Bertambahnya jumlah kendaraan pribadi di ibukota yang tak dibarengi kebijakan khusus perubahan tata ruang dan pembangunan transportasi masal dikhawatirkan akan membuat ibukota DKI Jakarta berubah menjadi kota mati. Kondisi ini muncul mengingat daya saing Jakarta yang terus menurun tajam.
"Kota DKI Jakarta harus ada efisiensi yang lebih baik, agar memiliki daya saing yang bagus. DKI Jakarta bisa menjadi kota mati, karena daya saingnya terus berkurang dan dampaknya mengalami pertumbuhan yang sangat lambat," ujar Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit ketika dihubungi Liputan6.com, Selasa (22/10/2013).
Dalam menangani permasalahan kendaraan yang terus meningkat, pemerintah diimbau cepat mengambil kebijakan yang strategis, seperti perlunya perbaikan tata ruang dan angkutan massal. Selain itu, pengembang besar juga diimbau membangun fasilitas yang terkoneksi dengan angkutan umum.
"Bayangkan saja, ketika investor mau masuk ke Indonesia pasti mempertanyakan mengenai tata ruang. Untuk itu penataan secara umum gak cukup, namun harus ada tata ruang untuk pemukiman, perkantoran dan kawasan bisnis yang lebih baik," katanya.
Sampai saat ini, lanjutnya, ibukota Jakarta belum kunjung memiliki kawasan pemukiman yang terkoneksi dengan angkutan umum. Masyarakat justru memilih menggunakan mobil pribadi yang akhirnya mendorong bertambahnya jumlah kendaraan.
Danang menegaskan, dengan kondisi yang ada saat ini, Indonesia sebetulnya lebih membutuhkan angkutan massal yang memiliki kualitas tinggi. Dukungan ketersediaan sarana transportasi umum ini bisa membantu menjaga daya saing Indonesia diantara pesaingnya seperti Bangkok, Singapura dan Kuala Lumpur.
"Negara-negara yang memiliki kualitas daya saing yang tinggi, pasti mengutamakan angkutan massal yang terkoneksi dengan baik dan tata ruang yang cukup sehat. Sehingga pergerakan investasi bisa terus berjalan," tutupnya. (Dis/Shd)
"Kota DKI Jakarta harus ada efisiensi yang lebih baik, agar memiliki daya saing yang bagus. DKI Jakarta bisa menjadi kota mati, karena daya saingnya terus berkurang dan dampaknya mengalami pertumbuhan yang sangat lambat," ujar Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit ketika dihubungi Liputan6.com, Selasa (22/10/2013).
Dalam menangani permasalahan kendaraan yang terus meningkat, pemerintah diimbau cepat mengambil kebijakan yang strategis, seperti perlunya perbaikan tata ruang dan angkutan massal. Selain itu, pengembang besar juga diimbau membangun fasilitas yang terkoneksi dengan angkutan umum.
"Bayangkan saja, ketika investor mau masuk ke Indonesia pasti mempertanyakan mengenai tata ruang. Untuk itu penataan secara umum gak cukup, namun harus ada tata ruang untuk pemukiman, perkantoran dan kawasan bisnis yang lebih baik," katanya.
Sampai saat ini, lanjutnya, ibukota Jakarta belum kunjung memiliki kawasan pemukiman yang terkoneksi dengan angkutan umum. Masyarakat justru memilih menggunakan mobil pribadi yang akhirnya mendorong bertambahnya jumlah kendaraan.
Danang menegaskan, dengan kondisi yang ada saat ini, Indonesia sebetulnya lebih membutuhkan angkutan massal yang memiliki kualitas tinggi. Dukungan ketersediaan sarana transportasi umum ini bisa membantu menjaga daya saing Indonesia diantara pesaingnya seperti Bangkok, Singapura dan Kuala Lumpur.
"Negara-negara yang memiliki kualitas daya saing yang tinggi, pasti mengutamakan angkutan massal yang terkoneksi dengan baik dan tata ruang yang cukup sehat. Sehingga pergerakan investasi bisa terus berjalan," tutupnya. (Dis/Shd)