Liputan6.com, Jakarta - Ketika ada kesempatan emas, ambillah dan manfaatkan sebaik-baiknya. Sangat mungkin kesempatan emas itu tak akan datang lagi. Kiranya, itu pula yang berada di benak Ousmane Dembele ketika tahu Barcelona menginginkan dirinya untuk mengisi tempat yang ditinggalkan Neymar.
Sudah bukan rahasia, impian terbesar Dembele adalah berkostum Blaugrana. Beraksi di Camp Nou, di bawah tatapan para cules, dan beraksi bersama Lionel Messi adalah harapan utamanya sebagai pesepak bola. Tahun lalu, Mundo Deportivo mengabarkan hal tersebut.
Baca Juga
Menurut Mundo Deportivo, Dembele pada awal 2016 sempat dihubungi sekretaris teknik Blaugrana, Robert Fernandez. Namun, dia menolak dengan halus. "Tidak sekarang karena saya ingin berkembang dan menjadi tokoh utama setiap Minggu. Tapi, suatu hari nanti, saya akan bermain untuk Barcelona," tutur Mundo Deportivo menirukan perkataan pemain berumur yang kala itu berumur 19 tahun tersebut kepada Fernandez.
Sangat jelas bahwa Dembele menginginkan sebuah kepastian tempat di starting line-up. Saat itu, keberadaan trio MSN (Messi-Suarez-Neymar) membuat peluang berada di tim utama sangatlah tipis. Jika bergabung, dia hanya akan jadi back up semata. Jadi, ini jelas bukan peluang emas.
Kini, seiring kepergian Neymar, peluang bersanding dengan Messi dan Suarez terbuka lebar. Memang masih ada Paco Alcacer dan Gerard Deulofeu. Namun, bermodal performa ciamik bersama Borussia Dortmund musim lalu yang berbuah penghargaan rookie terbaik, dia punya peluang besar. Kengototan Blaugrana secara tersirat membuktikan ketidakyakinan terhadap pemain-pemain yang ada untuk mengisi pos Neymar.
Advertisement
Keinginan itu pula yang membutakan Dembele. Entah kenapa, dia pada Kamis silam sengaja tak mengikuti sesi latihan Die Schwarzgelben. Tak ayal, manajemen klub murka. Sanksi pun dijatuhkan. Dembele diasingkan. Dia tak boleh mengikuti latihan dan berada di skuat saat pertandingan. Tadinya, itu hanya berlaku hingga laga pertama Dortmund di DFB Pokal. Namun, setelah itu, sanksi dilanjutkan hingga batas waktu yang tak ditentukan.
Dembele kini tersandera. Nasibnya sama dengan Virgil van Dijk di Southampton. Seperti Dembele, Van Dijk dibuai impian bergabung dengan klub besar, Liverpool. Dia bahkan secara resmi telah mengajukan permohonan untuk dijual. Namun, manajemen The Saints tak mau mengabulkan hal tersebut.
Antara Hak dan Kewajiban
Dari sudut pandang pemain, adalah hak asasi untuk menentukan nasib sendiri. Bila merasa sudah tak kerasan karena berbagai alasan, siapa pun berhak untuk pindah ke klub lain. Klub tak bisa mengekang karena para pemain bukanlah budak yang tak boleh berkehendak.
Akan tetapi, patut pula diingat, para pemain pun terikat kontrak dengan klub. Mereka harus menghormati itu. Bila tak ada klausul khusus, pemain tak bisa seenaknya hengkang ke klub lain kapan saja dan seenak udelnya. Biasanya, sesuai aturan yang berlaku, pemain bisa bernegosiasi langsung dengan klub lain saat kontraknya bersisa enam bulan.
Nah, Dembele dan Van Dijk masih terikat kontrak jangka panjang. Dembele baru menyelesaikan tahun pertama dari total lima tahun kontraknya. Adapun Van Dijk baru memperpanjang kontrak hingga 2022 pada musim lalu. Sudah begitu, di kontrak keduanya tak ada klausul pelepasan. Artinya, mereka tidak bisa meniru Neymar yang hijrah ke PSG.
Neymar jelas-jelas memiliki klausul pelepasan yang diset 200 juta euro pada musim lalu, namun naik jadi 222 juta euro pada tahun kedua, dan jadi 250 juta euro memasuki tahun ketiga. Meskipun terikat untuk jangka panjang, bila ada klub yang sanggup membayar klausul pelepasan itu dan Neymar setuju, kontrak bisa diputus di tengah jalan.
Nah, bagi pemain-pemain yang tak memiliki klausul serupa, keinginan hengkang hanya bisa terwujud bila tercapai kesepakatan harga antara klub pemilik dan peminat. Inilah yang hingga sekarang belum terjadi. Southampton dan Dortmund sama-sama mengaku belum menerima tawaran resmi untuk sang pemain.
Berdasarkan kabar yang dilansir berbagai media, The Saints dan Die Schwarzgelben sebenarnya sudah memasang banderol pasti. Harga Van Dijk dipatok 60 juta pounds oleh Southampton, sementara Dembele diganduli banderol 100 juta euro plus bonus 30 juta euro oleh Dortmund.
Dalam pandangan Uli Hoeness, Presiden Bayern Muenchen, posisi klub pemilik justru sangat kuat dalam kasus seperti ini. Menurut dia, pemain dalam posisi lemah. Bila tak tercapai kesepakatan harga, pemain harus kembali bergabung dengan tim saat bursa transfer ditutup. Bila tidak, sudah barang tentu sang pemain bisa dituntut secara hukum oleh klub.
Advertisement
Teladan Schweinsteiger
Kisah pemain lain yang tersandera adalah Diego Costa di Chelsea. Bedanya, dia memang tak lagi diinginkan oleh manajer Antonio Conte. Alhasil, sejak pramusim, dia tak lagi diikutsertakan ke dalam skuat The Blues.
Merasa dizalimi, Costa berontak. Dia hanya mau ditransfer ke klub lamanya, Atletico Madrid, dan tak mau kembali ke Cobham bila hanya disuruh bergabung dengan tim cadangan. Secara frontal, dia pun menghujat Conte yang dinilai memperlakukannya bak seorang penjahat.
Sikap Costa bisa dibenarkan. Namun, sesungguhnya dia menyendera diri sendiri dengan sikap kerasnya. Bagaimanapun, tidak mungkin dia kembali ke Vicente Calderon pada saat ini. Atletico masih menjalani blokade transfer. Dia hanya bisa pergi pada Januari.
Andai saja striker timnas Spanyol itu mau berkompromi, nasibnya tak terkatung-katung. Dia seharusnya mengikuti langkah Carlos Bacca yang dipinggirkan Vincenzo Montella di AC Milan. Sempat berkeras hanya ingin kembali ke Sevilla, pemain asal Kolombia itu akhirnya mendarat di Villarreal.
Sikap yang jauh lebih pantas diteladani tentu saja Bastian Schweinsteiger di Manchester United musim lalu. Diparkir Jose Mourinho tanpa alasan yang jelas, Basti tak lantas marah-marah. Dia tetap menghormati sang manajer dan tak henti memberikan dukungan bagi rekan-rekan seklubnya.
Basti, melalui akun media sosialnya, selalu menjadi yang terdepan memberikan ucapan selamat setiap kali Red Devils menang. Saat diminta berlatih dengan tim cadangan, dia juga mematuhinya. Tak heran bila para fans Man. United menaruh hormat kepadanya. Tak sedikit yang patah hati ketika akhirnya dia bergabung dengan Chicago Fire.
Sebagai manusia biasa, rasanya Schweinsteiger pasti dongkol atas perlakuan Mourinho. Namun, dia menunjukkan profesionalismenya dengan menghormati kontrak. Lagi pula, selama masih jadi bagian keluarga, tentu tak elok bila justru memperkeruh suasana. Toh, pada akhirnya, dia dan Man. United bisa menemukan solusi yang sama-sama menguntungkan.
*Penulis adalah jurnalis dan pengamat sepak bola. Tanggapi kolom ini @seppginz.