Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto mempertanyakan jumlah amunisi yang dimiliki TNIÂ untuk saat ini.
Hal ini disampaikan Prabowo saat debat capres keempat yang digelar di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019) malam.
Baca Juga
Pernyataan Prabowo tersebut dilontarkan saat menjawab capres nomor urut 01 tentang pembentukan Divisi III Kostrad di Gowa, Sulawesi Selatan.
Advertisement
"Contoh, jadi kalau kita membangun divisi ketiga. Tapi pelurunya enggak ada, untuk apa kita bikin divisi ketiga? Markas bagus, enggak bisa perang, jadi saya tanya Pak Jokowi apakah briefing-briefing yang bapak terima ini perlu atau tidak, untuk dikaji kembali. Terima kasih," kata Prabowo, Sabtu (30/3/2019).
Â
Penelusuran Fakta
Dari hasil penelusuran, PT Pindad salah satu produsen alat utama sistem pertahanan (Alutsista) milik negara menargetkan 360 juta butir amunisi.
Hal ini sebagaimana artikel yang dalam situs resmi PT Pindad, pindad.com dengan judul 'Pindad Pacu Produksi Amunisi' yang dipublikasikan pada 11 Mei 2018 lalu.
Pada 2019 mendatang, PT Pindad bakal meningkatkan dua kali lipat kapasitas produksi amunisi. Seiring dengan lonjakan tersebut, industri pertahanan dalam negeri itu membutuhkan propelan lebih banyak.
"Tahun depan atau paling lambat awal 2020, Pindad akan meningkatkan kapasitas produksi maksimal sebanyak 4x90 juta butir. Dengan kapasitas 360 juta butir itu, kebutuhan propelan mencapai 500 ton," kata Direktur Teknologi dan Pengembangan Pindad Ade Bagdja saat Seminar Nasional Propelan di Bandung, Selasa (8/5).
Menurutnya, untuk kebutuhan bubuk mesiu itu rencananya pemerintah akan membangun pabrik propelan sendiri. Nantinya, bahan pendorong amunisi itu disuplai PT Dahana sebagai produsen propelan. Selama ini, seluruh kebutuhan propelan itu dipenuhi produk impor.
Ade menjelaskan, nantinya pabrik propelan yang dibangun itu memiliki kapasitas 400 ton. Artinya, total propelan yang dihasilkan itu terserap habis Pindad. Sisanya, 100 ton lagi kebutuhan propelan itu tetap dipenuhi produk impor.
"Propelan ini komponen startegis untuk pembuatan amunisi. Apalagi, kebutuhan amunisi TNI selama ini mencapai 300 juta butir. Kita baru bisa memenuhi setengahnya," ujarnya.
Sedangkan, Dirut PT Dahana Budi Antono mengakui pihaknya mendapat mandat dari pemerintah untuk memproduksi propelan. Untuk membikin propelan itu dibutuhkan senyawa utama nitroglycerin (NG) dan nitrocellulose (NC).
Sejauh ini, Dahana baru memiliki pabrik NG. Konsekuensinya, komponen NC masih diimpor dari luar negeri."Pembuatan pabrik propelan itu masih dalam tahap FS (feasibility study). Kita pun masih belum mengetahui nilai investasi yang akan ditanamkan, masih dihitung," sebutnya.
Sebagai produsen, Dahana menjalin nota kesepahaman. Isinya, Pindad sebagai offtaker propelan yang diproduksi. Rencananya, pabrik propelan itu dibangun di lahan milik Dahana.
Di Subang, lahan seluas 600 ha akan menjadi lokasi pabrik semua bahan peledak. Baik propelan maupun peledak komersil.Sementara itu, Kabalitbang Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Anne Kusmayati mengatakan pihaknya memiliki kebijakan berupa roadmap terkait pembuatan propelan. Pada 2017 lalu, Kemenhan sudah membangun pabrik NG.
"Kita baru bisa membangun pabrik NG itu dikarenakan keterbatasan anggaran. Pada 2018-2020, kita akan membangun pabrik bubuk mesiu. Powder itu dibutuhkan untuk produksi amunisi kecil. Ini pun nantinya akan meningkatkan pembuatan amunisi kaliber besar," kata Anne.
Keberadaan pabrik propelan itu merupakan kebutuhan mendesak. Pasalnya, bubuk mesiu itu memiliki nilai strategis yang relatif tinggi. Bahan itulah yang menjadi pendorong untuk meluncurkan amunisi dan roket dalam sistem persenjataan.
Upaya pemerintah untuk membangun industri propelan di dalam negeri itu ditetapkan sebagai salah satu program prioritas di bidang pertahanan.
Selain itu, PT Pindad juga menargetkan memproduksi 600 juta amunisi setiap tahunnya. Hal ini sebagaimana artikel yang dimuat republika.co.id dengan judul 'Pindad Targetkan Produksi 600 Juta Butir Amunisi per Tahun'.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perusahan penyedia peralatan pertahanan dan keamanan, PT Pindad (Persero), menargetkan dapat memproduksi 600 juta butir amunisi dalam satu tahun. Jumlah ini untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Dirut Pindad Abraham Mose mengatakan, PT Pindad tengah berupaya mengejar target tersebut. Pasalnya, sejauh ini Pindad hanya bisa menghasilkan amunisi 120 juta butir per tahun.
"Kami akan lakukan strategic partnership (kerja sama) untuk mendorong (produksi) sampai 500-600 juta butir per tahun. Untuk (kebutuhan) domestik dan ekspor. Belum lagi nanti kita ingin menyasar pasar sport," kata Mose saat perayaan 35 tahun Pindad, di kantor Pindad Bandung, Kota Bandung, Ahad (29/4).
Ia mengatakan, selama ini pasar utama PT Pindad memenuhi kebutuhan TNI dan Polri yang masih belum mencukupi. Oleh karena itu, pada 2019 nanti kapasitas produksi bisa bertambah mencapai 290 juta butir.
Mose optimistis penambahan kapasitas produksi amunisi bisa tercapai. Sebab, ilklim industri manufaktur yang bergerak dalam Industri manufaktur dan alutsista berjalan baik.
"Indikatornya adalah kinerja perusahaan setiap tahun mengalami kenaikan. Tahun 2016, laba yang diraih dari seluruh produksi, termasuk kendaraan dan senjata, mencapai Rp 48 miliar. Lalu, pada 2017 labanya mencapai Rp 92 miliar. Tahun ini, target laba kita mencapai tiga digit," tuturnya.
Selain itu, kata dia, PT Pindad juga akan mengakselerasi serta memperkuat sektor industri dan militer. Sektor industri, yang awalnya menyumbang 30 persen pendapatan, didorong bisa mencapai 45-55 persen. Sementara itu, sektor militer juga dinaikan lagi agar dapat mendongkrak pendapatan Pindad secara keseluruhan.
"Pindad juga akan mengembangkan area komersial bernama Military Destination Park seluas 10 hektare. Di situ ada shooting range untuk komersial sehingga amunisi kita bisa dijual, lalu kami akan membangun rumah sakit tujuh lantai dan penginapan," katanya.
Advertisement