Love Scam dan Teknologi Deepfake, Ancaman Nyata di Era Digital

Penipuan cinta digital yang sering dikenal dengan istilah love scam, menjadi masalah serius yang memanfaatkan teknologi canggih, termasuk AI dan deepfake.

oleh Liputan6.com Diperbarui 20 Feb 2025, 09:03 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2025, 09:03 WIB
Bikin Rugi Perusahaan Rp 371 Milliar, Pelaku Gunakan Teknologi Deepfake
CFO deepfake menciptakan tantangan tambahan dalam mengidentifikasi keaslian seseorang dalam konteks digital. Sumber: Odditycentral // Photo: Riki32/Pixabay... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Meskipun Hari Valentine telah berlalu, semangat cinta seharusnya tetap terjaga. Namun, di balik manisnya kisah asmara, ancaman penipuan cinta digital terus menghantui, terutama di Indonesia. Penipuan ini, yang sering dikenal dengan istilah love scam, menjadi masalah serius yang memanfaatkan teknologi canggih, termasuk AI dan deepfake.

Dalam tiga bulan terakhir, Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) mencatat kerugian hingga Rp700 miliar dari berbagai modus penipuan digital. Data ini berasal dari lebih dari 42.000 laporan yang diterima melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC). Salah satu tren yang mengkhawatirkan adalah penggunaan identitas palsu dan teknologi AI untuk membangun hubungan palsu dengan korban, membuat mereka terjebak dalam skema penipuan.

Teknologi kecerdasan buatan (AI) kini mampu meniru koneksi emosional dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Chatbot berbasis AI, video deepfake, hingga percakapan yang disusun sedemikian rupa membuat penipuan cinta semakin sulit dideteksi. Banyak korban terjebak karena tidak dapat membedakan antara cinta yang tulus dan manipulasi digital.

Sebuah survei global terbaru menunjukkan bagaimana AI telah mengubah interaksi sosial manusia. Lebih dari 90.000 orang dari sembilan negara terlibat dalam survei ini, mengungkap fakta mengejutkan:

  • 26% responden mengaku pernah menggoda chatbot atau AI, baik secara sadar maupun untuk bersenang-senang.
  • 60% responden mencurigai atau menemukan bahwa pasangan mereka di aplikasi kencan adalah bot atau akun palsu.
  • 66% responden merasa aplikasi kencan tidak cukup memastikan verifikasi manusia yang nyata.
  • 21% responden mengalami upaya phishing, dan 15% lainnya berinteraksi dengan bot atau akun palsu.

 

Kehadiran Proof of Human untuk Keamanan Digital

Dengan semakin canggihnya AI, memastikan identitas manusia di dunia digital menjadi tantangan baru. Salah satu solusi yang sedang dikembangkan adalah Proof of Human, sebuah sistem verifikasi digital yang memastikan interaksi online dilakukan oleh manusia nyata. Teknologi ini, yang diperkenalkan oleh World Network, telah diunduh lebih dari 20 juta pengguna di seluruh dunia.

“Dengan AI yang terus berkembang, semakin sulit membedakan apakah sebuah foto, video, atau bahkan percakapan itu asli atau tidak,” ujar Wafa Taftazani, General Manager Indonesia di Tools for Humanity. Ia menegaskan pentingnya Proof of Human dalam menjaga keamanan digital dan melindungi kesejahteraan mental pengguna.

Aplikasi ini tidak hanya berguna dalam platform kencan online tetapi juga memiliki potensi untuk meningkatkan transparansi dalam berbagai sektor, mulai dari jejaring sosial hingga pemungutan suara online.

 

Kesadaran dan Langkah Antisipasi

Meningkatnya ancaman penipuan cinta digital menunjukkan perlunya langkah pencegahan yang lebih serius. Verifikasi manusia, edukasi tentang penipuan digital, serta pengawasan ketat terhadap penggunaan teknologi AI adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk melindungi masyarakat dari bahaya ini.

Semangat cinta seharusnya membawa kebahagiaan, bukan luka. Dengan semakin berkembangnya teknologi, mari bersama menjaga dunia digital agar tetap aman untuk semua orang.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya