Liputan6.com, Jakarta Mulai 1 Januari 2025, pemerintah secara resmi akan memberikan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3 persen untuk mobil hybrid.
Langkah ini diambil untuk mendorong pertumbuhan industri otomotif ramah lingkungan di Indonesia.
Baca Juga
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengimbau para produsen mobil hybrid di Indonesia agar segera mendaftarkan merek-merek kendaraan mereka. Hal ini bertujuan agar insentif dapat langsung dinikmati saat kebijakan mulai berlaku.
Advertisement
“Saya minta agar para produsen mobil-mobil hybrid segera mendaftarkan merek-mereknya kepada kami. Dengan demikian, mulai 1 Januari 2025, mereka sudah bisa menikmati insentif ini,” ujar Agus dalam konferensi dikutip dari ANTARA, Senin (16/12/2024).
Estimasi Anggaran untuk Insentif Mobil Hybrid
Untuk insentif PPnBM DTP bagi kendaraan hybrid, pemerintah mengalokasikan estimasi anggaran sebesar Rp840 miliar.
Kebijakan ini juga didukung oleh Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 36 Tahun 2021 tentang Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah, yang mengatur nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai syarat bagi produsen untuk mengikuti program ini.
Insentif Kendaraan Listrik Juga Diberikan
Selain untuk mobil hybrid, pemerintah juga memberikan insentif besar bagi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Insentif tersebut meliputi:
- PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan listrik berbasis baterai dalam bentuk completely knocked down (CKD).
- PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) maupun CKD.
- Bea Masuk Nol Persen untuk KBLBB CBU.
Adapun insentif PPnBM sebesar 100 persen berlaku untuk impor kendaraan listrik tertentu dalam bentuk CBU maupun kendaraan listrik produksi dalam negeri dalam bentuk CKD. Total anggaran yang dibutuhkan untuk insentif ini diestimasi mencapai Rp2,52 triliun pada tahun anggaran 2025.
Dukungan Pemerintah ke Industri Otomotif
Menurut Agus, berbagai insentif ini mencerminkan perhatian pemerintah terhadap industri otomotif, khususnya sektor kendaraan ramah lingkungan yang tengah menghadapi tekanan.
Ia juga menjelaskan bahwa penurunan daya beli masyarakat, terutama di kalangan menengah, menjadi salah satu penyebab turunnya penjualan kendaraan.
“Pemberian insentif ini merupakan solusi konkret dari pemerintah untuk mengatasi tantangan tersebut,” kata Agus.
Manfaat Kebijakan bagi Masyarakat dan Industri
Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat sekaligus mempercepat transisi menuju kendaraan ramah lingkungan. Dengan adanya insentif pajak, harga kendaraan hybrid dan listrik diharapkan lebih terjangkau, sehingga meningkatkan penetrasi kendaraan rendah emisi di Indonesia.
Advertisement
Melihat Tarif PPN di Indonesia dengan Negara Lain
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mentuurkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia masih lebih rendah ketimbang negara lain. Adapun Indonesia akan menerapkan tarif PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
"Tarif PPN di Indonesia dibandingkan banyak negara di dunia masih relatif rendah," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Sri Mulyani pun memberikan perbandingan tarif PPN di negara lainnya. Sebagai perbandingan, tarif PPN negara anggota G20 seperti Brazil mencapai 17 persen. Bahkan, tarif PPN di India sudah mencapai 18 persen.
"Kemudian Turki 20 persen PPN-nya dengan tax ratio 16 persen. 12 persen itu adalah Filipina dengan tax ratio mereka sudah di 15,6 persen," ujar Sri Mulyani.
Meski demikian, tarif PPN di Vietnam jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia mencapai 10 persen. Selain itu, tarif PPN di Thailand hanya ditetapkan 7 persen.
Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen telah dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah. Salah satu pertimbangan utama ialah terjaganya laju inflasi dibandingkan tahun sebelumnya.
"Kami juga melihat data konsumsi rumah tetangga yang tetap terjaga stabil. Kemudian inflasi yang mengalami penurunan bahkan relatif rendah di 1,5 persen. Karena ini adalah sebetulnya koreksi dari harga pangan tahun lalu yang sangat tinggi. Dan penurunan harga pangan tentu mendukung daya beli masyarakat," ungkap dia.
Sri Mulyani mengamini kenaikan tarif PPN 12 persen ini akan menimbulkan polemik di masyarakat. Namun, ia memastikan pemerintah telah menyiapkan sejumlah kompensasi bagi masyarakat yang terdampak kenaikan PPN tersebut.
"Kami memahami pandangan berbagai pihak," ujar dia.