Ekspor Mebel Terancam Anjlok 50% Usai Aturan SVLK Berlaku

Pemberlakuan sertifikat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) untuk industri mebel dan furnitur akan menghambat ekspor.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Jan 2014, 14:22 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2014, 14:22 WIB
ekspor-impor--batas130911c.jpg
Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Soenoto menyatakan pemberlakuan sertifikat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) untuk industri mebel dan furnitur skala kecil dan menengah (UKM) akan menghambat perjalanan ekspor nasional.

Hal itu karena negara lain penghasil produk mebel dan furnitur tidak membuat regulasi serupa. Seperti diketahui, sertifikat SVLK untuk industri mebel dan furnitur skala kecil dan menengah (UKM) ditunda selama 1 tahun, dari awalnya berlaku per 1 Januari 2014.

"Selama ini tidak ada permintaan dari buyer soal SVLK. Kalau sampai ini diberlakukan maka negara-negara pembeli akan pindah ke negara lain yang tidak memberlakukan ini. Karena dia takut pengiriman telat, karena takut banyaknya aturan yang ruwet," ujar dia di Kantor Kementerian Perindustrian di Jakarta, Jumat (24/1/2014).

Dia mengatakan, dari total 5.000 eksportir mebel dan rotan, yang memiliki SVLK baru 600 eksportir. Sementara 4.400 eksportir sisanya belum punya surat jalan resmi tersebut.

"Kalau Januari ini diberlakukan, yang bisa ekspor hanya 600, sisanya tidak. Baik nilai dan penyerapan tenaga kerja akan riskan," katanya.

Soenoto menjelaskan jika dilihat secara persentase berarti pengusaha yang baru memiliki SVLK ini hanya sebesar 11%. Dan jika dilihat dari sisi ekspor, maka akan menurunkan nilai ekspor komoditas tersebut sekitar 50%-60%.

"Itu kan berarti 80% lebih yang tidak bisa ekspor, kalau diinterpolasi artinya bisa turun lebih dari 50% nilai ekspornya. Kalau kita lihat secara radikal bisa turun 88%, tapi kita minta interpolasi 50%-60% turunnya," tandas dia. (Dny/Nrm)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya