Liputan6.com, Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus memperkuat perannya dalam menjaga keuangan negara melalui pengawasan dan analisis mendalam atas transaksi keuangan mencurigakan. Dari periode Januari 2020 hingga Maret 2024, PPATK dilaporkan telah berkontribusi terhadap penerimaan negara sebesar Rp 10,05 triliun.Â
Angka ini mencakup pengembalian pajak dan denda dari wajib pajak yang terindikasi melakukan tindak manipulasi atau kejahatan keuangan.
Baca Juga
Kontribusi signifikan ini berasal dari hasil analisis mendalam terhadap berbagai aktivitas keuangan yang dilakukan PPATK.
Advertisement
PPATK menjelaskan bahwa pihaknya fokus memantau aktivitas transaksi di sektor perpajakan, kepabeanan, dan cukai, yang merupakan sumber utama penerimaan negara.
Peran PPATK dalam meningkatkan penerimaan negara tak terlepas dari kolaborasinya dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (BC).
Melalui sinergi yang kuat, ketiga lembaga ini rutin melakukan pertukaran data, joint analysis, serta berbagi informasi untuk memastikan tindak pidana keuangan dapat diminimalisir.
Salah satu bentuk kolaborasi ini adalah melalui forum tripartit bernama "Jaga Dara", yang merupakan singkatan dari tiga kantor pusat lembaga terkait, yakni Juanda (PPATK), Gatot Subroto (DJP), dan Rawamangun (BC).
Forum ini bertujuan untuk menangani kasus-kasus yang mendapat perhatian publik atau yang dianggap memerlukan penanganan cepat.Â
Dalam prosesnya, DJP dan BC memberikan data-data penting kepada PPATK, yang kemudian diolah melalui analisis keuangan mendalam untuk mengidentifikasi indikasi tindak pidana.
"Melalui forum Jagadara, kami bisa membangun kasus secara bersama-sama. Ketika semua informasi dari berbagai lembaga digabungkan, potongan-potongan puzzle mulai terlihat jelas, dan kami bisa lebih efektif dalam mendeteksi kebocoran keuangan negara," ujar Ari Sulastri perwakilan dari PPATK, Rabu (23/10/2024).
Modus Manipulasi Pajak yang Ditemukan
Dalam beberapa kasus, PPATK menemukan berbagai modus manipulasi keuangan yang digunakan oleh perusahaan untuk menghindari pembayaran pajak yang seharusnya. Salah satu contohnya adalah praktik penggelembungan biaya gaji yang dilakukan oleh perusahaan dengan karyawan asing.
"PPATK menemukan bahwa perusahaan tersebut membebankan biaya gaji ganda kepada negara. Mereka melaporkan biaya gaji yang seharusnya dibayar hanya sekali, namun dalam kenyataannya uang tersebut dikirim ke afiliasi mereka di luar negeri sebagai gaji kedua. Hal ini jelas mengurangi pajak yang seharusnya mereka bayarkan," ungkap Ari Sulastri
Modus serupa lainnya melibatkan pembesaran biaya operasional dan pembebanan biaya fiktif guna mengecilkan laba kena pajak. Modus-modus ini berhasil diidentifikasi oleh PPATK melalui analisis transaksi keuangan lintas perbankan dan laporan keuangan perusahaan yang tidak konsisten.
"Selain dari jumlah yang sudah masuk kas negara, beberapa masih dalam tahap penagihan atau penyelesaian hukum. Namun, yang pasti adalah PPATK bersama DJP dan BC berkomitmen untuk terus memperkuat sinergi dalam mengoptimalkan penerimaan negara," tambahnya.
Advertisement
Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan
Selain kerja sama dengan DJP dan BC, PPATK juga membuka pintu bagi masyarakat untuk ikut berperan dalam menjaga keuangan negara. Masyarakat dapat melaporkan dugaan transaksi keuangan mencurigakan melalui platform pengaduan masyarakat (DUMAS) yang tersedia di website PPATK. Laporan dari masyarakat akan menjadi salah satu dasar bagi PPATK untuk melakukan analisis lebih lanjut.
Dengan terus berkembangnya sistem pengawasan dan kolaborasi antar lembaga, PPATK optimis bahwa penerimaan negara akan semakin optimal, dan tindak kejahatan keuangan yang merugikan negara dapat diminimalkan.
Kontribusi PPATK terhadap penerimaan negara menunjukkan pentingnya peran lembaga ini dalam menjaga integritas keuangan negara. Kolaborasi yang kuat antara PPATK, DJP, dan BC menjadi kunci dalam mendeteksi dan mencegah kebocoran pajak serta kejahatan keuangan lainnya.Â
Â