Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan penyebab nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Salah satunya akibat ketidakpastian global.
Nilai tukar Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat hingga sebesar 2,82 persen secara poin to poin (ptp) hingga 15 Oktober 2024 dari bulan sebelumnya.
Baca Juga
Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, pelemahan nilai tukar mata uang Garuda tersebut terutama dipengaruhi meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Advertisement
"Pelemahan nilai tukar tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan ketidakpastian global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah," ujar Perry dalam konferensi pers di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2024)
Perry mengatakan, apabila dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar Rupiah terdepresiasi hanya sebesar 1,17 persen. Ia mengatakan, capaian ini lebih baik dibandingkan dengan pelemahan Peso Filipina, Dollar Taiwan, dan Won Korea yang masing-masing terdepresiasi sebesar 4,25 persen, 4,58 persen, dan 5,62 persen.
Ke depan, nilai tukar Rupiah bakal stabil. Hal ini sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas perekonomian.
"Seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk modal asing dan mendukung penguatan nilai tukar Rupiah," tutur Perry.
Sebelumnya, pada awal pekan ini nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah. Namun, analis memperkirakan rupiah berpeluang naik ke level 15.500 per dolar AS didukung oleh proyeksi perekonomian Republik Indonesia (RI) yang solid.
"Dari segi internal sendiri kita melihat bahwa baik Bank Dunia atau IMF maupun Bank Indonesia meramal bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024-2025 kemungkinan besar di atas 5 persen," kata pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi dikutip dari Antara.
Ibrahim mengatakan, proyeksi tersebut berdasarkan atas kondisi ekonomi Indonesia di Asia Tenggara yang relatif stabil dengan data pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang cukup bagus.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Pergerakan Rupiah Jelang Pengumuman Suku Bunga Acuan BI
Sebelumnya, jelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Oktober 2024, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Nilai tukar rupiah naik 49 poin atau 0,31 persen menjadi Rp 15.540 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu pekan ini, seperti dikutip dari Antara.
“Hari ini, BI akan mengumumkan kebijakan moneternya. Dan melihat pergerakan rupiah yang kembali melemah belakangan ini, kemungkinan BI akan mempertahankan kebijakan suku bunganya,” tutur Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra kepada Antara, Rabu (16/10/2024).
Ariston prediksi, Bank Indonesia akan menahan suku bunga acuan tetap di posisi 6 persen. Dari sisi eksternal, pernyataan petinggi bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) semalam Raphael Bostic, suku bunga the Fed akan turun ke 3-3,5 persen. Hal ini mengindikasikan arah kebijakan the Fed ke depan akan melakukan pemangkasan lagi dapat memberikan sentimen positif ke rupiah pada Rabu pekan ini.
Selain itu, semalam data indeks manufaktur wilayah New York AS yang memperlihatkan kondisi penurunan, bisa membantu meredam penguatan dolar AS yang masih berlangsung. Indeks dolar AS masih bergerak di atas kisaran 103 menunjukkan dolar AS yang masih menguat terhadap nilai tukar lainnya. Jadi, peluang pelemahan rupiah pun masih terbuka.
Ariston prediksi potensi penguatan rupiah ke arah 15.550 per dolar AS, dan peluang pelemahan ke arah 15.600 per dolar AS.
Advertisement
Sri Mulyani jadi Calon Menteri Keuangan Prabowo, Rupiah Langsung Perkasa
Sebelumnya, kurs rupiah pada perdagangan Selasa dibuka menguat di tengah sentimen domestik yang positif terkait masuknya Sri Mulyani dalam kandidat calon menteri Prabowo Subianto untuk pos Menteri Keuangan.
Pada awal perdagangan Selasa, rupiah menanjak 30 poin atau 0,19 persen menjadi Rp15.536 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.566 per dolar AS.
"Sentimen domestik masih positif oleh kemungkinan bergabungnya Sri Mulyani ke dalam kabinet Prabowo ke depannya,” kata analis mata uang Lukman Leong saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Meski ada sentimen domestik yang positif tersebut, namun Lukman menuturkan dolar AS yang masih kuat dapat menahan apresiasi rupiah lebih lanjut.
Potensi penguatan dolar AS ke depan dipengaruhi oleh data-data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang kuat belakangan ini seperti Non-Farm Payroll (NFP) yang telah memupuskan harapan pemangkasan suku bunga AS sebesar 50 basis poin (bps) ke depannya.
Oleh karena itu, Lukman memperkirakan rupiah akan berkonsolidasi atau datar menjelang rilis data perdagangan Republik Indonesia (RI) siang ini.Nilai tukar rupiah diprediksi bergerak di kisaran 15.500 per USD sampai dengan 15.650 per USD pada perdagangan hari ini.
Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan 6%
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) 6,00%, suku bunga Deposit Facility 5,25%, dan suku bunga Lending Facility 6,75% pada Oktober 2024.
"Rapat Dewan Guberur Bank Indonesia pada 15-16 Oktober memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 6 persen, Deposit Facility tetap 5,25%, dan suku bunga Lending Facility tetap 6,75%," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moenetr untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Perry menegaskan, fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek ini diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah karena meningkatnya ketidakpasian pasar keuangan global.
"Ke depan Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi," ujar dia.
Lebih lanjut, Perry menyampaikan kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan juga untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan baik besar maupun ritel maupun UMKM, memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.
Advertisement