Liputan6.com, Jakarta - Jelang partisipasi di Piala AFF 2024, sejarah gelap tetap membayangi Timnas Indonesia. Bagaimana tidak, Garuda pernah terlibat skandal besar di ajang tersebut. Â
Piala AFF 2007 menjadi salah satu momen paling suram dalam sejarah Merah Putih. Keberadaan Indonesia di turnamen ini tidak hanya gagal mencapai semifinal, tetapi juga terhenti di fase grup, yang mengecewakan banyak penggemar.
Baca Juga
Erick Thohir Bahas Pengalaman Patrick Kluivert dengan Melihat Karier Zidane di Real Madrid sebagai Perbandingan
DPR: PSSI Harus Bisa Buktikan Pelatih Baru Lebih Berprestasi dari Shin Tae-yong
Patrick Kluivert Diharapkan Bisa Bawa Timnas Indonesia Langsung ke Piala Dunia 2026, Bung Yuke: Berjuanglah di sana!
Dipimpin oleh pelatih asal Inggris, Peter White, Indonesia tergabung dalam Grup B bersama Singapura, Vietnam, dan Laos. Awal kompetisi dimulai dengan baik, di mana Skuad Garuda berhasil mengalahkan Laos dengan skor 3-1. Dua gol dicetak oleh Atep, ditambah satu gol dari Saktiawan Sinaga.
Advertisement
Di pertandingan kedua, Indonesia berhadapan dengan Vietnam. Dalam laga tersebut, Indonesia hampir mengalami kekalahan, namun Saktiawan Sinaga berhasil menyamakan kedudukan menjadi 1-1 dengan golnya di menit terakhir pertandingan.
Sayangnya, di laga terakhir melawan Singapura, timnas Indonesia kembali harus puas dengan hasil imbang 2-2. Hasil ini membuat Indonesia tersingkir dari kompetisi karena kalah dalam produktivitas gol dibandingkan Singapura dan Vietnam. Singapura sebelumnya meraih kemenangan telak 11-0 atas Laos, sementara Vietnam juga mencatatkan kemenangan besar 9-0 melawan tim yang sama.
Performa Indonesia di Piala AFF 2007 sangat kontras dengan pencapaian mereka di Piala AFF 2004. Pada tahun tersebut, di bawah arahan Peter White, Indonesia berhasil melaju hingga final meskipun akhirnya harus mengakui keunggulan Singapura.
Akibat hasil buruk tersebut, Peter White menjadi sasaran kritik. Setelah kegagalan ini, posisi kepelatihan Indonesia diambil alih oleh pelatih asal Bulgaria, Ivan Kolev, yang diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi tim.
Piala AFF 2007 menjadi pelajaran berharga bagi Timnas Indonesia untuk memperbaiki diri di masa mendatang, dengan harapan untuk kembali bersaing di level tertinggi sepak bola Asia Tenggara.
Sepak Bola Gajah 1998
Piala AFF, yang dulunya dikenal sebagai Piala Tiger, pertama kali digelar pada tahun 1996. Dalam edisi keduanya pada tahun 1998, Indonesia mengalami momen yang penuh kenangan, baik manis maupun pahit. Pada turnamen yang berlangsung di Vietnam itu, Timnas Indonesia tergabung dalam Grup A bersama Thailand, Myanmar, dan Filipina.
Pencapaian Indonesia di Piala AFF 1998 cukup mengesankan. Di bawah kepemimpinan pelatih Rusdy Bahalwan, Timnas berhasil meraih posisi ketiga setelah mengalahkan Thailand dalam adu penalti dengan skor 5-4 di babak semifinal. Lima pemain, yaitu Uston Nawawi, Bima Sakti, Yusuf Ekodono, Kuncoro, dan Imam Riyadi, memainkan peranan penting dengan sukses mengeksekusi penalti tanpa kesalahan.
Walaupun pencapaian di semifinal patut diapresiasi, nama besar Timnas Indonesia tercoreng oleh tuduhan "sepak bola gajah" saat menghadapi Thailand dalam perebutan status juara grup. Pertandingan yang berlangsung di Stadion Thong Nhat, Ho Chi Minh City, menunjukkan tempo yang lambat. Skor 2-2 hampir bertahan hingga akhir pertandingan, namun Thailand berhasil mencetak gol tambahan dan menutup laga dengan kemenangan 3-2. Gol bunuh diri yang dilakukan Mursyid Efendi menjadi titik balik yang tidak diinginkan.
Belakangan, terungkap bahwa Indonesia sengaja kalah untuk menghindari pertemuan dengan Vietnam di semifinal. Keputusan ini menciptakan stigma yang sulit dihilangkan, dan meskipun peristiwa tersebut sudah berlalu, aib ini terus membayangi setiap kali Piala AFF digelar. Kisah ini menjadi pengingat akan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi oleh Timnas Indonesia di pentas sepak bola internasional.
Advertisement
Rapor Buruk 2012 dan 2014, Efek Dualisme Kompetisi dan PSSI
Timnas Indonesia mengalami masa-masa sulit dalam perjalanan Piala AFF pada tahun 2012 dan 2014. Setelah mencapai final yang mengesankan pada tahun 2010, performa Tim Garuda merosot drastis di dua edisi berikutnya. Keterpurukan ini tidak terlepas dari dualisme kepengurusan PSSI yang tengah berlangsung, di mana persaingan kekuasaan antara PSSI dan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) berdampak signifikan terhadap performa tim nasional.
Situasi ini diperparah oleh adanya dualisme kompetisi, yang membatasi pemain-pemain yang dapat dipanggil ke Timnas Indonesia hanya dari klub-klub yang berpartisipasi dalam liga yang diakui oleh PSSI. Liga-liga lain dianggap sebagai liga yang terpisah, sehingga pemain dari kompetisi tersebut tidak dapat memperkuat Timnas.
Pada Piala AFF 2012, di bawah arahan pelatih Nilmaizar, Timnas Indonesia hanya berhasil meraih satu kemenangan di fase grup. Kemenangan tersebut diperoleh dengan skor 1-0 atas Singapura berkat gol tunggal Andik Vermansah. Dalam dua pertandingan lainnya, Tim Garuda bermain imbang 2-2 melawan Laos dan mengalami kekalahan 0-2 dari Malaysia. Akibat hasil tersebut, Timnas Indonesia menempati posisi ketiga di Grup B dengan total empat poin, tertinggal dua poin dari Singapura dan Malaysia yang melaju ke semifinal.
Pada tahun 2014, Alfred Riedl, yang sebelumnya membawa Timnas Indonesia ke final Piala AFF 2010, kembali ditunjuk sebagai pelatih. Sayangnya, performa Tim Garuda tidak menunjukkan perbaikan. Timnas Indonesia diawali dengan hasil imbang 2-2 melawan Vietnam pada pertandingan pertama di Grup A. Di laga kedua, mereka mengalami kekalahan telak 0-4 dari Filipina. Meskipun berhasil meraih kemenangan 5-1 atas Laos, yang menjadi debut Evan Dimas di level senior, hal itu tidak cukup untuk menyelamatkan Tim Garuda. Dengan total empat poin dari tiga pertandingan, Timnas Indonesia kalah bersaing dengan Vietnam yang mengumpulkan tujuh poin dan Filipina dengan enam poin dari dua kemenangan.
Setelah periode sulit ini, Timnas Indonesia mengalami pembekuan dari FIFA, yang membuat mereka tidak dapat bersaing di level internasional. Pembekuan tersebut dicabut pada pertengahan 2016, dan Alfred Riedl kembali memimpin tim dalam keterbatasan pemain, berhasil membawa Timnas Indonesia melaju hingga final Piala AFF 2016.
Menjelang Piala AFF 2024, diharapkan Timnas Indonesia dapat terhindar dari kesialan dan keterpurukan yang pernah dialami. Semoga Tim Garuda tampil sebagai tim terkuat dan mengakhiri penantian panjang untuk meraih gelar juara. Amin.