Deepfake Rawan Hoaks, Kenali Cirinya Agar Tidak Tertipu

Deepfake merupakan salah satu produk dari kemajuan teknologi yang perlu diwaspadai. Penyalahgunaan deepfake di ruang digital menjadi salah satu medium penyebaran hoaks.

oleh Alifah Budihasanah diperbarui 12 Mar 2024, 12:00 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2024, 14:00 WIB
Ilustrasi hoaks.
Ilustrasi hoaks. (Liputan6.com/Deisy Rika)

Liputan6.com, Jakarta - Deepfake merupakan salah satu produk dari kemajuan teknologi yang perlu diwaspadai. Penyalahgunaan deepfake di ruang digital menjadi salah satu medium penyebaran hoaks.

Deepfake adalah konten berupa gambar, audio, dan video realistis yang dibuat dengan algoritma kecerdasan buatan atau AI.  Sulitnya membedakan konten deepfake dengan konten asli dapat menimbulkan dampak yang serius terutama berkaitan dengan penyebaran disinformasi dan misinformasi.

Pegiat HAM sekaligus Project Manager Deepfake Rapid Response, Shirin Anlen, mengungkap bahwa teknologi deepfake saat ini rentan dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan di ruang digital.

"Deepfake itu cepat berkembang dan sulit dideteksi, apalagi kalau bentuknya berupa audio, mudah sekali dibuat. (Deepfake) itu seringkali disalahgunakan untuk hal-hal yang jahat, khususnya di momentum pemilu seperti sekarang," kata Anlen dilansir dari Global Investigative Journalism Network.

Anlen menambahkan, kurangnya literasi media terutama di kalangan pemilih lansia memperkuat ancaman penyebaran informasi yang dihasilkan dari teknologi deepfake.

"Karena orang yang tidak terbiasa, misalnya di platform X (Twitter) atau TikTok. Mereka tidak punya kemampuan untuk menyaring atau membedakan konten palsu," ujarnya menambahkan.

Perhatikan Kualitas dan Konteks

Cara termudah untuk membedakan konten yang dicurigai sebagai deepfake adalah dengan memperhatikan kualitas dan konteks dari konten tersebut.

"Kalau kualitas rekamannya buruk, biasanya kita bisa langsung mengenali kalau itu deepfake. Lalu, perhatikan juga konteksnya, masuk akal atau tidak. Secara personal misalnya, kita tahu orang tersebut gaya bicaranya seperti apa," tutur Anlen.

Jika mendapati konten dengan kualitas buruk, misalnya dari kebisingan latar belakang, kejanggalan dari raut wajah, kemungkinan besar adalah deepfake. Selain itu, konten yang mencurigakan atau terindikasi sebagai deepfake umumnya mengandung informasi yang tidak konsisten.

Anlen juga mengingatkan untuk selalu memeriksa sumber konten. Gunakan kanal-kanal cek fakta dari otoritas dan media-media terpercaya untuk memverifikasi kebenaran informasi yang diterima.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya