KOLOM: Balotelli Merawat Mimpi

Balotelli kini melanjutkan kariernya di Liga Prancis bersama Nice.

oleh Liputan6 diperbarui 16 Sep 2016, 09:30 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2016, 09:30 WIB
Asep Ginanjar
kolom Bola Asep Ginanjar (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta- Degradasi. Hengkang dari liga terbaik dan terglamor ke liga yang hanya dipandang sebelah mata adalah sebuah degradasi, sebuah penurunan. Hanya mereka yang sudah berada di ujung karier yang pantas mengambil jalan ini. Bagi mereka yang masih berada dalam usia emas, itu indikasi frustrasi dan keinginan lebih cepat "mati".

Maka tak heran bila nada kritis cenderung mencibir terdengar kencang saat Mario Balotelli memilih Ligue 1 sebagai arena barunya. Saat para bintang Ligue 1 ramai-ramai pergi ke Inggris, Balotelli justru meninggalkan Inggris dan berlabuh di sana. Sungguh langkah melawan arus.

Sudah begitu, pemain berjuluk Super Mario itu hanya berlabuh di Nice. Dia bukan bergabung dengan klub-klub besar nan keren macam Paris Saint-Germain, Olympique Marseille, Olympique Lyonnais, dan AS Monaco. Musim lalu, seperti juga musim 2012-13, Nice memang finis di posisi ke-4. Namun, sejak kembali promosi pada 2002-03, mereka lebih sering mengakhiri musim di bottom half.

Menilik fakta itu, sangat sah bila ada orang yang menilai karier Balotelli memang sudahlah senja. Kegagalan bersinar dalam dua musim terakhir bersama Liverpool dan AC Milan adalah indikasi nyata. Sampai-sampai, namanya tak ada di skuat timnas Italia saat berlaga di Piala Eropa lalu.

Akhir pekan silam, Balotelli memberikan jawaban lewat aksinya di lapangan. Menghadapi Marseille dalam Mediterranean Derby. Dua golnya membawa Nice menang 3-2. Dia seolah membuktikan kata-kata agennya, Mino Raiola, bahwa hal yang dibutuhkannya hanyalah kesempatan yang tepat.

"Dalam hidup ini tak ada yang terlalu terlambat. Jika berpikir Mario membuat saya putus asa, Anda salah karena kehidupannya telah jauh meningkat. Dia kini hanya butuh kesempatan yang tepat," jelas Raiola, Juli lalu, kepada Corriere dello Sport.

Selain kesempatan tepat, Balotelli juga butuh pelatih yang tepat. Usai laga kontra Marseille, Super Mario mengaku tak nyaman semasa di Liverpool karena faktor pelatih. "Ada dua pelatih, Brendan Rodgers dan Juergen Klopp. Sebagai pribadi, mereka tak berkesan bagus bagiku. Aku tak bisa sejalan dengan mereka," urai dia seperti dikutip The Guardian.

Demi Ballon d'Or

Mario Balotelli
Selebrasi Mario Balotelli setelah menciptakan gol untuk Nice ke gawang Marseille, Minggu (12/9/2016). (AFP)

Demi Ballon d'Or

Tentu saja terlalu dini untuk mengatakan Balotelli akan mewujudkan takdirnya sebagai Super Mario. Laga Mediterranean Derby barulah sebuah permulaan. Tidak selalu semua yang diawali dengan baik juga berakhir gemilang.

Satu hal yang patut dicatat adalah keberanian Balotelli mengambil langkah mundur. Sebelum bergabung dengan Nice, dia menghabiskan sembilan musim di dua kiblat sepak bola, Italia dan Inggris.

Italia adalah kiblat sepak bola dunia pada 1980-an hingga 1990-an. Para pemain terbaik dunia berkumpul di sana. Pada waktu itu, kurang sah seorang pemain menyandang predikat bintang bila belum merumput di Serie-A. Adapun Inggris adalah kiblat masa kini. Rasanya, sekarang ini tak ada pemain yang tak memimpikan berlaga di Premier League.

Langkah mundur itu diambil karena Balotelli masih memiliki mimpi besar dan dia tak bosan merawatnya. Mimpinya adalah merebut FIFA Ballon d'Or yang dalam satu dekade terakhir hanya menjadi jatah Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

"Tidak ada kata terlambat. Saya pikir seharusnya saya sudah meraihnya. Tapi, dengan kerja keras dan berlatih keras, saya masih bisa memenangkannya dalam dua hingga tiga tahun ke depan," papar pemain yang mulai melesat saat membela Internazionale tersebut.

Jadi, bagi Balotelli, Nice adalah satu langkah mundur untuk melompat dua langkah ke depan. Langkah ini menjadi sangat perlu diambil ketika dia gagal mendongkrak performa saat dipinjamkan ke AC Milan pada musim lalu. Padahal, di Milan-lah dia gemilang pada 2013-14 hingga menarik minat Liverpool.

Membela panji Nice di Ligue 1 tak ubahnya penyepian bagi Balotelli. Setidaknya, karena tak lagi berkiprah di liga yang digemari banyak orang akan membuat sorotan terhadapnya agak berkurang. Ini penting untuk membuat dia lebih santai dan fokus terhadap kariernya.

Dua Contoh

Sentuhan Mario Balotelli Bikin Nice Menang
Pemain Nice, Mario Balotelli merayakan golnya saat melawan Olympique de Marseille pada lanjutan Ligue 1 Prancis di "Allianz Riviera" stadium, (12/9/2016) dini hari WIB. Nice menang 3-2. (AFP/ Valery Hache)

Dua Contoh

Balotelli patut optimistis. Tak sedikit orang yang mampu kembali melesat setelah mengambil langkah mundur. Setidaknya, sebut saja Mario Gomez dan Zlatan Ibrahimovic.

Usai membela Bayern Muenchen, karier Gomez sempat menukik tajam bersama Fiorentina. Terutama lantaran cedera. Pelatih timnas Jerman, Joachim Loew, pun mulai menyisihkannya. Salah satunya, dia tak ada di skuat Jerman saat menjuarai Piala Dunia 2014.

Karier Gomez kembali terkerek setelah bergabung dengan Besiktas. Keberhasilan menjadi pencetak gol terbanyak Süper Lig Turki musim 2015-16 membuat dia kembali ke timnas Jerman.

Adapun Ibra membuktikan bahwa Ligue 1 adalah jembatan emas. Tak sedikit orang yang mencibir saat dia bergabung dengan PSG pada 2012. Dia dituding hanya mengincar gaji besar. Tapi, empat musim kemudian, berbekal kegemilangannya selama berkostum PSG, Ibra mendarat di Premier League sebagai penggawa Manchester United dalam umur 34 tahun.

Tidak ada yang tidak mungkin dan tidak ada kata terlambat bagi Balotelli untuk menjemput takdirnya. Apalagi dia masih muda, baru berumur 26 tahun. Hal terpenting baginya adalah memantaskan diri dengan mengeluarkan seluruh potensi yang tersimpan dalam dirinya. Soal kemampuan, dia tak kalah dari Gomez dan Ibra.

Nice pun bukan tempat yang salah. Musim lalu, di klub inilah Hatem Ben Arfa merevitalisasi kariernya hingga kemudian diboyong PSG. Musim ini, upaya Balotelli untuk bangkit bisa lebih terbantu oleh kedatangan dua figur lain, Dante, eks bek tengah Bayern, dan Younes Belhanda, anggota skuat  HSC Montpellier saat juara Ligue 1 musim 2011-12.

Satu hal yang patut dijaga oleh Balotelli adalah fokus terhadap kariernya. Dia tak boleh lagi menghiasi media dengan ulah miringnya di luar lapangan. Untuk hal yang satu ini, pemain yang sempat membela Manchester City tersebut perlu mengikuti Ibra.

Saat diperkenalkan sebagai penggawa anyar PSG pada 2012, superstar Swedia itu berucap, "Kita tak tahu apa yang akan terjadi. Saya saat ini tak berpikir akan pensiun di sini. Hal yang saya pikirkan adalah selalu menang selama berada di sini."

Ibra memegang teguh kata-katanya. Dia membawa PSG berjaya. Bila bisa menapaki jejak serupa, Balotelli sangat mungkin merealisasikan mimpinya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya