Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah (kurs) menguat pada pembukaan perdagangan hari ini, Jumat 14 Februari 2025. Kurs rupiah menguat hingga 77,50 poin atau 0,47 persen menjadi 16.283 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya 6.361 per dolar AS.
Analis mata uang Lukman Leong memproyeksikan kurs rupiah akan bergerak menguat pada hari ini, karena dipengaruhi oleh adanya potensi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) AS serta kebijakan tarif timbal balik yang ditandatangani Presiden AS Donald Trump.
Advertisement
Baca Juga
Dengan faktor-faktor tersebut, ia memprediksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.200-Rp16.300 per dolar AS hari ini.
Advertisement
"Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang melemah setelah data inflasi AS menunjukkan kemungkinan penurunan pada inflasi PCE inti AS. Selain itu, memorandum tarif timbal balik yang ditandatangani Trump belum akan langsung diterapkan dalam waktu dekat," kata Lukman dikutip dari Antara, Jumat (14/2/2025).
Inflasi AS
Rilis data inflasi AS pada Januari 2025 mencatatkan inflasi headline bulanan AS naik menjadi 0,5 persen secara bulanan (mtm) dari 0,4 persen mtm, melampaui estimasi 0,3 persen mtm.
Secara tahunan, inflasi headline AS disebut naik tipis menjadi 3,0 persen (yoy) dari 2,9 persen yoy. Penyebab utama kenaikan inflasi adalah inflasi inti AS yang melonjak menjadi 3,3 persen yoy dari 3,2 persen yoy.
Di samping itu, Donald Trump telah menandatangani sebuah memorandum yang mengarahkan pemerintahannya untuk menentukan tarif timbal balik yang setara dengan setiap mitra dagang asing.
Rupiah Loyo terhadap Dolar AS Hari Ini 13 Februari 2025, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lesu pada pembukaan perdagangan Kamis (13/2/2025). Rupiah susut 7 poin atau 0,04 persen menjadi 16.383 per dolar AS dari sebelumnya 16.376 per dolar AS.
Lalu bagaimana prediksi rupiah terhadap dolar AS pada Kamis pekan ini?
Mengutip Antara, Ekonom Bank Permata Josua Pardede prediksi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung sideways (dalam rentang sempit). Hal ini seiring investor menanti data ekonomi AS.
“Nilai tukar rupiah cenderung bergerak sideways pada perdagangan Rabu malam, 12 Februari 2025, seiring investor yang masih menunggu rilis data inflasi AS (Amerika Serikat) semalam. Konsensus memperkirakan inflasi inti AS akan melambat, meskipun inflasi umum diperkirakan tetap stabil,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Rilis data inflasi AS pada Januari 2025 mencatatkan inflasi headline bulanan AS naik menjadi 0,5 persen month over month (MoM) dari 0,4 persen MoM, melampaui estimasi 0,3 persen MoM.
Secara tahunan, inflasi headline AS disebut menguat terbatas menjadi 3,0 persen year on year (yoy) dari 2,9 persen yoy. Penyebab utama kenaikan inflasi adalah inflasi inti AS yang melonjak menjadi 3,3 persen yoy dari 3,2 persen yoy.
“Tekanan inflasi yang lebih tinggi mendorong ketidakpastian mengenai prospek inflasi AS pada tahun 2025, sehingga menurunkan kemungkinan penurunan suku bunga Fed yang lebih agresif. Akibatnya, permintaan dolar AS meningkat, mendorong Indeks Dolar AS naik hingga 108,3 pada Selasa, 11 Februari 2025,” kata Josua.
Advertisement
Pengamat: Perang Rusia-Ukraina Berakhir Tak Cukup Perkuat Rupiah
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi menilai berakhirnya perang Rusia-Ukraina tidak akan menjadi pendorong yang kuat bagi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Lantaran, ekonomi global, tak terkecuali Indonesia tengah dihantui dengan dampak pengenaan tarif dagang Amerika Serikat terhadap China. Baru-baru ini, AS mengumumkan pengenaan tarif impor sebesar 25% pada China.
"Saat ini Rupiah condong mengalami perlemahan karena perang dagang,” kata Ibrahim kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Ibrahim melihat, perang dagang AS-China menimbulkan risiko pada pasar tembaga dan aluminium.
"Kita mengetahui bahwa tembaga dan aluminium itu adalah salah satu bahan dasar untuk infrastruktur yang cukup luar biasa. Bahkan negara-negara seperti Eropa,” ujar dia.
Sementara itu, di Asia, perang dagang AS-China juga berisiko memberatkan industri di Jepang hingga Korea Selatan.
"Kenapa? Kalau biaya impornya 25 persen, berarti harga pun juga akan dinaikkan 25 persen,” ucap Ibrahim.
Terdampak Perang
Sedangkan negara-negara yang terdampak perang akan melakukan rekonstruksi. Rekonstruksi ini, adalah rekonsiliasi dengan melakukan pembangunan-pembangunan baik di Gaza, Palestina maupun di Rusia dan Ukraina.
“Rekonstruksi membutuhkan bahan infrastruktur cukup besar. Maka kalau seandainya biaya impor untuk baja dan aluminium ini naik sampai 25 persen, ini akan berdampak negatif terhadap pasar,” imbuh Ibrahim.
Dengan demikian, dolar AS berpotensi terus menguat, sedangkan rupiah ini sedikit tertahan.
"Kalau seandainya hari ini rupiah mengalami penguatan, ini dampak karena taking profit ya, sudah terlalu jenuh..kemudian taking profit dan Rupiah kembali lagi mengalami penguatan,” kata dia.
"Namun, harus diingat juga bahwa tadi malam pun Bank Sentral Amerika Serikat dalam pertemuannya masih akan tetap mempertahankan suku bunga tinggi karena kondisi ekonomi, serta perang dagang membuat inflasi naik,” ia menambahkan.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)