Liputan6.com, Jakarta - Potongan tarif biaya aplikasi ojek online (ojol) dinilai merugikan para mitra pengemudi. Lantaran, potongan itu sudah dikeluhkan sejak lama.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyebut besaran potongan tarif biaya aplikasi ojol ada pada batas maksimal 20 persen. Jika pada kenyataannya lebih dari angka tersebut, bisa memberatkan mitra pengemudi. Tindakan tegas juga perlu dilakukan terhadap aplikator.
Baca Juga
"Jika yang terjadi adalah potongan tarif perjalanan lebih dari 20 persen, maka saya rasa akan merugikan driver ojek online. Jika sudah terjadi kesepakatan, platform melanggar, ya harus diberikan tindakan bagi platform," kata Huda kepada Liputan6.com, Rabu (19/2/2025).
Advertisement
Dia membagi ada 3 jenis tarif yang dibayarkan oleh konsumen ketika menggunakan jasa ojek online. Pertama, adalah tarif perjalanan. Kedua adalah platform fee yang besarannya tidak menentu. Ketiga adalah safe trip fee atau semacam asuransi perjalanan) sebesar Rp 1.000 per perjalanan.
"Sedangkan dari aturan, 20 persen diambil dari tarif perjalanan bukan dari semua yang dibebankan ke konsumen. Maka ini yang sering misslead dimana secara perhitungan beban kosumen, biaya aplikasi yang dibayarkan lebih dari 20 persen," tuturnya.
"Terlebih ketika konsumen membayarkan secara uang tunai yang akan terlihat membebani driver dengan potongan yang harus dibayarkan jadi besar," ia menambahkan.
Ketika potongan biaya aplikasi itu dibebankan ke konsumen, maka risikonya harga akan terlihat lebih mahal. Hal ini bisa membuat konsumen menjadi lebih selektif dalam menggunakan jasa ojol.
"Ketika terlihat mahal, saya rasa justru akan mengurangi permintaan dari konsumen. Makanya operator juga harus hati-hati dalam menerapkan platform fee. Konsumen kita masih price oriented consumer. Persaingan dengan harga masih cukup berat," urainya.
Tunjukkan Rincian Biaya
Huda mengatakan, aplikator dinilai harus lebih transparan mengenai potongan tarif biaya aplikasi tadi. Misalnya, baik mitra pengemudi maupun konsumen ditunjukkan rincian biaya yang dibayarkan.
"Kemudian, driver dan konsumen juga harus diperlihatkan receipt di awal secara detail dengan komponen masing-masing. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan informasi harga secara lengkap," katanya.
Dia juga meminta pemerintah mempertegas aturan potongan biaya aplikasi tadi. Terutama terhadap sumber potongannya, apakah dari tarif perjalanan atau biaya total yang dibayar konsumen.
"Bagi pemerintah, tentu aturan potongan driver harus diperjelas apakah dari tarif perjalanan saja atau dari biaya yang dibayarkan oleh konsumen karena dua hal tersebut berbeda," tegas dia.
Advertisement
Driver Ojol Demo Minta THR, Bagaimana Aturannya?
Sebelumnya, sejumlah serikat dan komunitas pengemudi ojek daring (ojol) menuntut pemberian tunjangan hari raya (THR) saat melalukan aksi unjuk rasa. Demo ojol hari ini dilakukan di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di Jakarta.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengatakan, mitra pengemudi ojol memiliki hak sebagai pekerja termasuk THR, mengacu pada aturan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003.
“Berdasarkan UU Nomor 13, driver ojol ini sudah termasuk pekerja karena memiliki unsur pekerjaan (menghasilkan barang dan/atau jasa), serta upah (sebagai hak pekerja/buruh yang diterima sebagai imbalan dari pengusaha),” kata Lily.
“Bahkan Pak Wamen (Immanuel Ebenezer Gerungan) sudah berkata bahwa ojol ini harus mendapatkan THR. Kami mengawal, Pak. Kami menyuarakan tuntutan kami,” ujar dia menambahkan.
Selain itu, Lily juga mengatakan massa mendesak Kemnaker mengeluarkan kebijakan yang jelas dan berpihak kepada pengemudi, utamanya menekan perusahaan aplikator supaya memberikan hak THR kepada setiap pengemudi ojol serta memberikan perlindungan dan jaminan kesejahteraan terhadap pengemudi ojol dan keluarganya.
“Situasi yang dihadapi oleh jutaan pengemudi ojol di Indonesia terus memburuk. Setiap hari para pengemudi ojol berhadapan dengan situasi jam kerja panjang tanpa kepastian upah, risiko keselamatan di jalan yang tak dijamin, sanksi-sanksi sepihak dari perusahaan aplikasi serta pemburukan kondisi kerja yang disebabkan oleh skema-skema program yang tidak manusiawi dari perusahaan aplikasi,” demikian pernyataan Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (Serdadu) saat aksi.
Sementara itu, pemberian THR Keagamaan bagi pekerja layanan berbasis aplikasi ini sebelumnya menjadi salah satu diskusi antara Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Kementerian Perhubungan RI.
Saat itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI Yassierli mengatakan bahwa perlindungan bagi pekerja pada layanan berbasis aplikasi merupakan bagian dari Astacita Presiden Replublik Indonesia Prabowo Subianto.
Pemerintah Susun Aturan, Driver Ojol Bakal jadi Pekerja Bukan Lagi Mitra Aplikator
Sebelumnya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan menyoroti status kemitraan antara pengemudi ojek daring/online (ojol) dengan aplikator atau platform transportasi daring.
Menurut Wamenaker Noel, status kemitraan antara pekerja ojek online dan angkutan online dengan platform ini memiliki definisi yang vital. Status kemitraan seharusnya memiliki posisi yang sejajar dan tidak merugikan satu sama lain.
“Mitra ini menurut pemerintah, definisinya beda dengan aplikator. Kemitraan itu sejajar. Kalau tiba-tiba dipotong (tarif bersih untuk pengemudi), lalu tiba-tiba (akun) kena suspend, dan lainnya, itu namanya tidak sejajar. Yang pasti kemitraan yang didefinisikan oleh aplikator itu salah,” kata Noel saat ditemui di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di Jakarta, Senin.
Hubungan kemitraan ini seringkali menguntungkan aplikator untuk menetapkan tarif yang murah, hingga memotong penghasilan mitranya secara sepihak.
Untuk itu, salah satu perhatian khusus bagi Kemnaker saat ini adalah membuat dan memperkuat payung hukum bagi para pekerja angkutan daring ini.
“Ke depan kita akan membangun regulasi terkait legal standing (posisi hukumnya) mereka, bahwa (status) mereka adalah sebagai pekerja, bukan mitra. Itu penting sekali. Kita sedang merumuskan dan mengkaji hal itu,” kata Noel.
“(Bentuk regulasi) Bisa berupa Permen (Peraturan Menteri) boleh, atau PP (Peraturan Pemerintag) juga boleh. Yang jelas, harus ada legal standing untuk mereka. Itu penting bagi teman-teman driver,” ujar dia menambahkan.
Advertisement
Kepastian Hukum
Menurut dia, kepastian hukum untuk para pengemudi serta ketegasan bagi aplikator untuk membuat aturan yang jelas dan transparan menjadi hal yang penting bagi kesejahteraan 4 hingga 5 juta pengemudi ojol di tiga platform utama di Indonesia saat ini.
“Pemotongan-pemotongan itu sepihak dilakukan oleh aplikator. Kita tidak tahu reason (alasan)-nya apa, tapi ketika itu merugikan driver, ya tidak bisa, dong. Kita tidak mau mereka semaunya saja bikin aturan tanpa negara mengetahui,” kata Noel.
“Ini momentum bagi kawan-kawan driver untuk berjuang karena Menteri (Ketenagakerjaan, Yassierli) dengan tegas mengatakan tidak mau kesejahteraan driver ojol tidak diperhatikan,” ujarnya menambahkan.
