Perangi Hoaks Seputar Covid-19 dengan Literasi Digital Kritis, Begini Caranya

Literasi digital kritis merupakan senjata untuk memerangi hoaks seputar Covid-19.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 02 Mar 2021, 09:00 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2021, 09:00 WIB
Ilustrasi Hoaks Hoax
Ilustrasi Hoaks. (Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Hoaks seputar Covid-19 terus bermunculan di media sosial, kondisi ini harus diwaspadai agar kita tidak dirugikan karena telah percaya pada informasi palsu.

Literasi digital kritis merupakan salah satu cara untuk memerangi informasi palsu atau hoaks seputar Pandemi Covid-19.

Berikut cara menerapkan literasi digital kritis untuk memerangi hoaks Covid-19.

Dilansirdari Theconversation.com, kemampuan literasi digital yang kritis menempatkan seseorang sebagai konsumen informasi yang lebih aktif, misalnya mampu menilai konten digital apakah tepercaya atau mengandung bias tertentu.

Memiliki kemampuan literasi digital yang kritis juga berarti memiliki pemahaman yang lebih. Misalnya pemahaman lebih luas tentang ruang digital, bagaimana perusahaan raksasa seperti Facebook dan Google beroperasi dan mendapat laba, dan peluang dan hambatan yang dimiliki internet bagi proses demokrasi dan partisipasi politik.

Pengguna media sosial yang kritis tidak hanya mampu untuk mempertanyakan kebenaran suatu informasi, namun juga akan melakukan aksi nyata memerangi misinformasi.

Misalnya, seseorang yang membaca informasi di beranda Facebook-nya tidak akan langsung membagikan informasi tersebut sebelum melakukan pengecekan fakta di sumber yang tepercaya. Dia khawatir apabila informasi yang dibagikan tersebut tidak benar dan dapat merugikan orang lain.

Untuk meningkatkan kemampuan literasi digital kritis, kita dapat dimulai dengan meningkatkan kesadaran sosial. Berpikir sejenak sebelum melakukan retweet di Twitter, share di Facebook, atau forward di WhatsApp.

Kesadaran untuk melindungi orang lain dari paparan misinformasi menjadi langkah awal yang sangat penting untuk memicu ketertarikan kita dalam mempelajari lebih lanjut hal-hal berkaitan dengan lingkungan dan infrastruktur digital.

Di tengah pandemi, kemampuan ini dapat meningkatkan peran masyarakat umum untuk urun daya memeriksa fakta.

Memang pada dasarnya penyampaian informasi yang berkaitan dengan sains, kesehatan, dan teknologi tidak mudah dilakukan. Ini telah menjadi kajian para peneliti selama sekian abad dalam lingkup sains komunikasi.

Temuan terbaru bahkan menyebut bahwa tidak akan ada obat untuk maraknya hoaks atau infodemi Covid-19.

Ini sangat masuk akal mengingat upaya gabungan yang dilakukan baik oleh pemerintah dan perusahaan teknologi, seperti Facebook, Twitter dan YouTube, untuk menyaring konten bermasalah dan memberikan berbagai peringatan ternyata tidak mengurangi penyebaran misinformasi hingga saat ini.

Pada akhirnya, kita bergantung pada diri kita sendiri untuk ikut turut serta membantu memerangi infodemi.

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Simak Video Berikut

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya