Liputan6.com, Jakarta- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengandengn berbagai pihak untuk megawasi sebaran misinformasi dan ujaran kebencian yang beredar saat Pilkada serentak 2024, hal ini untuk menjaga pesta demokrasi tersebut berjalan damai.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan pihaknya menggandeng berbagai pihak dalam melakukan pengawasan ujaran kebencian dan misinformasi pada Pilkada serentak 2024. Kerja sama yang telah dilakukan termasuk untuk mempermudah masyarakat menilai kebenaran sebuah konten.
Baca Juga
"Bawaslu sedang membangun kerja sama dengan cek fakta untuk mempermudah masyarakat dalam menilai kebenaran atas sebuah konten yang ada di media," kata Bagja, dikutip dari Antara, Jumat (18/11/2024).
Advertisement
Ia menyebutkan kerja sama itu dilakukan dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), Koalisi Masyarakat Sipil, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), dan berbagai pihak lainnya.Selain itu, kolaborasi dilakukan bersama dengan berbagai platform media sosial seperti Tiktok, Google, dan Meta.
Bawaslu juga membentuk tim pengawasan Siber yang bekerja sama dengan Kemenkominfo, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan berbagai pihak terkait lainnya.
Bagja berharap masyarakat semakin aktif dalam mencegah terjadinya ujaran kebencian.
"Kami kira dengan pola pengawasan dan kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan baik itu dari pemerintah, LSM, dan masyarakat dapat memitigasi kerawanan yang akan terjadi, misalnya, hoaks dan ujaran kebencian di media sosial," ucapnya.
Di lain sisi, Ia menjelaskan hasil pengawasan siber pada Pemilu 2024 lalu. Ujaran kebencian diidentifikasi menjadi jenis dugaan pelanggaran paling banyak yaitu 340 atau 96 persen.
Bagja mengungkapkan, pelanggaran berita bohong memiliki jumlah paling sedikit yaitu 5 atau sekitar 1 persen.
"Salah satu rekomendasi hasil pengawasan siber pada Pemilu 2024 lalu yakni berkoordinasi dengan Kemenkominfo untuk segera men-takedown terhadap konten-konten yang telah teridentifikasi," jelas Bagja.
Mitigasi Ujaran Kebencian Melalui Jurnalisme
Peneliti Ika Idris mengungkapkan cara memitigasi potensi negatif dari ujaran kebencian melalui jurnalisme, yakni mengidentifikasi narasi kebencian dan stigmatisasi ke kelompok minoritas, menghindari menyalahkan korban.
"Jangan sampai korban menjadi sasaran dari pemberitaan yang dibuat. Dan yang paling penting, ketika ada narasi ujaran kebencian kita harus bertanya, siapa yang akan paling banyak mendapatkan keuntungan dari kampanye tersebut," tambah Ika.
Selanjutnya, cara memitigasi potensi negatif ujaran kebencian, yakni menggunakan strategi narasi tandingan, yaitu konten yang menghibur.
"Jika ujaran kebencian dibalas dengan ujaran kebencian, bisa (terjadi) bentrok. Strateginya menggunakan model konten menghibur," pungkas dia.
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.