Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Cukai Rp 300 Triliun Terancam Hilang

DPR RI mempertanyakan bagaimana kebijakan kemasan rokok polos tersebut bisa dipertimbangkan untuk masuk dalam RPMK.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 12 Sep 2024, 09:30 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2024, 09:30 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengkritik wacana kebijakan kemasan polos tanpa merek atau plain packaging bagi produk tembakau, seperti rokok.

Aturan yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai turunan dari PP 28 Tahun 2024 ini dinilai tidak hanya inkonstitusional, tetapi juga merugikan kepentingan nasional.

Misbakhun menjelaskan bahwa rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menerapkan kemasan polos bagi produk rokok akan berdampak langsung pada negara, terutama dari sisi perekonomian, di mana cukai hasil tembakau (CHT) saat ini diklaim menyumbang hingga Rp 300 triliun kepada negara.

"Dampak ekonomi yang signifikan ini justru terabaikan oleh para pemangku kebijakan. Rokok menyumbang Rp 300 triliun kepada negara setiap tahunnya, ini sangat signifikan untuk anggaran nasional kita," ujarnya dalam pernyataan tertulis, Kamis (12/9/2024).

Abaikan Kepentingan Petani

Ia juga mempertanyakan bagaimana kebijakan kemasan rokok polos tersebut bisa dipertimbangkan untuk masuk dalam RPMK. Padahal kebijakan ini jelas mengabaikan kepentingan petani dan pedagang yang bergantung pada industri hasil tembakau.

Misbakhun mengkritik proses pembahasan kebijakan ini yang didorong oleh Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), kesepakatan beberapa negara sebagai bentuk pengendalian tembakau.

"Yang mengganggu itu FCTC. Mereka inilah yang melakukan determinasi global. Mereka disponsori oleh Bloomberg Philanthropies, yang selalu melihat rokok dalam konteks negatif," tegasnya.

Menurutnya, Indonesia memiliki kedaulatan penuh dan seharusnya berani mengambil sikap untuk melindungi petani dan pedagang yang bergantung pada industri tembakau.

 

Pertanyakan Dukungan Pemerintah

Gapri 23 Nov 2016
Industri rokok telah menyumbang kontribusi ekonomi terbilang besar. Tahun lalu saja, cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp139,5 triliun.

Misbakhun juga menyoroti bahwa petani tembakau dan cengkih tidak pernah mendapatkan alokasi anggaran khusus dari pemerintah untuk mendukung kesejahteraan mereka, seperti insentif pupuk atau pestisida.

"Kita sering lupa mempertimbangkan aspek ekonomi. Negara mendapatkan pendapatan besar dari cukai tembakau, namun tidak ada dukungan konkret bagi sektor ini," ungkapnya.

Ia menilai kebijakan kemasan polos tanpa merek tidak akan efektif mengurangi konsumsi rokok, bahkan berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal yang merugikan negara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya