Liputan6.com, Jakarta - Retorika juga kritik pada pihak lawan jamak dimunculkan dalam kontestasi politik, tak terkecuali dalam Pilpres 2019. Itu juga yang berpotensi muncul dalam momentum debat perdana pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga pada Kamis malam, 17 Januari 2018.
Ada empat tema dalam debat pertama yakni, penegakan hukum, HAM, pemberantasan korupsi, dan penanganan terorisme. Masing-masing pasangan telah menyiapkan amunisi, termasuk data yang mendukung argumennya.
Baca Juga
Debat diyakini penting untuk mengubah persepsi publik. Memang tak cukup kuat untuk menggoyahkan loyalitas para pemilih fanatik, namun setidaknya bisa menarik hati dan suara 14,6 persen pemilih mengambang (swing voter) dan 14,1 persen pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voter) -- data tersebut berdasarkan survei terbaru Charta Politica yang dilakukan pada 22 Desember 2018 hingga 2 Januari 2019.
Advertisement
Tim Cek Fakta Liputan6.com berupaya melakukan cek fakta (fact-checking) debat perdana pasangan cawapres Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi.
Tanpa bermaksud menghakimi, Cek Fakta Liputan6.com berniat menyajikan data alternatif terkait sejumlah hal yang disampaikan masing-masing calon berikut ini:
1. Prabowo Sebut Penegakan Hukum Era Jokowi Berat Sebelah
Calon Presiden Prabowo Subianto menyinggung soal penegakan hukum di era pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi.
"Kami ingin bertanya, Pak Jokowi sudah memerintah selama empat tahun lebih, yang kita temukan bahwa aparat berat sebelah. Kalau ada kepala daerah dan gubernur-gubernur yang mendukung paslon 01 tidak ditangkap. Sekarang ada kades yang mendukung kami, ditangkap. Padahal kebebasan menyatakan pendapat dijamin oleh Undang-Undang Dasar," kata Prabowo dalam sesi pertama, Kamis malam 17 Januari 2019.
Sementara, Jokowi membantah apa yang dikatakan Prabowo.
"Jangan menuduh seperti itu, Pak Prabowo. Karena kita ini adalah negara hukum, ada mekanisme hukum. Kalau ada bukti sampaikan saja ke aparat hukum," kata dia.
"Kita sering grusa-grusu, misalnya jurkam Pak Prabowo katanya dianiaya, mukanya babak belur, kemudian konferensi pers bersama, ternyata operasi plastik. Kalau ada bukti-bukti silakan disampaikan, nanti akan saya perintahkan aparat untuk memproses."
Penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, Pengadilan Negeri Mojokerto pada 13 Desember 2018 lalu memvonis Kepala Desa Sampangagung Suhartono alias Nono dengan pidana penjara dua bulan dan denda Rp 6 juta subsider pidana kurungan satu bulan.
Nono jadi terpidana kasus pidana pemilu karena terbukti membagikan uang dan mengerahkan massa saat menyambut kedatangan calon wakil presiden Sandiaga Uno yang melewati Desa Sampangagung saat perjalanan menuju kawasan wisata air panas Padusan, Desa/Kecamatan Pacet, Mojokerto, 21 Oktober 2018 lalu.
Nono diputus bersalah dan melanggar Pasal 490 juncto pasal 282 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Saya bertanggung jawab atas apa yang saya perbuat, minta doanya saja," kata Nono saat keluar dari kantor kejaksaan seperti dikutip dari Tempo.co.
Aturan
Terkait hak kepala daerah berkampanye diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam aturan tersebut mewajibkan kepala daerah untuk cuti apabila ingin ikut kampanye.
Sementara, yang menjerat Suhartono adalah Pasal 490 juncto pasal 282 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Bunyinya:
Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Advertisement
2. Sandiaga: Pak Najib, Nelayan Pasir Putih, Cilamaya, Karawang Korban Persekusi
Sandiaga Uno menyebut nama seorang nelayan yang diduga menjadi korban persekusi. Namanya adalah Pak Najib, nelayan Pasir Putih, Cilamaya, Karawang.
"Pak Najib, nelayan Pasir Putih, Cilamaya, Karawang, mengambil pasir mengambil mangrove. Namun, dipersekusi. Kasus besar naik, tapi kasus wong cilik dibiarkan," kata Sandiaga dalam debat capres dan cawapres, Kamis (17/1/2019).
Tim Cek Fakta Liputan6.com menemukan rilis dari Media Center Prabowo Sandi bertanggal 3 Januari 2019. Isinya terkait kunjungan Sandiaga Uno di desa nelayan Pasir Putih, Cilamaya, Karawang, Jawa Barat.
Dalam rilis tersebut disebut nama Pak Najib. Namun tak disebutkan yang bersangkutan menjadi korban persekusi. Berikut isi rilis tersebut:
Di TPI Pasir Putih, Sandiaga Uno Akan Fokus Pada Kesejahteraan Nelayan
Karawang —Para nelayan dan masyarakat Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pasir Putih Cilamaya Karawang curhat kepada Sandiaga Salahuddin Uno soal selama tiga tahun terakhir tidak pernah mendapatkan bantuan, baik alat menangkap ikan maupun permodalan. Menurut salah seorang nelayan Anas, perlu ada pemberdayaan bagi Nelayan yang penghasilannya tidak menentu dan bergantung pada musim.
“Kami tidak penah mendapatkan bantuan selama tiga tahun ini. Baik alat - alat penangkapan ikan seperti jaring atau permodalan. Kami harap jika bapak terpilih bisa memperbaiki nasib nelayan di Pasir Putih ini,” kata Anas.
Hal senada diungkapkan Najibullah. Dia ingin pasir putih menjadi tempat tujuan wisata. Ini bisa menjadi sumber pendapatan pengganti untuk masyarakat nelayan di Cilamaya. Najib mengaku menanam mangrove atau pohon bakau di pesisir pantai agar tercipta lingkungan yang asri sekaligus menjadi benteng alam menghindari abrasi.
“Ini hutan mangrove, masyarakat cari sendiri, beli sendiri, nanam sendiri. Tidak ada bantuan sama sekali sejak tiga tahun lalu Pak. Sekarang ada aturan baru, dilarang menanam sampai ke tengah. Bagaimana solusinya Pak,” ucap Najib.
Calon wakil presiden nomor urut 02 ini mengaku akan fokus pada untuk menggerakkan ekonomi masyarakat. Ekonomi yang berpihak kepada pengusaha kecil dan menengah.
“Pak Najib dan Pak Anas, In Shaa Allah jika terpilih, kami akan fokus untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dialami masyarakat nelayan di pasir Putih dan masyarakat nelayan lainnya. Keluhannya semua sama, pemerintah tidak hadir dalam membantu kesulitan rakyatnya. Prabowo Sandi akan fokus untuk itu. Penciptaan dan penyediaan lapangan kerja, juga harga-harya kebutuhan pokok yang stabil serta terjangkau,” terangnya.
Ratusan masyarakat sekitar antusias menyambut kehadiran mantan wakil gubermur DKI ini. Tidak hanya nelayan yang hadir. Tapi juga perwakilan desa Sukajaya, Pasirjaya, Sukerta, Rowagempol, Pasir Ruken, Kosambilempeng, Muara baru, Rowagempol Wetan, Suka Mulya, Bayur Elor dan Bayur kidul.
Dalam kesempatan itu, Sandi memberikan paket visi misi untuk para perwakilan desa yang menjadi ujing tombak untuk menyampaikan pesan program Prabowo Sandi.
Dalam artikel Viva.co.id, seorang bernama Najib mengeluhkan soal bantuan mangrove.
"Ini hutan mangrove, masyarakat cari sendiri, beli sendiri, nanam sendiri. Tidak ada bantuan sama sekali sejak tiga tahun lalu pak. Sekarang ada aturan baru, dilarang menanam sampai ke tengah. Bagaimana solusinya, Pak," ujar Najib.
3. Prabowo Sebut Gaji Gubernur Rp 8 Juta
Calon presiden Prabowo Subianto menyinggung soal keluhkan gaji gubernur dan kepala daerah di Indonesia.
"Kalau kami menilai, perlu ada langkah-langkah yang konkrit dan praktis, bagaimana bisa gubernur gajinya Rp 8 juta. Bagaimana bisa misalnya, Gubernur Jawa Tengah gajinya sebesar itu tapi mengelola daerah yang lebih besar dari Malaysia," kata dia dalam debat pilpres, Kamis (17/1/2019).
Namun, calon presiden petahana Jokowi tak sepakat. "Saya tidak setuju, kita tahu gaji ASN kita sudah cukup dan tunjangan sudah cukup baik," kata dia.
"Yang terpenting saat ini, perampingan birokrasi, melalui merit system. Mutasi sesuai kompetensi, sesuai dengan rekam jejak, juga pengawasan internal yang kuat. Dan juga tentu saja pengawasan eksternal baik dari masyarakat, baik dari media, baik dari Komisi ASN, bagi perbaikan birokrasi yang bersih," kata Jokowi.
Soal gaji gubernur Rp 8 juta sebelumnya pernah disampaikan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi.
"Saya seharusnya mau meninggalkan jabatan Pangkostrad saya itu tahun 2020, tapi karena saya tau kalau lama di sana saya bakalan makin pusing. Dan saya mau balik ke Sumut dan membenahi semuanya, agar berubah menjadi lebih baik lagi. Dan baru tau saya kalau gaji jadi Gubernur itu ternyata hanya 8 juta, dan teman saya di Jakarta pun juga baru tau ternyata gaji hanya 8 juta," kata dia seperti dikutip dari tribunnews.com.
Benarkah gaji Gubernur hanya Rp 8 juta?
Menurut penelusuran Liputan6.com, menurut Keputusan Presiden RI No. 86 tahun 2001 menyebutkan besarnya tunjangan jabatan Kepala Daerah Provinsi adalah sebesar Rp 5,4 juta, lalu ada gaji gubernur sebesar Rp 3 juta sesuai Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. Totalnya menjadi Rp 8,4 juta.
Akan tetapi, Prabowo tidak menyebutkan tunjangan operasional. Tunjangan operasional seorang gubernur mendapat tambahan dari PP Nomor 109 tahun 2000, yakni 0,12-0,15 dari Pendapatan Asli Daerah.
Berdasarkan data resmi pemprov Jateng, PAD Jawa Tengah per 2017 mencapai Rp 12,5 triliun, sehingga jika dikalkulasikan tunjangan operasional gubernur sekitar Rp 15 miliar hingga Rp 18,75 miliar.
Sementara pada 2019 ini, PAD yang diterima sudah mencapai Rp 438 miliar, padahal ini masih awal tahun.
Dari angka sampai hari ini, kisaran 0,12 persen - 0,15 persen dari angka tersebut relatif besar, minimal tunjangan operasional gubernur mencapai Rp 525 juta pada 0,12 persen hingga Rp 657 juta pada 0,15 persen.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sendiri sanksi mengenai menambah gaji untuk menekan korupsi.
"Menurutmu apa gaji besar akan menekan korupsi? - (dilarang nyinyir & hrs konstruktif)," ucap Ganjar dalam Twitternya.
Menurutmu apa gaji besar akan menekan korupsi? - (dilarang nyinyir & hrs konstruktif)
— Ganjar Pranowo (@ganjarpranowo) 17 Januari 2019
Advertisement
4. Benarkah Luas Jawa Tengah Lebih Besar dari Malaysia?
Saat menyinggung soal gaji gubernur, calon presiden Prabowo Subianto sempat menyebut kata 'Jawa Tengah' dan Malaysia.
"Kalau kami menilai, perlu ada langkah-langkah yang konkrit dan praktis, bagaimana bisa gubernur gajinya Rp 8 juta. Bagaimana bisa misalnya, Gubernur Jawa Tengah, gajinya sebesar itu, tapi mengelola daerah yang lebih besar dari Malaysia," kata dia dalam debat pilpres, Kamis (17/1/2019).
Benarkah Jawa Tengah lebih besar dari Malaysia?
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, luas wilayah Jateng pada tahun 2017 adalah 32.544,12 kilometer persegi.
Lalu, berapa luas Malaysia?
Berdasarkan data CIA, luas wilayah Malaysia adalah 329.847 kilometer persegi, yang terdiri atas:
Darat: 328.657 kilometer persegi
Perairan: 1.190 kilometer persegi
Sementara berdasarkan data Bank Dunia atau World Bank adalah 328.550 kilometer persegi.
5. Jokowi Sebut Keterwakilan Perempuan Kurang di Gerindra
Dalam debat perdana pada Kamis 17 Januari 2019, calon presiden petahana Jokowi menyinggung soal isu gender.
Jokowi mempertanyakan terkait perspektif gender dalam Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo Subianto.
"Setiap kebijakan akan berperspektif gender dan perempuan akan memprioritaskan perempuan, tapi dalam struktur kepengurusan partai, Ketua Dewan Pakar, Sekjen, Bendaraha, semuanya laki-laki. Bagaimana Bapak menjawab inkonsistensi ini?," tanya Jokowi kepada Prabowo.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Prabowo menjawab, "Tentunya kita memilih dan menunjuk siapa yang paling pertama dan mau muncul, tapi yang di eselon-eselon, wakil ketua umum, kita punya Rachmawati (Soekarnoputri). Beliau bertanggung jawab soal ideologi. Kita punya sayap partai Perempuan Indonesia Raya dan kita punya susunan caleg yang terbanyak. Kalau tidak salah mewajibkan 30 persen, tapi kita mendekati 40 persen. Kami mengakui ini suatu perjuangan, kami belum puas, tapi kami membuka peluang untuk emak-emak dan perempuan bergerak."
Berdasarkan pantauan tim Cek Fakta Liputan6.com dalam struktur organisasi Partai Gerindra, jabatan ketua dewan pembina, ketua dewan penasihat, ketua dewan pakar, ketua umum, ketua harian, wakil ketua harian -- yang ada dalam struktur teratas -- memang diduduki pria.
Namun, sejumlah wakil ketua umum bidang diduduki perempuan. Misalnya, Wakil Ketua Umum Bidang Koperasi, UMKM, dan Ekonomi Kreatif adalah Marwah Daud Ibrahim dan Wakil Ketua Umum Bidang Ideologi, Rahmawati Soekarno Putri.
Advertisement
6. Jokowi Pertanyakan Caleg Eks-Koruptor di Partai Gerindra
Dalam sesi debat yang membahas soal pemberantasan korupsi, calon presiden Jokowi mengajukan pertanyaan ke kubu lawan.
"Kita tahu, korupsi adalah kejahatan yang luar biasa, bahkan Pak Prabowo mengatakan korupsi sudah stadium empat. Tapi menurut ICW, di partai bapak ada caleg koruptor. Yang saya tahu, caleg yang akan maju, yang tanda tangan ketua umumnya," tanya Jokowi pada Prabowo.
Merespons pertanyaan tersebut, Prabowo mengaku belum mendapatkan laporan soal data ICW.
"Saya belum dapat laporan itu. Kalau ada bukti, laporkan kepada kami. Ada juga kadang-kadang ya, tuduhan-tuduhan korupsi, menerima THR, semuanya lintas partai. Kalau kita cek di kejaksaan, boleh kita bandingkan, berapa yang menunggu masuk KPK. Jangan lah kita saling menuduh partai kita masing-masing, saya jamin Partai Gerindra tidak korupsi. Kalau ada kader saya yang korupsi, saya yang akan masukan sendiri ke penjara. Gerindra antikorupsi," kata Prabowo.
Jokowi kembali menyinggung isu serupa saat memberikan tanggapan. "Maksud saya mantan napi korupsi, yang Bapak calonkan sebagai caleg. Ada enam kalau tidak salah yang Bapak calonkan, dan yang tanda tangan sebagai calegnya. Jadi saya tidak menuduh," kata Jokowi.
Prabowo menanggapi, "Mantan korupsi, saya kira saya pelajari. Kita umumkan saja ke rakyat, kalau tidak mau pilih ya tidak usah pilih. Yang jelas kalau kasus sudah diproses, dan hukum masih mengizinkan, dan mungkin korupsinya tidak seberapa, dan masih dipercaya masyarakat, ya silakan," jawab Prabowo.
Penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, berdasarkan data yang diungkap dalam akun Twitter ICW, memang ada enam mantan napi kasus korupsi yang dicalonkan Partai Gerindra.
40 caleg MANTAN NAPI KORUPSI yang sedang berlaga mendapatkan bangku wakil rakyat.Catat ya tweeps! #koruptorkoknyaleg pic.twitter.com/F3Qr8p8CuT
— ICW (@antikorupsi) 4 Januari 2019
Mereka adalah Mohamad (Dapil DKI 3), Herry Jones Kere (Dapil Sulut), Husen Kausaha, (Dapil Malut), Al Hajar Syahyan (DPRD Kabupaten Tanggamus 4), Ferizal (DPRD Kabupaten Belitung Timur), Mirhammuddin (DPRD Kabupaten Belitung Timur).
Total, ICW merilis data napi eks-koruptor dari 10 partai politik dan calon DPD. Total ada 40 orang.