Liputan6.com, Jakarta China dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk menyetujui penerbitan utang tambahan senilai lebih dari 10 triliun yuan atau Rp.22 juta triliun dalam beberapa tahun ke depan.
Penambahan ini merupakan salah satu dari upaya China untuk menghidupkan kembali ekonominya yang tengah lesu. Utang baru ini juga disebut-sebut sebagai paket fiskal yang diharapkan akan semakin diperkuat jika Donald Trump memenangkan Pemilu Amerika Serikat.
Baca Juga
Melansir CNBC International, Rabu (30/10/2024) sebuah sumber melaporkan bahwa Badan legislatif tertinggi China, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional (NPC) sedang berupaya untuk menyetujui paket fiskal baru, termasuk utang senilai 6 triliun yuan yang sebagian akan dikumpulkan melalui obligasi khusus negara, pada hari terakhir pertemuan yang akan diadakan dari 4-8 November mendatang.
Advertisement
Tetapi sumber tersebut memperingatkan bahwa rencana tersebut belum final dan masih dapat berubah.
"Prioritas kebijakan saat ini tampaknya berfokus pertama pada penanganan utang tersembunyi pemerintah daerah, diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, dan kemudian pada dukungan permintaan domestik," kata Tommy Xie, kepala Riset Tiongkok Raya di OCBC Bank.
Utang senilai 6 triliun yuan itu akan dikumpulkan selama tiga tahun termasuk 2024, kata sumber tersebut, seraya menambahkan bahwa hasil tersebut terutama akan digunakan untuk membantu pemerintah daerah di China mengatasi risiko utang yang tidak tercatat.
Jumlah total yang direncanakan, yang akan diperoleh dengan menerbitkan obligasi khusus pemerintah daerah dan perbendaharaan, setara dengan lebih dari 8% dari output China, yang telah terpukul keras oleh krisis sektor properti yang berkepanjangan dan utang pemerintah daerah yang membengkak.
Sebelumnya, pada akhir September 2024 Bank sentral China mengumumkan langkah-langkah dukungan moneter paling agresif sejak pandemi COVID-19.
Pemerintah China menindaklanjutinya beberapa minggu kemudian dengan mengibaratkan lebih banyak stimulus fiskal tanpa menyebutkan rincian keuangan dari paket tersebut, yang memicu spekulasi yang kuat di pasar global tentang besarnya pengeluaran baru tersebut.
IMF Ingatkan Utang Global Bisa Tembus 100% dari PDB Dunia
Dana Moneter Internasional memperingatkan bahwa situasi utang publik di seluruh dunia bisa lebih buruk dari yang diperkirakan. Lembaga tersebut menyoroti defisit fiskal yang meroket di AS dan Tiongkok, dalam laporan Monitor Fiskal terbarunya.
Melansir CNBC International, IMF memperkirakan utang publik global akan melampaui USD 100 triliun pada akhir tahun 2024.
Pada akhir dekade ini, IMF memperkirakan utang publik global akan mencapai 100% dari PDB dunia. AS dan Tiongkok menyumbang bagian yang signifikan dari meningkatnya tingkat utang tersebut.
Jika kedua negara tersebut dikecualikan dari perhitungan, rasio utang publik global terhadap PDB akan turun sekitar 20%.
"Utang publik mungkin lebih buruk daripada yang terlihat," kata direktur urusan fiskal IMF, Vitor Gaspar, seraya menambahkan bahwa perhitungan utang pemerintah memiliki bias optimisme dan cenderung meremehkan.
Pemerintah menghadapi "trilema kebijakan fiskal," menurut laporan tersebut. Artinya. mereka terjebak antara kebutuhan untuk membelanjakan lebih banyak untuk memastikan keamanan dan pertumbuhan, juga menghadapi penolakan terhadap pajak yang lebih tinggi sementara tingkat utang publik menjadi kurang berkelanjutan.
IMF juga mencatat, negara-negara miskin di kawasan Afrika sub-Sahara paling tertekan antara kebutuhan untuk membelanjakan uang guna mengurangi kemiskinan, sementara berjuang dengan kemampuan pajak yang lebih rendah dan kondisi keuangan yang lebih buruk.
Tingkat utang yang tidak berkelanjutan menempatkan pasar negara-negara miskin pada risiko aksi jual mendadak jika investor melihat kesehatan fiskal suatu negara terlalu buruk.
Ketidakpastian ini, bahkan di seluruh negara maju dengan toleransi utang yang lebih tinggi seperti AS dan Tiongkok, dapat menyebabkan efek limpahan biaya pinjaman yang lebih tinggi ke negara-negara lain, demikian menurut IMF.
Advertisement
Utang AS
Departemen Keuangan AS mengumumkan pada awal Oktober 2024 bahwa defisit anggaran negara itu telah meningkat menjadi USD 1,833 triliun, tingkat tertinggi di luar era pandemi.
Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah menghadapi beberapa penutupan pemerintah karena RUU pendanaan pemerintah menjadi lebih kontroversial di antara politisi, di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang kesehatan fiskal negara tersebut.
Dalam laporan yang dirilis pada bulan Agustus, IMF menggarisbawahi peran besar belanja pemerintah daerah dalam defisit fiskal negara tersebut. Meskipun disebutkan bahwa belanja pemerintah daerah sebenarnya turun pada tahun 2023, dampaknya diimbangi oleh pendapatan yang lebih rendah dari keringanan pajak yang diperpanjang.