Perusahaan Tambang Masih Ngeyel Soal Besaran Royalti

Pemerintah berencana melakukan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur penerimaan negara dari sektor tambang.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 12 Jul 2013, 11:40 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2013, 11:40 WIB
tambang-aspindo130618b.jpg
Pemerintah berencana melakukan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur penerimaan negara dari sektor tambang, jika perusahaan pertambangan tidak kunjung merenegosiasi kontrak sampai batas yang ditentukan.

Direktur Jenderal Mineral Batubara Thamrin Shite mengatakan, pemerintah sedang mencari alternatif untuk menjalankan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang terkait dengan renegosiasi kontrak, di mana salah satu poinnya merenegosiasi royalti.

Alternatif tersebut adalah dengan mengubah PP No 9 2012 tentang penerimaan negara dari sektor tambang.

"Jadi gini kalau UU tidak mungkin, kalau PP itu sedang direncanakan," kata Thamrin, usai menghadiri rapat kordinasi Renegosiasi Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan Hilirisasi Pertambangan, di Kantor Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/7/2013).

Menurut dia, peningkatan penerimaan negara tidak hanya berasal dari peningkatan royalti saja. Namun juga bisa bersal dari pajak dan pendapatan negara bukan pajak.

"Kalau pemerintah penerimaan negara harus maksimal, bukan hanya royalti, pajak, iuran produksi juga penerimaan negara," ungkapnya.

Menurut dia, pemerintah selalu mempertimbangan dua aspek dalam melakukan keputusan terhada renegosiasi kontrak karya, diantaranya adalah cadangan sumber daya alam dan keberlangsungan kehidupan masyarakat atas kegiatan pertambangan tersebut. (Pew/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya