Tingginya arus lalu lintas antar dua kota besar Jakarta dan Bandung mendorong pemerintah Indonesia dan Jepang semakin serius menggarap proyek kereta api super cepat mirip Shinkansen, Jepang. Kereta Shinkansen ala Indonesia ini akan melintasi dua kota tujuan wisata ini dengan jarak tempuh 160 kilometer (km).
Proyek ini merupakan kerja sama antar pemerintah Indonesia dan Jepang di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Turut terlibat juga Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU), BPPT, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedy Priyatna mengatakan, pemerintah memang telah memiliki proyek besar pembangunan kereta api super cepat yang menghubungkan Jakarta-Bandung-Cirebon-Surabaya sepanjang 860 km. Untuk tahap awal, pembangunan akan difokuskan pada rute Jakarta- Bandung yang membentang sepanjang 160 km.
"Tahap awal dimulai dulu dengan pembangunan kereta api Shinkansen Jakarta-Bandung yang kecepatannya 300 km per jam. Shinkansen ini tidak napak di rel alias ngambang, jadi harus elevated," kata dia di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Pelaksanaan proyek kereta api super cepat nantinya akan dibagi dalam beberapa tahapan. Pada tahap pertama, tim akan melakukan studi kelayakan yang ditargetkan selama dalam 1,5 tahun terhitung mulai hari ini. Sementara tahap kedua yang akan membuat kalkulasi detil dari proyek ini akan digarap dari April 2015 hingga Desember 2015
Studi kelayakan rencananya akan digarap konsultan Japan International Consultant for Transportation (JICA), Yachiyo Engineering Co. Ltd, Oriental Consultant, Mitsubishi Research Institute dan Nippon Koei Co. Ltd.
Pemerintah memperkirakan pembangunan kereta api super cepat Jakarta-Bandung bakal memakan waktu 6-7 tahun dan selesai pada 2020. Seluruh pendanaan studi kelayakan akan menggunakan dana hibah dari pemerintah Jepang yang dianggarkan sebesar US$ 15 juta atau sekitar Rp 150 miliar. Seluruh proyek ini rencananya akan menghabiskan investasi antara Rp 53 triliun-56 triliun.
Saat ini, draft pembentukan proyek manajemen unit sudah dibahas oleh tim teknis dan akan segera diajukan ke Menteri Koordinator perekonomian, Hatta Rajasa. "Ditargetkan segera ditanda tangani draftnya oleh Pak Menko," pungkas Dedy.(Fik/Shd)
Baca juga
Menteri Jepang Berputar di Bandara Soetta, Hatta: Saya Malu
Proyek ini merupakan kerja sama antar pemerintah Indonesia dan Jepang di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Turut terlibat juga Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU), BPPT, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedy Priyatna mengatakan, pemerintah memang telah memiliki proyek besar pembangunan kereta api super cepat yang menghubungkan Jakarta-Bandung-Cirebon-Surabaya sepanjang 860 km. Untuk tahap awal, pembangunan akan difokuskan pada rute Jakarta- Bandung yang membentang sepanjang 160 km.
"Tahap awal dimulai dulu dengan pembangunan kereta api Shinkansen Jakarta-Bandung yang kecepatannya 300 km per jam. Shinkansen ini tidak napak di rel alias ngambang, jadi harus elevated," kata dia di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Pelaksanaan proyek kereta api super cepat nantinya akan dibagi dalam beberapa tahapan. Pada tahap pertama, tim akan melakukan studi kelayakan yang ditargetkan selama dalam 1,5 tahun terhitung mulai hari ini. Sementara tahap kedua yang akan membuat kalkulasi detil dari proyek ini akan digarap dari April 2015 hingga Desember 2015
Studi kelayakan rencananya akan digarap konsultan Japan International Consultant for Transportation (JICA), Yachiyo Engineering Co. Ltd, Oriental Consultant, Mitsubishi Research Institute dan Nippon Koei Co. Ltd.
Pemerintah memperkirakan pembangunan kereta api super cepat Jakarta-Bandung bakal memakan waktu 6-7 tahun dan selesai pada 2020. Seluruh pendanaan studi kelayakan akan menggunakan dana hibah dari pemerintah Jepang yang dianggarkan sebesar US$ 15 juta atau sekitar Rp 150 miliar. Seluruh proyek ini rencananya akan menghabiskan investasi antara Rp 53 triliun-56 triliun.
Saat ini, draft pembentukan proyek manajemen unit sudah dibahas oleh tim teknis dan akan segera diajukan ke Menteri Koordinator perekonomian, Hatta Rajasa. "Ditargetkan segera ditanda tangani draftnya oleh Pak Menko," pungkas Dedy.(Fik/Shd)
Baca juga
Menteri Jepang Berputar di Bandara Soetta, Hatta: Saya Malu