Virus Menyerupai Covid-19 Sudah Ada di Kamboja Sejak 2010

Asal-muasal sumber dari virus corona covid-19 masih menjadi misteri. Kelelawar diduga peneliti menjadi sumber pertama yang menyebarkannya.

oleh Adyaksa VidiLiputan6.com diperbarui 17 Feb 2021, 11:00 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2021, 11:00 WIB
Virus Corona COVID-19 dari Mikroskop
Gambar menggunakan mikroskop elektron yang tak bertanggal pada Februari 2020 menunjukkan virus corona SARS-CoV-2 (oranye) muncul dari permukaan sel (hijau) yang dikultur di laboratorium. Sampel virus dan sel diambil dari seorang pasien yang terinfeksi COVID-19. (NIAID-RML via AP)

Liputan6.com, Jakarta - Asal-muasal sumber dari virus corona covid-19 masih menjadi misteri. Kelelawar diduga peneliti menjadi sumber pertama yang menyebarkannya.

Pada November dan Desember 2010, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dan otoritas Kamboja mengundang para peneliti dari Muséum National d'Histoire Naturelle di Paris untuk mengeksplorasi beberapa situs di Kamboja utara.

Tujuannya adalah untuk mempelajari keanekaragaman hayati kelelawar di Kuil Preah Vihear, dan spesies kelelawar berjumlah sangat banyak yang ditangkap selama survei, termasuk delapan jenis kelelawar tapal kuda (genus Rhinolophus). Kelelawar-kelelawar ini sangat menarik bagi ahli virologi, karena kelelawar adalah reservoir semua Sarbecoviruse, kelompok virus corona yang termasuk SARS-CoV dan SARS-CoV-2, yang secara berurutan menyebabkan epidemi SARS pada 2002-2004 dan pandemi COVID-19 sekarang.

Pada 2020, 10 tahun setelah ekspedisi, sampel yang disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu -80°C dikeluarkan dan diuji oleh Institut Pasteur of Cambodia (IPC) untuk mencari Sarbecoviruses. Sebuah tes PCR menunjukkan dua hasil positif dan pengurutan lengkap genom dimulai. Dua varian virus yang dekat SARS-CoV-2 ditemukan pada dua kelelawar spesies Rhinolophus shameli yang kami tangkap pada 2010 di gua di Provinsi Steung Treng.

Hasil penelitian ini tersedia secara gratis di situs bioRxiv dan menunggu tinjauan sejawat. (Praktik ini sekarang banyak digunakan untuk cepat membagikan pengetahuan baru terkait pandemi COVID-19).

 

Saksikan video pilihan berikut ini

Virus seperti SARS-Cov-2 terdapat di kelelawar di Provinsi Yunnan di Cina dan daratan Asia Tenggara

Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)
Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)

Penemuan ini penting karena virus ini adalah yang pertama ditemukan di luar Cina yang dekat dengan SARS-CoV-2 – dari 29.913 basis selaras di dalam genom dua virus, 93%-nya identik. Semua yang dipaparkan sebelumnya ditemukan pada binatang-binatang yang ditangkap di Cina, termasuk dua virus yang ditemukan pada dua spesies kelelawar Rhinolophus di Cina selatan, dan dua lagi virus yang berbeda (90% dan 85%) ditemukan di trenggiling yang disita oleh bea cukai Cina di Provinsi Guangdong dan Guangxi.

Virus baru dari Kamboja ditemukan pada spesies kelelawar endemik di Asia Tenggara tidak begitu berbeda dari Yunnan, tempat dua kelelawar bervirus seperti SARS-CoV-2 ditemukan.

Implikasi langsungnya adalah virus yang serupa dengan SARS-Cov-2 telah bersirkulasi selama beberapa dekade, seperti yang diungkapkan oleh penanggalan molekuler, melalui Asia Tenggara dan Yunnan, dan spesies kelelawar yang berbeda kemungkinan telah menyebarkan virus-virus ini ke gua yang mereka tinggali.

Para peneliti Cina telah mencari-cari Sarbecoviruses di negara mereka selama sekitar 15 tahun. Mereka menemukan lebih dari 100 virus yang menyerupai SARS-CoV tapi hanya dua yang berkerabat dengan SARS-Cov-2. Karena itu, data baru ini membenarkan hipotesis bahwa sebagian besar virus menyerupai SARS-CoV-2 terdapat di Asia Tenggara, sedangkan virus menyerupai SARS-CoV dominan berada di Cina.

Data dalam gambar di atas secara tidak langsung mendukung hipotesis bahwa grup SARS-CoV-2 sebenarnya berawal mula dari daratan Asia Tenggara. Dan benar, populasi manusia di Kamboja, Laos, Thailand, dan Vietnam tampak kurang terdampak pandemi pandemi COVID-19 dibandingkan negara-negara lain di wilayah itu, seperti Bangladesh, Myanmar, Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Ini menunjukkan bahwa populasi dari empat negara daratan itu mungkin dipengaruhi dengan baik oleh tingkat imunitas kawanan (herd immunity) Sarbecoviruses.

Trenggiling ditulari oleh kelelawar di Asia Tenggara

Selain kelelawar, trenggiling Sunda (Manis javanica) menjadi satu-satunya binatang liar yang memiliki virus menyerupai SARS-CoV-2. Masalahnya adalah penemuan-penemuan ini ditemukan dalam konteks yang lumayan unik, yaitu penjualan trenggiling. Beberapa binatang sakit disita oleh bea cukai Cina di Provinsi Guangxi pada 2017-2018 dan Provinsi Guangdong pada 2019.

Meski virus yang diurutkan di trenggiling ini tidak begitu dekat dengan SARS-CoV-2 (satu virus 85% identik dan satunya lagi 90% identik), virus ini menandakan bahwa paling tidak dua Sarbecoviruses kemungkinan telah diimpor ke Cina lumayan jauh sebelum epidemi COVID-19. Dan memang, telah ditemukan bahwa trenggiling dari negara-negara Asia Tenggara telah menulari satu sama lain ketika dalam kurungan di teritori Cina.

Pertanyaan yang tersisa adalah bagaimana trenggiling awalnya terinfeksi. Mungkinkah mereka terinfeksi di lingkungan Asia Tenggara alami mereka, sebelum ditangkap? Penemuan virus baru yang dekat dengan SARS-CoV-2 pada kelelawar di Kamboja mendukung hipotesis ini, karena kelelawar Rhinolophus dan trenggiling bisa berkontak, paling tidak terkadang di gua yang ada di Asia Tenggara. Ini memperkuat hipotesis bahwa perdagangan trenggiling yang menyebabkan banyak ekspor virus mirip SARS-CoV-2 ke Cina.

Efek “bola salju” dari beternak binatang karnivora kecil

Pada 2002-2004, beberapa binatang karnivora kecil ditangkap di dalam kurungan di pasar Cina atau restoran yang ditemukan positif SARS-CoV, seperti musang palem bertopeng, anjing rakun dan musang luwak Cina.

Binatang-binatang karnivora kecil ini mamalia yang penyendiri dan aktif pada malam hari – persis seperti trenggiling. Di alam liar, penularan sesekali pada satu individu dari spesies ini oleh kelelawar Sarbecovirus memiliki kemungkinan yang kecil menyebabkan epidemi. Namun, satu binatang terinfeksi yang ditempatkan di satu fasilitas penangkaran intensif bisa menyebabkan evolusi virus jenis ini yang cepat dan tidak terkendali.

Pada 2020, cerpelai Amerika yang diternakkan untuk bulunya terkontaminasi virus SARS-CoV-2 dari manusia di Eropa dan Amerika Serikat. Pada November 2020, jutaan cerpelai di Denmark dimatikan massal setelah binatang-binatang itu terinfeksi COVID-19 dan secara bergantian menyebarkan virus bermutasi kembali ke manusia.

Krisis COVID-19 mengajari dunia bahwa mengurung binatang-binatang karnivora kecil dengan jumlah yang sangat besar memiliki risiko kesehatan yang besar: virus bisa menyebar dan berevolusi dengan cepat di fasilitas penangkaran, berpotensi memproduksi varian yang lebih terkontaminsasi atau lebih berbahaya. Seperti trenggiling dan spesies karnivora kecil yang sering ditahan dan dijual bersama di pasar basah, efek “bola salju” karena penularan virus antarspesies bisa menjadi langkah terakhir dalam permulaan pandemi COVID-19 pada manusia.

Skenario ini kemungkinan besar terjadi karena hampir satu juta trenggiling telah dijual pada dekade lalu dan jutaan binatang karnivora kecil diternakkan di peternakan bulu di Cina.

Untuk menguji coba hipotesis ini dan memahami bagaimana epidemi sedang bermunculan di Cina dan tidak di tempat lain, akan menjadi menarik untuk mencari infeksi yang mungkin terjadi karena Sarbecoviruses dalam sampel cerpelai Amerika dan anjing luwak yang diternakkan untuk diambil bulunya di Cina.

Sampel-sampel ini ada, mereka dikoleksi selama dua dekade untuk mempelajari virus virus distemper anjing atau virus flu burung H5N1 dan H9N2.

Dilansir dari: The Conversation, Penulis Alexandre HassaninMaître de Conférences (HDR) à Sorbonne Université, ISYEB - Institut de Systématique, Evolution, Biodiversité (CNRS, MNHN, SU, EPHE, UA), Muséum national d’histoire naturelle (MNHN)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya