Liputan6.com, Jakarta - Rupiah menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa, 14 Januari 2025. Lalu bagaimana prediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Rabu, 15 Januari 2025?
Rupiah ditutup menguat 13 poin terhadap dolar Amerika Serikat (USD), setelah menguat 35 poin di level Rp 16.270 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.283.
Advertisement
Baca Juga
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.126–Rp 16.320,” ungkap Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Advertisement
Ibrahim menuturkan, pedagang berspekulasi tentang seberapa parah tarif perdagangan yang direncanakan Presiden Terpilih AS Donald Trump dan juga menunggu lebih banyak isyarat tentang suku bunga AS dari data inflasi utama yang akan dirilis minggu ini, dengan dolar tetap mendekati level tertinggi dua tahun untuk mengantisipasi data tersebut.
Selain itu, tim Donald Trump sedang mempersiapkan rencana untuk penerapan tarif perdagangan secara bertahap dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini meskipun belum jelas apakah presiden terpilih AS itu akan menindaklanjuti rencana tersebut.
Tarif impor tersebut akan melibatkan kenaikan tarif antara 2% hingga 5% setiap bulan, dan bakal memberi Washington lebih banyak pengaruh dalam negosiasi perdagangan, sekaligus mencegah lonjakan inflasi yang tiba-tiba karena bea masuk.
"Namun, hal ini sebagian besar diimbangi oleh kekhawatiran bahwa tarif juga akan menjadi faktor inflasi yang lebih tinggi, sehingga suku bunga tetap bertahan lebih lama. Trump telah berjanji untuk mengenakan tarif impor yang tinggi sejak "hari pertama" menjabat sebagai presiden, dengan janji bea masuk sebesar 60% terhadap Tiongkok menjadi perhatian utama,” lanjut Ibrahim.
Data Ekonomi AS
Data inflasi indeks harga konsumen AS pada Desember 2024 akan menjadi fokus pekan ini, yang akan dirilis pada Rabu, 15 Januari 2025. Data tersebut diharapkan dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang suku bunga.
"Inflasi yang tinggi dan kekuatan di pasar tenaga kerja diharapkan dapat memberi Federal Reserve lebih banyak ruang untuk mempertahankan suku bunga tetap tinggi - tren yang menjadi pertanda buruk bagi aset yang tidak memberikan imbal hasil seperti emas dan logam lainnya,” tambah Ibrahim.
Pemerintah Optimistis Ekonomi Tumbuh 5,1%
Sejauh ini, Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,1 persen pada 2024, karena mampu menjaga pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang solid sebesar 4,95 persen (year on year) pada triwulan III-2024 yang mencerminkan ketahanan dan daya saing ekonomi.
Disamping itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024 juga terdongkrak oleh beberapa kebijakan dan kegiatan ekonomi yang lebih bergeliat di akhir tahun, yaitu jelang Natal dan Tahun Baru lalu seperti program mudik gratis, diskon harga tiket pesawat.
Dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi tetap bagus, Ibrahim menyoroti, Pemerintah telah mengeluarkan juga berbagai Paket Stimulus Ekonomi yang telah dirilis pada akhir 2024, seperti bantuan pangan/beras, diskon listrik 50 persen untuk 2 bulan, PPN DTP properti dan otomotif, serta insentif PPh Pasal 21 DTP untuk sektor padat karya.
Advertisement
Rupiah Akhirnya Menguat, Ini Pemicunya
Sebelumnya, nilai tukar (kurs) rupiah menguat terhadap dolar AS pada Selasa pagi. Rupiah menguat 18 poin atau 0,11 persen menjadi Rp16.265 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.283 per dolar AS.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, nilai tukar atau kurs rupiah melemah seiring tren apresiasi dolar Amerika Serikat (AS) karena dipicu rilis data pasar tenaga kerja AS yang menguat.
Tercatat, data tenaga kerja AS Non Farm Payrolls (NFP) pada Desember 2024 tercatat sebesar 256 ribu, lebih baik dari bulan sebelumnya yang sebesar 212 ribu.
“Data tersebut menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS masih ketat pada Desember 2024, sehingga menimbulkan kekhawatiran atas arah kebijakan suku bunga The Fed yang high for longer,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (14/1/2025).
Depresiasi kurs rupiah dan kenaikan yield UST (US Treasuries) mempengaruhi yield Surat Berharga Negara (SBN) yang naik 7-11 basis points (bps).
Sepanjang hari Senin, 13 Januari 2025, volume perdagangan obligasi pemerintah membukukan Rp16,81 triliun, lebih tinggi dari volume perdagangan Jumat, 10 Januari 2025 sebesar Rp12,23 triliun.
“Pemerintah menggelar lelang obligasi pada Senin, 13 Januari 2025 untuk seri SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) dengan target indikatif sebesar IDR10 triliun. Seri yang dilelang dalam lelang ini adalah SPNS6mo, SPNS9mo, PBS003, PBS030, PBS034, PBS039, dan PBS038,” kata dia.
Di sisi lain, laporan terbaru dari tim ekonomi Presiden AS terpilih Donald Trump mengenai pendekatan moderat untuk kenaikan tarif impor memicu sentimen risk on di pasar keuangan. Namun, investor cenderung tetap berhati-hati hari ini karena mereka akan menunggu rilis data Consumer Price Index (CPI) AS Desember 2024 pada Rabu, 15 Januari 2025.
Rupiah Terancam Makin Anjlok, Ini Gara-garanya
Sebelumnya, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS melemah pada Senin pagi. Kurs rupiah melemah 60 poin atau 0,37 persen menjadi 16.250 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.190 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan, data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang solid dapat memicu Federal Reserve (The Fed) menahan diri tak pangkas suku bunga, sehingga mendorong kenaikan dolar AS dan melemahkan nilai tukar (kurs) rupiah.
“Peluang pelemahan rupiah hari ini terbuka ke arah 16.250 dengan potensi support di kisaran 16.150,” ujarnya dikutip dari Antara, Senin (13/1/2025).
Pada Jumat (10/1), data tenaga kerja AS Non Farm Payrolls (NFP) pada Desember 2024 tercatat sebesar 256 ribu, lebih dari bulan sebelumnya yang sebesar 212 ribu.
Data tingkat pengangguran AS juga mengalami penurunan menjadi 4,1 persen untuk Desember 2024 dari 4,2 persen pada bulan sebelumnya.
“Solidnya data tenaga kerja bisa memicu The Fed menahan diri tidak memangkas suku bunga acuannya lagi, sehingga ekspektasi ini mendorong kenaikan dolar AS,” ungkap Ariston.
Rilis dari dua data ekonomi tersebut turut meningkatkan indeks dolar AS yang berada di level tertinggi baru dalam dua tahun terakhir, yakni 109,96 pada Jumat (10/1) dan 109,65 pada hari ini.
Advertisement
Ekonomi Amerika Serikat
Menurut dia, capaian yang baik dari ekonomi AS karena pengeluaran konsumsi personal di negara tersebut mencapai 68,24 persen atau di atas rata-rata sebesar 64,32 persen.
“Konsumsi yang masih kuat di AS mendukung pertumbuhan ekonomi AS, roda ekonomi berjalan masih bagus. Ekonomi yang bertumbuh bagus membuka kesempatan kerja yang lebih banyak,” ucapnya.
Untuk pekan ini, Ariston tidak melihat ada rilis data ekonomi Indonesia. Namun, akan ada rilis data neraca perdagangan pada hari ini dan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal IV pada Jumat, 17 Januari 2025 dari China.
“Sinyal pelambatan ekonomi China juga bisa menekan rupiah karena relasi dagang yang besar antara China dan Indonesia,” kata dia.