UNESCO Kampanyekan Budaya Damai di Era Digital

Diperlukan literasi digital, perlawanan terhadap ujaran kebencian, hingga penggunaan Artificial Inteligence yang etis untuk memupuk budaya damai di era digital.

oleh Rida Rasidi diperbarui 11 Sep 2023, 16:00 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2023, 16:00 WIB
Konferensi Tingkat Tinggi PBB
Konferensi Tingkat Tinggi PBB mengenai Budaya Perdamaian dengan tema “Promoting Culture of Peace in the Digital Era” pada 31 Agustus 2023. (UNESCO)

Liputan6.com, Jakarta - UNESCO menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi PBB mengenai Budaya Perdamaian dengan tema “Promoting Culture of Peace in the Digital Era” pada 31 Agustus 2023 lalu. Konferensi ini berdiskusi seputar Global Digital Compact untuk KTT di masa yang akan datang dengan menyediakan platform bagi negara anggota dan para pemangku kepentingan untuk mempertimbangkan transformasi digital dan mengeksplorasi strategi pemanfaatan teknologi untuk mendorong perdamaian.

Dilansir dari unesco.org, Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Kebijakan PBB, Guy Ryder dalam sambutannya mengakui potensi transformatif dari inovasi digital dan menekankan perlunya solusi untuk tantangan dan risiko yang terkait dengan digitalisasi.

Untuk memupuk budaya perdamaian di era digital, dibutuhkan langkah-langkah utama yang mencakup antara lain literasi digital, melawan ujaran kebencian, hingga penggunaan artificial intelligence (AI) secara etis.

“Mempromosikan budaya damai di era digital memerlukan upaya kolektif dari pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan individu. Semua pihak harus berperan dalam memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh teknologi digital untuk memajukan perdamaian, sekaligus memitigasi risiko yang ditimbulkannya dan mendorong penggunaan teknologi digital secara bertanggung jawab oleh semua pihak,” ujarnya.

Selain itu, Presiden Sidang Majelis Umum PBB ke-77, Csaba Kőrösi, menjelaskan bahwa teknologi bukanlah penyebab kekhawatiran, melainkan niat manusianya untuk menggunakan teknologi itu sendiri.

“Penyebab kekhawatiran bukanlah teknologi itu sendiri, melainkan niat manusia untuk menggunakan teknologi tersebut. Untuk mendukung kesejahteraan atau mengubahnya menjadi senjata,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya menumbuhkan lingkungan digital inklusif yang mendorong rasa hormat dan toleransi. Hal ini mencakup pemberantasan ujaran kebencian dan diskriminasi online, sekaligus mengatasi risiko penggunaan teknologi yang sedang berkembang sebagai senjata. Presiden Sidang Majelis Umum PBB ke-77 menegaskan bahwa keberhasilan dalam menumbuhkan budaya perdamaian di era digital bergantung pada kolaborasi multilateral yang kuat.

Peran Penting Pendidikan

Eliot Minchenberg
Eliot Minchenberg, Direktur dan Perwakilan UNESCO untuk PBB di New York, menekankan peran penting pendidikan dalam membangun perdamaian.

Eliot Minchenberg, Direktur dan Perwakilan UNESCO untuk PBB di New York, menekankan peran penting pendidikan dalam membangun perdamaian. Mengingat bahwa peluang untuk belajar di era digital hadir bersamaan dengan risiko misinformasi dan ujaran kebencian, ia menekankan perlunya membekali siswa dengan landasan untuk memahami penggunaan dan potensi teknologi digital, sekaligus memitigasi aspek-aspek berbahaya yang mungkin ditimbulkannya.

UNESCO telah memajukan perubahan “The 1974 Reccomendation” mengenai Pendidikan untuk pemahaman internasional, kerja sama dan perdamaian serta pendidikan yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar.

Perkembangan sistem kecerdasan buatan yang tidak terkendali membawa risiko yang tidak dapat disangkal, Minchenberg menegaskan perlunya memastikan regulasi dan panduan yang tepat untuk kemajuan ini. Dalam hal ini, UNESCO memimpin upaya untuk mempromosikan standar etika global untuk teknologi baru. Setelah melalui proses konsultasi global selama dua tahun yang ketat, Rekomendasi mengenai Etika Kecerdasan Buatan telah diadopsi oleh 193 Negara Anggota UNESCO pada tahun 2021. Rekomendasi ini memberikan panduan yang dapat ditindaklanjuti di 11 bidang kebijakan untuk memastikan integrasi etis artificial inteligence (AI) ke dalam masyarakat, menyelaraskannya dengan nilai dan prinsip kemanusiaan.

“Ketika dikembangkan dan diterapkan secara etis, teknologi digital memiliki kapasitas untuk menumbuhkan pemahaman, menjembatani kesenjangan budaya, dan memastikan bahwa kemajuan teknologi memberi manfaat bagi semua orang tanpa diskriminasi,” ujarnya.

Negara-negara angora menekankan sifat transformatif pendidikan dalam mendorong hubungan sosial di era digital. Mereka menekankan penjaminan akses yang setara terhadap pendidikan, khususnya bagi perempuan. Menyadari tantangan yang dihadapi oleh perempuan di dunia digital, negara-negara anggota menyerukan upaya untuk menjembatani kesenjangan digital gender, termasuk dengan menciptakan platform digital yang dapat diakses dan aman untuk semua. Selain itu, kontribusi pemuda dalam mencegah ekstremisme kekerasan dan perlunya memberdayakan pemuda sebagai agen perdamaian di era digital juga digaungkan sepanjang diskusi.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya