Liputan6.com, Jakarta PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) terus berupaya untuk mempermudah akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam memiliki rumah, melalui berbagai kebijakan dan program yang sedang dijalankan.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), Nixon LP Napitupulu, mengatakan salah satu upaya yang dilakukan adalah pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk rumah-rumah yang diperuntukkan bagi MBR.
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, keputusan ini memberikan angin segar bagi masyarakat yang ingin memiliki rumah subsidi, karena BPHTB sering kali menjadi beban tambahan yang memperlambat proses transaksi pembelian rumah.
Advertisement
Selain itu, perizinan terkait Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) akan disederhanakan. Harapannya, proses pengurusan PBG bisa diselesaikan dalam waktu maksimal 10 hari kerja, yang akan mempercepat realisasi pembangunan perumahan.
“Kita sudah dapat keputusan, at least BPHTB sudah dibebaskan untuk MBR. Tepuk tangan ya buat perjuangan teman-teman. Yang kedua, kita juga sudah dapat janji pengurusan PBG akan disimplifikasi menjadi diharapkan bisa 10 hari kerja,” kata Nixon dalam Dialog Interaktif seri kedua Program 3 Juta Rumah, di Menara BTN, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Meskipun telah ada kemajuan, namun masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan yang sering dikeluhkan oleh para pengembang dan pihak terkait adalah perizinan lingkungan, khususnya terkait dengan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
“Terkait dengan perizinan amdal. Nah ini juga masih sering jadi pertanyaan,” ujarnya.
Masalah Listrik dan Air
Selain itu, masalah penyambungan listrik dan air juga menjadi hambatan signifikan dalam pengembangan perumahan untuk MBR.
Banyak pengembang mengeluhkan bahwa meskipun fisik rumah sudah selesai dibangun, tetapi jika rumah belum terhubung dengan jaringan listrik dan air, rumah tersebut tidak bisa diperjualbelikan secara sah.
Hal ini menyebabkan terhambatnya arus kas pengembang yang menunggu proses penyambungan utilitas.
“Kalaupun udah jadi (rumahnya) belum ada listrik, belum ada air, itu gak boleh diakad, gak boleh dijual secara resmi. Nah ini menjadi salah satu syarat untuk bisa diperjual belikan. Dan sehingga seringkali dirasakan mereka ada kendala, rumahnya udah jadi karena belum nyambung,belum bisa dilakukan penjualan, padahal mereka cashflow-nya nunggu,” ujarnya.
Advertisement
Tantangan Lain
Kemudian yang menjadi tantangan lainnya adalah ketersediaan lahan yang semakin terbatas di kawasan perkotaan dalam pembangunan rumah subsidi.
Kata Nixon, lahan yang ada semakin menjauh dari pusat kota, sementara harga tanah semakin mahal. Hal ini menyebabkan pengembang kesulitan menemukan lokasi yang terjangkau untuk membangun perumahan yang dapat dijangkau oleh MBR.
“Kita tahu ketersediaan lahan makin lama makin kepinggir dan makin menjauh dari pusat kota, terutama sekali karena keterbatasan lahan dan harga lahan yang semakin meningkat,” pungkasnya.