Liputan6.com, Jakarta - Kasus Covid-19 di Indonesia masih menunjukkan penambahan. Senin, 12 September 2022, penambahan kasus positif sebanyak 1.848. Jumlah itu menambah akumulasi kasus positif menjadi 6.394.340.
Penambahan kasus sembuh hari ini lebih banyak dibandingkan yang positif. Tercatat 3.465 orang sembuh dari Covid-19 sehingga akumulasinya menjadi 6.204.241.
Baca Juga
Namun, penambahan juga masih terjadi untuk kasus meninggal dunia. Sebanyak 17 orang meninggal sehingga akumulasinya menjadi 157.787.
Advertisement
Untuk kasus aktif menurun sebanyak 1.634 sehingga totalnya menjadi 32.312. Data juga menunjukkan jumlah spesimen sebanyak 63.871 dan suspek 3.067.
Sementara itu, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, serta Jawa Tengah menjadi lima provinsi dengan penambahan kasus Covid-19 baru terbanyak. DKI Jakarta melaporkan 753 kasus baru dan 1.350 pasien sembuh.
Jawa Barat menyusul dengan 321 kasus positif baru dan 602 orang sembuh. Diikuti Banten dengan 236 kasus positif baru dan dan 280 orang telah sembuh.
Sedangkan Jawa Timur 162 kasus konfirmasi baru dan 242 orang telah sembuh. Jawa Tengah 117 kasus baru dan 118 orang dinyatakan sembuh.
Provinsi lainnya menunjukkan penambahan kasus di angka satuan hingga puluhan. Sementara Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Maluku tidak ada penambahan kasus baru.
Perkuat sistem kesehatan
Pandemi yang masih berlangsung membuat berbagai pihak memutar otak untuk kembali pulih dari masa krisis.Salah satu upaya yang dianggap penting untuk memulihkan dan memperkuat sistem kesehatan di Indonesia adalah dengan transformasi layanan kesehatan primer.
Pandangan itu dikemukakan Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro. Menurut Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) itu, perlu ada reformasi mendasar di bidang kepemimpinan serta tata kelola, kebijakan publik, model layanan, jaminan kesehatan, dan sumber daya manusia (SDM) kesehatan.
Hal ini agar layanan kesehatan primer bisa mewujudkan akses kesehatan untuk semua masyarakat. "Layanan kesehatan primer, dengan Puskesmas sebagai ujung tombaknya, seharusnya menjadi fondasi kesehatan masyarakat Indonesia,” kata Satryo.
Puskesmas sebagai layanan kesehatan pertama karena posisinya paling dekat dengan masyarakat. Hal tersebut memungkinkannya menyediakan akses kesehatan esensial yang terjangkau dengan prinsip praktis, ilmiah, dan dapat diterima secara universal.
Akan tetapi, banyak negara, seperti Indonesia, masih belum memiliki fundamental layanan kesehatan primer yang kuat. Misalnya, skema anggaran kesehatan masyarakat belum menunjukkan prioritas pada layanan kesehatan primer.
Data National Health Account 2019 lalu menunjukkan anggaran untuk rumah sakit sebesar 55,7 persen dari total belanja kesehatan. Sedangkan total anggaran untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama–contohnya puskesmas, praktik dokter, dan klinik pratama–hanya 23,7 persen.
Maka dari itu, AIPI memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem kesehatan Indonesia. Rekomendasi ini dituangkan dalam kajian Foresight untuk Menata Masa Depan Layanan Kesehatan Primer. Ini telah diserahkan ke Kementerian Kesehatan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, pada 8 September 2022.
Advertisement
Belum dapat posisi signifikan
Dalam keterangan yang sama, Pendiri Organisasi non-profit Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives atau CISDI Diah Saminarsih menjelaskan metode penelitian foresight lebih jauh.
"Ada beberapa tahapan yang kami lakukan, yaitu memahami situasi layanan kesehatan primer melalui pemetaan percakapan publik, mendengarkan pandangan ahli, memahami pandangan di luar kesehatan, hingga mengamati percakapan publik dan gerak pemerintah," paparnya.
Penelitian, menemukan layanan kesehatan primer masih belum mendapat posisi signifikan dalam sistem kesehatan nasional. Ini tercermin dari pemindaian tim peneliti terhadap media berita dalam jaringan (daring) dan media sosial Twitter.
"Sangat sedikit aktor yang memberikan cuitan yang berhubungan dengan layanan kesehatan primer. Sebagai contoh pindaian kami di Twitter dari 2009-2021 lalu, hanya menemukan 1,5 juta cuitan terkait layanan kesehatan primer," ujar Diah.
"Padahal ada 6,8 juta cuitan mengenai rumah sakit. Hilangnya perspektif dan tidak tertangkapnya aspirasi publik ini berdampak pada stagnannya kebijakan layanan kesehatan primer selama bertahun-tahun," pungkasnya.