Jakarta Valentino Rossi memang sudah dilahirkan menjadi bintang. Sejak usia yang sangat muda, dia sudah mulai disukai fans berkat penampilannya di kelas 125 cc tahun 1997.
Musim 1997 adalah tahun kedua karier sang pembalap di kelas 125 cc. Pada tahun tersebut, ia direkrut tim papan atas Nastro Azzurro Aprilia.
Baca Juga
Hokky Caraka dilarikan ke IGD usai Bela Timnas Indonesia vs Filipina di Piala AFF 2024, Pipi Luka Dalam higga Badan Menggigil
Karena Efek Nataru, Timnas Vietnam Harus Berangkat Dalam Dua Kelompok usai Leg Pertama Semifinal Piala AFF 2024
Sejarah Buruk Juara Bertahan Premier League: Man City Bukan yang Mengalaminya Pertama Kali
Valentino Rossi, 18 tahun, benar-benar 'meledak' saat itu. Dia memenangkan sebelas lomba dari total 15 putaran dan mengemas 321 poin.
Advertisement
Salah satu podium pertama yang diraihnya adalah ketika jadi terbaik pada balapan di Sirkuit Sentul, Bogtor.
Pada akhir musim, The Doctor-begitu Rossi dijuluki menjadi juara dunia dengan keunggulan 83 poin dari runner-up Noboru Ueda.
Pada tahun ini, Rossi juga mulai dikenal sebagai pembalap yang tidak hanya jago di lintasan, tapi juga disukai fans.
Gayanya ketika melakukan selebrasi memang berbeda dengan pembalap lain. Salah satunya, ia kerap menggunakan pakaian Robin Hood.
Berkat gimmick inilah, sosok Valentino Rossi dikenal seantero dunia dan turut mengangkat nama Kejuaraan Dunia Balap Motor, khususnya MotoGP sampai sekarang.
Saksikan Video Pilihan Kami:
Sulit Diatur
Namun siapa sangka, di balik musim cemerlang Valentino Rossi di kelas 125 cc tahun 1997, ada sedikit cerita negatif mengenai pembalap asal Italia.
Darah muda dikombinasikan ketenaran, ternyata membuat Rossi sulit diatur. Bahkan oleh timnya sendiri saat itu. Hal ini diceritakan Carlo Pernat, yang pada tahun 1997 memegang semua aktivitas olahraga tim Nastro Azzurro Aprilia.
"Personalitas seorang Rossi dan prestasinya di trek tentu sebuah kesempatan tim saat itu untuk mengangkat image di depan publik," kata Pernat dalam sebuah wawancara dengan situs gpone.com.
"Tapi pada level perusahaan, karakternya sulit dikendalikan. Dia tidak suka mengikuti peraturan. Dia hanya ingin bersenang-senang sesuai kehendaknya," lanjutnya.
Tentu saja, seiring waktu berlalu, sikap seorang Rossi berubah. Dia menjadi sosok bintang yang sebenarnya dengan titel juara dunia sebanyak sembilan kali saat ini.
Disadur dari Bola.com (Hendry Wibowo,published 18/3/2020)
Advertisement