Kompetisi Tarif Pajak Dunia Tak Sehat, OECD Gandeng Kemenkeu Teken MLI STTR

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, salah satu masalah yang sedang dihadapi dunia saat ini adalah kompetisi tarif pajak yang tidak sehat.

oleh Tira Santia diperbarui 20 Sep 2024, 15:15 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2024, 15:15 WIB
Kompetisi Tarif Pajak Dunia Tak Sehat, OECD Gandeng Kemenkeu Teken MLI STTR
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menandatangani Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR). (Foto: Tasha/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menandatangani Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, salah satu masalah yang sedang dihadapi dunia saat ini adalah kompetisi tarif pajak yang tidak sehat.

Sebagai salah satu organisasi international yang terus bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian dan sosial di seluruh dunia, OECD bekerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dari berbagai negara di seluruh dunia untuk menjawabnya melalui penandatanganan MLI STTR.

"Salah satunya adalah melalui Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR) yang semalam saya tandatangani bersama-sama dengan 42 negara dan yurisdiksi lainnya," tulis Sri Mulyani dikutip dari instagram pribadinya, Jumat (20/9/2024).

Menkeu menjelaskan, MLI STTR ini merupakan salah satu instrumen dalam Pillar Two yang merupakan bagian kesepakatan global untuk memimalisir kompetisi tarif pajak yang tidak sehat. Maka dengan menandatangani MLI STTR ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang lebih awal mengadaptasi dari instrumen penting ini.

Perjanjian penting ini merefleksikan fakta MLI STTR menjadi prioritas penting bagi banyak negara berkembang yang menjadi anggota Inclusive Framework of Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), memulihkan hak-hak pemajakan atas beberapa tipe transaksi lintas batas intra-group —termasuk bunga, royalti, dan pembayaran atas jasa lainnya.

Bagi negara berkembang, mobilisasi sumber daya menjadi sangat penting, dan MLI STTR ini menjadi salah satu solusi tambahan bagi negara berkembang untuk melindungi basis pajak korporat mereka.

Saat ini, sudah lebih dari 1.000 perjanjian perpajakan — kurang lebih 1/4 dari perjanjian perpajakan di seluruh dunia— tercover oleh komitmen ini. "Saya ucapkan terima kasih banyak kepada @mathiascormann dan para penandatangan hari ini. Mari bersama menindaklanjuti proses ratifikasinya demi meningkatkan kesejahteraan perekonomian dan sosial dunia," pungkas Sri Mulyani.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


The Fed hingga Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga Acuan, Ini Harapan Sri Mulyani

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam keterangannya selepas mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin, 8 Agustus 2022. (Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam keterangannya selepas mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin, 8 Agustus 2022. (Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Sebelumnya, Bank sentral negara dunia tengah melakukan tren penurunan suku bunga acuan. Seperti dilakukan Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6 persen. Diikuti bank sentral Amerika Serikat The Fed sebesar 50 bps menjadi 4,75-5,00 persen.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, rentetan kebijakan itu jadi suatu langkah yang telah diantisipasi oleh bank sentral dalam menghadapi kondisi perekonomian global saat ini. 

"Tentu dampaknya terhadap perekonomian diharapkan positif, baik pada perekonomian Amerika Serikat dan juga kepada seluruh dunia," ujar Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Menurut dia, kebijakan bank sentral sebelumnya dalam menjaga suku bunga tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama (higher for longer) telah memberikan dampak besar kepada emerging market.  

"Karena higher for longer memang salah satu faktor yang memberikan dampak sangat besar terhadap kinerja perekonomian di negara-negara berkembang. Jadi penurunan ini adalah langkah yang memang kita harapkan," ungkapnya. 

Adapun dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I, Kamis, 19 September 2024 Sri Mulyani telah melihat adanya tren penurunan suku bunga acuan pihak bank sentral negara maju. Namun, ia tak menjamin itu jadi sinyal bahwa perekonomian global telah membaik. 

"Bank sentral negara-negara maju telah mulai menurunkan tingkat suku bunga dari situasi higher for longer. Namun langkah ke depan masih menantang," kata Sri Mulyani.

"Tetap memiliki potensi yang menimbulkan volatilitas di pasar keuangan dan arus modal global, yang menciptakan risiko terutama bagi negara-negara emerging market," dia menegaskan.

 


Akhirnya The Fed Pangkas Suku Bunga 50 Basis Poin, Jadi Segini

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Sebelumnya, Komite Pasar Terbuka Federal Federal Reserve (FOMC) memangkas suku bunga pinjaman utamanya sebesar setengah poin persentase, atau 50 basis poin. Keputusan tersebut menurunkan suku bunga dana federal The Fed ke kisaran antara 4,75%-5%.

Sementara suku bunga tersebut menetapkan biaya pinjaman jangka pendek untuk bank, suku bunga tersebut meluas ke berbagai produk konsumen seperti hipotek, pinjaman mobil, dan kartu kredit.

Matriks ekspektasi masing-masing pejabat The Fed menunjukkan, mereka memperkirakan akan ada penurunan satu poin persentase penuh suku bunga lagi pada akhir tahun 2025 dan setengah poin pada 2026.

“Komite telah memperoleh keyakinan yang lebih besar bahwa inflasi bergerak secara berkelanjutan menuju 2 persen, dan menilai bahwa risiko untuk mencapai sasaran ketenagakerjaan dan inflasi secara kasar seimbang,” kata FOMC usai pertemuan suku bunga, dikutip dari CNBC International, Kamis (19/9/2024).

"Kami berusaha mencapai situasi di mana kami memulihkan stabilitas harga tanpa peningkatan pengangguran yang menyakitkan yang terkadang terjadi bersamaan dengan inflasi ini. Itulah yang kami coba lakukan, dan saya pikir Anda dapat menganggap tindakan hari ini sebagai tanda komitmen kuat kami untuk mencapai tujuan itu," ungkap Ketua The Fed Jerome Powell, dalam konferensi pers setelah keputusan suku bunga.


Ekonomi Solid

FOMC juga mencatat penambahan lapangan kerja telah melambat dan tingkat pengangguran telah meningkat tetapi tetap rendah.

"Pejabat FOMC menaikkan tingkat pengangguran yang diperkirakan tahun ini menjadi 4,4%, dari proyeksi 4% pada pembaruan terakhir pada bulan Juni, dan menurunkan prospek inflasi menjadi 2,3% dari 2,6% sebelumnya. Mengenai inflasi inti, komite menurunkan proyeksinya menjadi 2,6%, penurunan 0,2 poin persentase dari bulan Juni,” papar komite tersebut.

Keputusan penurunan suku bunga datang meskipun sebagian besar indikator ekonomi tampak cukup solid.

“Ini bukan awal dari serangkaian pemangkasan 50 basis poin. Pasar berpikir sendiri, jika Anda memangkas 50 basis poin, pemangkasan 50 basis poin lainnya memiliki kemungkinan besar. Namun saya pikir (Powell) benar-benar menggagalkan gagasan itu sampai batas tertentu,” kata Tom Porcelli, kepala ekonom AS di PGIM Fixed Income.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya