Kamar Dagang dan Industri Filipina (Philippine Chamber of Commerce and Industry/PCCI) meminta Indonesia menghapus larangan impor beberapa produk tertentu ke Pelabuhan Bitung, Manado, Sulawesi Utara.
Permintaan penghapusan peraturan tersebut diajukan guna meningkatkan perdagangan bilateral dengan menggunakan kapal roll-on-roll-off (RoRo).
Dalam salah satu pernyataannya, melansir interaksyon.com, Kamis (1/8/2013), PCCI mengatakan pihaknya akan memimpin misi perdagangan ke Manado, Sulawesi Utara pada Oktober mendatang. Langkah ini dilakukan guna menambah daftar produk yang bisa diekspor ke Indonesia melalui koridor Laut Sulawesi.
Para pengusaha dari kota-kota Mindanao, Davao dan General Santos serta Provinsi Sarangani juga akan bergabung dalam misi dagang tersebut.
Sebagai pelabuhan terbesar di Sulawesi Utara, Pelabuhan Bitung terhubung dengan Davao dan General Santos lewat skema transportasi RoRo yang dikelola swasta.
Pengiriman barang antar dua negara biasanya dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal besar dari Super Shuttle Ferry Filipina.
Kapal mampu melakukan perjalanan selama 36 jam dengan rute sepanjang 300 mil laut antara Davao dan pelabuhan Bitung.
Sebelum menggunakan skema perjalanan RoRo, pengiriman produk biasanya menelan waktu sekitar tiga hari. Kapal-kapal pengangkut barang harus berkeliling ke sejumlah pelabuhan di Manila, Singapura dan Jakarta sebelum akhirnya tiba di Bitung.
Dalam menciptakan perdagangan yang lebih bebas, PCCI menyebutkan Pelabuhan Bitung bisa dinyatakan sebagai pelabuhan internasional seperti yang dilaporkan pemerintah Indonesia
Presiden PCCI Miguel B. Varela mengatakan, layanan rute RoRo diprediksi dapat meningkatkan volume kargo antara Mindanao dan Manado.
"Keuntungan bagi para pengusaha kecil dan menegah diperoleh dari penghematan biaya pengiriman. Hal ini karena hanya sedikit waktu yang dibutuhka untuk memasok produk ke pasar-pasar. Dengan begitu, risiko kebusukan produk makanan dan barang tahan lama lainnya akan berkurang. Selain itu, ada peluang untuk memulai hubungan bisnis menguntungkan lainnya, " ujar Varela.
Dia kemudian menjelaskan, perdagangan dua arah antara Mindanao dan Manado dapat tumbuh lebih cepat saat pelabuhan Bitung menghapuskan larangan terhadap beberapa produk Filipina. Produk tersebut diantaranya adalah elektronik, garmen, makanan olahan. Dia berharap seluruh produk dapat diperlakukan layaknya produk ASEAN yang bebas bea masuk.
"Ada permintaaan pasar untuk produk-produk Filipina. Sejumlah manufaktur di zona ekonomi khusus di Bitung dan beberapa pelabuhan lain di Manado membutuhkan barang-barang kami. Tak hanya itu, permintaan barang-barang konsumen Filipina datang dari sejumlah pasar ritel di Manado," papar Varela.
Data terbaru menunjukkan ekspor Filipina ke Sulawesi Utara pada 2010 bernilai US$ 147,9 juta yang terdiri dari kebutuhan konsumen, alat berat, dan sejumlah bahan baku.
Sebaliknya, Indonesia tercatat mengirimkan minyak sawit, minyak kelapa, batuan coconut charcoal, kelapa dan ikan beku. Ekspor Indonesia ke Filipina untuk sejumlah produk tersebut tercatat mencapai US$ 6,84 juta. (Sis/Nur)
Permintaan penghapusan peraturan tersebut diajukan guna meningkatkan perdagangan bilateral dengan menggunakan kapal roll-on-roll-off (RoRo).
Dalam salah satu pernyataannya, melansir interaksyon.com, Kamis (1/8/2013), PCCI mengatakan pihaknya akan memimpin misi perdagangan ke Manado, Sulawesi Utara pada Oktober mendatang. Langkah ini dilakukan guna menambah daftar produk yang bisa diekspor ke Indonesia melalui koridor Laut Sulawesi.
Para pengusaha dari kota-kota Mindanao, Davao dan General Santos serta Provinsi Sarangani juga akan bergabung dalam misi dagang tersebut.
Sebagai pelabuhan terbesar di Sulawesi Utara, Pelabuhan Bitung terhubung dengan Davao dan General Santos lewat skema transportasi RoRo yang dikelola swasta.
Pengiriman barang antar dua negara biasanya dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal besar dari Super Shuttle Ferry Filipina.
Kapal mampu melakukan perjalanan selama 36 jam dengan rute sepanjang 300 mil laut antara Davao dan pelabuhan Bitung.
Sebelum menggunakan skema perjalanan RoRo, pengiriman produk biasanya menelan waktu sekitar tiga hari. Kapal-kapal pengangkut barang harus berkeliling ke sejumlah pelabuhan di Manila, Singapura dan Jakarta sebelum akhirnya tiba di Bitung.
Dalam menciptakan perdagangan yang lebih bebas, PCCI menyebutkan Pelabuhan Bitung bisa dinyatakan sebagai pelabuhan internasional seperti yang dilaporkan pemerintah Indonesia
Presiden PCCI Miguel B. Varela mengatakan, layanan rute RoRo diprediksi dapat meningkatkan volume kargo antara Mindanao dan Manado.
"Keuntungan bagi para pengusaha kecil dan menegah diperoleh dari penghematan biaya pengiriman. Hal ini karena hanya sedikit waktu yang dibutuhka untuk memasok produk ke pasar-pasar. Dengan begitu, risiko kebusukan produk makanan dan barang tahan lama lainnya akan berkurang. Selain itu, ada peluang untuk memulai hubungan bisnis menguntungkan lainnya, " ujar Varela.
Dia kemudian menjelaskan, perdagangan dua arah antara Mindanao dan Manado dapat tumbuh lebih cepat saat pelabuhan Bitung menghapuskan larangan terhadap beberapa produk Filipina. Produk tersebut diantaranya adalah elektronik, garmen, makanan olahan. Dia berharap seluruh produk dapat diperlakukan layaknya produk ASEAN yang bebas bea masuk.
"Ada permintaaan pasar untuk produk-produk Filipina. Sejumlah manufaktur di zona ekonomi khusus di Bitung dan beberapa pelabuhan lain di Manado membutuhkan barang-barang kami. Tak hanya itu, permintaan barang-barang konsumen Filipina datang dari sejumlah pasar ritel di Manado," papar Varela.
Data terbaru menunjukkan ekspor Filipina ke Sulawesi Utara pada 2010 bernilai US$ 147,9 juta yang terdiri dari kebutuhan konsumen, alat berat, dan sejumlah bahan baku.
Sebaliknya, Indonesia tercatat mengirimkan minyak sawit, minyak kelapa, batuan coconut charcoal, kelapa dan ikan beku. Ekspor Indonesia ke Filipina untuk sejumlah produk tersebut tercatat mencapai US$ 6,84 juta. (Sis/Nur)