Liputan6.com, Jakarta Bank DKI dan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) menjalin kerja sama bipartit untuk memanfaatkan porsi dana pendamping sebesar 25% dari pembiayaan perumahan melalui Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang secara seremonial ditandatangani oleh Direktur Ritel & Syariah Bank DKI, Henky Oktavianus, dan Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan PT SMF, Heliantopo, di Jakarta pada Senin (23/09).
Baca Juga
Melalui kerja sama ini Bank DKI akan memanfaatkan pembiayaan atas dana pendamping porsi 25% yang diberikan oleh PT SMF guna memperkuat pendanaan jangka panjang, dimana untuk porsi 75% pembiayaan FLPP telah disediakan oleh BP Tapera. Hal ini diharapkan dapat memperluas akses masyarakat terhadap perumahan yang layak dan terjangkau.
Advertisement
FLPP merupakan program pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk menyediakan akses pembiayaan perumahan yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Melalui FLPP, Pemerintah memberikan subsidi bunga dan fasilitas pendanaan yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan rumah layak dengan angsuran yang lebih ringan.
Program ini melibatkan berbagai lembaga, termasuk bank dan institusi keuangan, untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan dan diharapkan semakin banyak masyarakat yang dapat memiliki hunian yang layak dan terjangkau.
"Kemitraan ini merupakan langkah strategis dalam memberikan kontribusi memperluas akses keuangan yang inklusif khususnya dalam hal memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk kepemilikan hunian. Dengan pemanfaatan dana pendamping, Bank DKI optimis dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan dan memberikan solusi pembiayaan perumahan yang lebih baik,” harap Direktur Ritel & Syariah Bank DKI, Henky Oktavianus dalam keterangan tertulis, Selasa (24/9/2024).
Lebih lanjut, Ia menegaskan kerja sama ini juga menjadi komitmen Bank DKI dalam mendukung program Pemerintah untuk menekan angka ‘backlog’ atau kebutuhan terhadap rumah melalui program subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dengan peranan Bank DKI untuk menyediakan kemudahan akses terhadap produk pembiayaan perumahan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) maupun masyarakat secara umum.
Sekretaris Perusahaan Bank DKI, Arie Rinaldi menambahkan selain membangun skema kemitraan bersama stakeholder dalam bidang pembiayaan perumahan, Bank DKI terus berupaya memperluas akses pembiayaan perumahan, diantaranya menyederhanakan proses KPR dengan mengoptimalkan proses analisis untuk mempercepat proses persetujuan, maupun memastikan informasi produk dan layanan tersedia jelas dan lengkap,” tutup Arie.
Bisnis KPR Bakal Jeblok Jika Aturan Beli Rumah Bebas Pajak Tak Dilanjutkan?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, berakhirnya insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 100% pada 30 Juni 2024 tentunya akan berdampak terhadap preferensi masyarakat dalam permintaan KPR.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, namun demikian, sebagaimana diketahui pemberlakuan isentif PPN DTP sempat dipangkas menjadi 50% tetapi kemudian pada September ini dikembalikan lagi menjuadi 100%.
"Oleh karena itu, diharapkan kebijakan tersebut masih dapat memberikan ruang untuk meningkatkan bisnis sektor properti," kata Dian, di Jakarta, Senin (16/9/2024).
Adapun terkait dengan dampak berakhirnya kebijakan tersebut terhadap permintaan KPR, hingga saat ini OJK belum mengamati adanya pengaruh yang signfikan dari pertumbuhan KPR industri perbankan.
Lantaran perkembangan pertumbuhan KPR juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti suku bunga, kebijakan terkait makroprudensial Loan To Value, atau faktor lain yang lebih sensitif terhadap permintaan KPR tersebut.
Berdasarkan catatan OJK, hingga Juni 2024 penyaluran KPR sektor perbankan sebesar Rp 697,26 triliun (9,32% dari total kredit) dan KPA sebesar Rp 30,13 triliun (0,41% dari total kredit).
Pertumbuhan KPR dan KPA masih terus menunjukkan pertumbuhan yang positif. KPR tumbuh 13,97% yoy dan KPA tumbuh 7,26% yoy, dan berada di atas pertumbuhan total kredit yang sebesar 12,36% yoy.
Advertisement
Risiko Kredit
Sementara itu, risiko kredit untuk kedua sektor tersebut masih terkendali, dimana NPL KPR sebesar 2,40% dan NPL KPA sebesar 2,62%, sedikit berada di atas NPL total kredit yang sebesar 2,26%.
"Perkembangan positif atas KPR dan KPA tersebut terjadi meski terdapat peningkatan kebijakan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25% sejak April 2024," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan bahwa pemerintah telah sepakat untuk meningkatkan insentif PPN DTP bagi sektor properti. Insentif yang semula sebesar 50 persen untuk semester II tahun 2024 akan ditingkatkan menjadi 100 persen hingga Desember 2024.
Menanggapi hal tersebut, Dian menegaskan bahwa kebijakan OJK terkait sektor properti diharapkan dapat mendorong sektor perbankan dalam mendukung pertumbuhan KPR untuk mengantisipasi dampak berakhirnya PPN DTP.