjaan di Indonesia terus mengalami perbaikan," kata Fajar.
Advertisement
Kementerian Investasi Terbitkan 8 Juta NIB hingga 20 Maret 2024
Sebelumnya, menjelang akhir kuartal I 2024, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat rekor baru penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang tembus di angka 8 juta.
Hingga 20 Maret 2024, total yang terbit telah mencapai 8.131.284. NIB yang terbit didominasi oleh usaha mikro sejumlah 7.809.869 NIB, diikuti oleh usaha kecil sejumlah 202.249 NIB, usaha besar sebanyak 52.247 NIB, dan usaha menengah sebanyak 24.897 NIB.
Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian Investasi/BKPM Tina Talisa mengatakan, pertumbuhan NIB dapat berkontribusi dalam mendorong kemajuan ekonomi nasional. Dengan memiliki NIB, pelaku usaha disebut dapat bertransformasi dari sektor informal ke sektor formal.
"Dengan memiliki NIB, pelaku usaha telah selangkah lebih maju dalam melakukan formalisasi usahanya. NIB merupakan gerbang awal bagi mereka untuk mendapatkan akses keuangan dan legalitas atau sertifikasi lainnya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas produk/jasa yang mereka hasilkan," ujarnya, Kamis (21/3/2024).
Tina juga mengungkapkan, pencapaian ini tidak dapat dilepaskan dari reformasi perizinan berusaha yang dilakukan pemerintah pasca pemberlakuan Undang-Undang atau UU Cipta Kerja.
Kemudahan Berusaha
Untuk itu, pemerintah disebutnya juga akan semakin serius dalam meningkatkan kemudahan berusaha, agar semakin banyak pelaku usaha yang bisa dengan mudah memperoleh legalitas usaha.
"Tingginya penerbitan NIB menunjukkan bahwa pelaku usaha semakin paham pentingnya legalitas usaha. Hal tersebut juga membuktikan bahwa sistem OSS semakin andal dan mudah digunakan walaupun pemerintah tidak akan pernah berhenti melakukan penyempurnaan," ungkap Tina.