Avtur Ternyata Bukan Satu-satunya Penyebab Harga Tiket Pesawat Mahal, Ini Buktinya

Harga avtur disebut-sebut jadi salah satu penyebab harga tiket pesawat mahal. Lantas, apa bisa dibuktikan demikian?

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 07 Okt 2024, 20:09 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2024, 20:09 WIB
Melihat Pengecekan Kualitas Avtur di Depot Pengisian Pesawat Udara Soekarno-Hatta
Produk avtur tersebut disimpan dalam sembilan tangki timbun dengan kapasitas 12.000 Kilo Liter sehingga memiliki kompleksitas operasional yang tinggi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Harga avtur disebut-sebut jadi salah satu penyebab harga tiket pesawat mahal. Lantas, apa bisa dibuktikan demikian?

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengungkap hitung-hitungan harga avtur terhadap komponen biaya tiket pesawat. Ternyata, biaya avtur masih terbilang lebih kecil ketimbang biaya lainnya.

"Berdasarkan hasil studi, rata-rata porsi biaya avtur dalam komponen harga tiket pesawat antara 20-40 persen. Studi tersebut menggambarkan bahwa terdapat sekitar 60 persen sampai dengan 80 persen komponen biaya penerbangan yang lain di luar biaya avtur," kata Komaidi dalam keterangannya, Senin (7/10/2024).

"Karena itu, upaya menurunkan harga tiket pesawat bila hanya berfokus pada harga avtur, dapat menghasilkan kebijakan yang tidak proporsional," sambungnya.

Dia mencatat biaya avtur dalam komponen penentuan biaya penerbangan dari sejumlah maskapai besar. Pada 2019 biaya avtur di maskapai Garuda Indonesia mencakup 27 persen komponen total. Thai Airlines sebesar 27 persen, Singapore Airlines 29 persen, Qatar Airways 36 persen, dan Emirates 32 persen.

Pada 2023, porsi biaya avtur dalam komposisi biaya penerbangan kelima maskapai tersebut dilaporkan meningkat menjadi masing-masing 36 persen, 39 persen, 31 persen, 41 persen dan 36 persen.

"Peningkatan tersebut salah satunya karena rata-rata harga minyak dunia pada periode tersebut mengalami peningkatan sekitar 30 persen," katanya.

Harga minyak jenis BRENT tercatat meningkat dari 64,30 USD per barel pada 2019 menjadi 82,49 USD per barel pada 2023. Sementara harga minyak jenis WTI meningkat dari 56,99 USD per barel pada 2019 menjadi 77,58 USD per barel pada 2023.

"Kesimpulan yang menyebut bahwa tingginya harga tiket pesawat untuk penerbangan domestik akibat mahalnya harga avtur, kiranya perlu ditinjau kembali," tegas dia.

 


Komponen Tarif Tiket Pesawat

Melihat dan Memahami Proses Pengisian Bahan Bakar Pesawat
Mengacu data September 2024, PT Pertamina Patra Niaga-Soekarno Hatta Into Plane Service (SHIPS) menyalurkan Avtur ke penerbangan domestik hariannya sebesar 3.000 kilo liter dengan frekuensi 383 flight per hari. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Lebih lanjut, Komaidi menyampaikan, berdasarkan ketentuan Permenhub No.20/2019, komponen tarif atau harga tiket pesawat yang harus dibayar oleh konsumen meliputi: (1) tarif jarak; (2) pajak; (3) iuran wajib asuransi; dan (4) biaya tuslah/tambahan (surcharge).

Tarif jarak yang harus dibayar konsumen terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung meliputi biaya operasi langsung tetap dan biaya operasi langsung variable. Biaya operasi langsung tetap yang dimaksud dalam Permenhub No.20/2019 meliputi: (1) biaya penyusutan atau sewa pesawat; (2) biaya asuransi; (3) biaya gaji tetap crew; (4) biaya gaji tetap teknisi; dan (5) biaya crew dan teknisi training.

Sementara, biaya operasi langsung variable meliputi: (1) biaya pelumas; (2) biaya bahan bakar minyak (avtur); (3) biaya tunjangan crew; (4) biaya overhaul atau pemeliharaan; (5) biaya jasa kebandarudaraan; (6) biaya jasa navigasi penerbangan; (7) biaya jasa ground handling penerbangan; dan (8) biaya katering penerbangan.

"Berdasarkan ketentuan Permenhub No.20/2019, dalam harga tiket pesawat yang dibayar oleh konsumen adalah untuk membayar sekitar 16 komponen biaya maskapai termasuk pajak, asuransi, dan surcharge," ucap dia.

"Karena itu, peningkatan harga tiket pesawat tidak hanya terkait dengan harga avtur, tetapi juga ditentukan oleh 15 komponen biaya yang lainnya," imbuh Komaidi.


Ramai Spanduk Tolak Fasilitas Avtur Pertamina untuk Asing

Ramai spanduk berisi tulisan yang meminta sarana dan fasilitas bahan bakar minyak (BBM) PT Pertamina (Persero) tak digunakan pihak swasta atau asing.
Ramai spanduk berisi tulisan yang meminta sarana dan fasilitas bahan bakar minyak (BBM) PT Pertamina (Persero) tak digunakan pihak swasta atau asing. (dok: Arief)

Sebelumnya, baru-baru ini, spanduk dengan tulisan yang menolak penggunaan sarana dan fasilitas (sarfas) bahan bakar minyak (BBM) PT Pertamina (Persero) oleh pihak swasta atau asing ramai tersebar. Spanduk ini terutama menyoroti penjualan dan penyaluran avtur.

Beberapa spanduk tersebut dipasang di sejumlah depo BBM Pertamina, dengan tulisan seperti "Tolak pemaksaan penggunaan sarfas avtur Pertamina untuk dipakai jualan asing/swasta" dan "Kami tidak takut bersaing selama perlakuan sama dengan asing."

Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar, mengonfirmasi bahwa pihaknya yang memasang spanduk tersebut di berbagai depo BBM Pertamina.

Menurut Arie, spanduk tersebut bukanlah bentuk penolakan terhadap penjualan avtur oleh pihak swasta atau asing, mengingat praktik tersebut sudah terbuka. Namun, ia menegaskan perlunya persaingan yang adil.

"Kami menegaskan bahwa jika ingin berbisnis avtur, lakukan secara fair. Jangan menggunakan pemerintah atau kekuasaan, seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan pejabat negara lainnya, untuk menyudutkan Pertamina dengan tuduhan monopoli. Apalagi, jika ada pemain swasta atau asing, Pertamina dipaksa meminjamkan sarfas di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) yang ramai," jelas Arie kepada Liputan6.com, Minggu (6/10/2024).

 


Harus Adil

Melihat dan Memahami Proses Pengisian Bahan Bakar Pesawat
Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan harga avtur di Singapura yang mencapai Rp 23.212/liter pada periode yang sama. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Arie menegaskan, jika pihak swasta atau asing ingin menjual avtur, harus dilakukan di berbagai bandara, tidak hanya di bandara-bandara besar seperti Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Juanda Surabaya, Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, dan Bandara Kualanamu Medan.

"Jangan hanya mau berjualan di bandara-bandara besar seperti Soekarno-Hatta, Juanda, Ngurah Rai, dan Kualanamu. Harus mau juga berjualan di bandara remote di seluruh Indonesia," tambahnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya