Pemerintah kian mantap menerapkan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang mewajibkan pembangunan pengolahan dan pemurnian (smelter) perusahaan pertambangan. Bukti keseriusan itu terlihat dari solusi alternatif pemerintah yang memberi kemudahan bagi perusahaan untuk menggaet pihak ketiga untuk mendirikan pabrik smelter.
"Saya kira tidak ada jalan lain kecuali menjalankan UU. Intinya smelter bisa dibikin sendiri dan bekerja sama. Yang penting (bijih mineral) diproses di dalam negeri," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa di kantornya, Jakarta, Rabu (18/12/2013).
Keputusan pemerintah ini merupakan imbauan yang disampaikan Hatta kala menggelar pertemuan dengan dua perusahaan tambang milik Amerika Serikat yang diwakili Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B Soetjipto dan PT Newmont Nusa Tenggara Timur, Martiono Hadianto.
Hatta menjelaskan, kedua perusahaan tambang telah menggandeng Nusantara Smelting Corporation (NSC) dengan mengirimkan konsentrat tembaganya untuk diolah di smelter tersebut.
"Saya bilang silahkan saja (bangun smelter) tidak harus Freeport dan Newmont. Yang penting smelter itu ada. Bisa juga dibangun perusahaan lain," ujar Hatta.
Sebelumnya, Martiono Hadianto mencoba membandingkan produksi tembaga antara perseroan dan Freeport Indonesia. Alasan ini pula yang membuat perseroan enggan membangun smelter di tanah air.
"Jumlah produksi kami berbeda dengan produksi Freeport, di mana produksi mereka tiga kali lebih tinggi dari kami," tegas Martiono yang mengaku kondisi ini diperparah dengan ketidakstabilan produksi yang naik turun.
Sementara Rozik B Soetjipto mengungkapkan, pihaknya saat ini tengah menggarap studi kelayakan pembangunan proses pemurnian dan pengolahan. Dalam hal ini, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu menggandeng pihak ketiga.
"Kami lakukan FS artinya menuju pada pembangunan smelter. Soal yang membangun smelter, bisa Freeport, pihak ketiga atau kerja sama dengan pihak ketiga. Itu hal-hal yang akan dilihat dari FS," kata dia.
Rozik berharap pihaknya dapat menyelesaikan studi kelayakan pembangunan smelter pada awal tahun depan seiring dengan berlakunya UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 yang dimulai pada 12 Januari 2014. Dengan begitu, Freeport dapat memperkirakan waktu pembangunan smelter.(Fik/Shd)
"Saya kira tidak ada jalan lain kecuali menjalankan UU. Intinya smelter bisa dibikin sendiri dan bekerja sama. Yang penting (bijih mineral) diproses di dalam negeri," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa di kantornya, Jakarta, Rabu (18/12/2013).
Keputusan pemerintah ini merupakan imbauan yang disampaikan Hatta kala menggelar pertemuan dengan dua perusahaan tambang milik Amerika Serikat yang diwakili Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B Soetjipto dan PT Newmont Nusa Tenggara Timur, Martiono Hadianto.
Hatta menjelaskan, kedua perusahaan tambang telah menggandeng Nusantara Smelting Corporation (NSC) dengan mengirimkan konsentrat tembaganya untuk diolah di smelter tersebut.
"Saya bilang silahkan saja (bangun smelter) tidak harus Freeport dan Newmont. Yang penting smelter itu ada. Bisa juga dibangun perusahaan lain," ujar Hatta.
Sebelumnya, Martiono Hadianto mencoba membandingkan produksi tembaga antara perseroan dan Freeport Indonesia. Alasan ini pula yang membuat perseroan enggan membangun smelter di tanah air.
"Jumlah produksi kami berbeda dengan produksi Freeport, di mana produksi mereka tiga kali lebih tinggi dari kami," tegas Martiono yang mengaku kondisi ini diperparah dengan ketidakstabilan produksi yang naik turun.
Sementara Rozik B Soetjipto mengungkapkan, pihaknya saat ini tengah menggarap studi kelayakan pembangunan proses pemurnian dan pengolahan. Dalam hal ini, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu menggandeng pihak ketiga.
"Kami lakukan FS artinya menuju pada pembangunan smelter. Soal yang membangun smelter, bisa Freeport, pihak ketiga atau kerja sama dengan pihak ketiga. Itu hal-hal yang akan dilihat dari FS," kata dia.
Rozik berharap pihaknya dapat menyelesaikan studi kelayakan pembangunan smelter pada awal tahun depan seiring dengan berlakunya UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 yang dimulai pada 12 Januari 2014. Dengan begitu, Freeport dapat memperkirakan waktu pembangunan smelter.(Fik/Shd)