Rebo Nyunda di Garut, Buat Pengrajin Bendo Kebanjiran Pesanan

Bupati Garut H Rudi Gunawan, mewajibkan semua Pegawai Negiri Sipil menggunakan bahasa sunda, baik saat apel, rapat, serta kegiatan lainnya.

oleh Maria Flora diperbarui 10 Mar 2014, 09:00 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2014, 09:00 WIB
Iket Kepala Khas Sunda
Bupati Garut H Rudi Gunawan, mewajibkan semua Pegawai Negiri Sipil menggunakan bahasa sunda, baik saat apel, rapat, serta kegiatan lainnya.

Citizen6, Jakarta Bupati Garut H Rudi Gunawan, mewajibkan semua Pegawai Negiri Sipil (PNS) menggunakan bahasa sunda, baik saat apel, rapat, obrolan di lingkungan kerja serta kegiatan lainnya.

Selain menggunakan bahasa sunda, diwajibkan juga memakai baju adat kesundaan. Untuk perempuan memakai kebaya adat sunda, sedangkan untuk laki-lakinya memakai setelan pangsi dan iket kepala.

Kebijakan Bupati Garut ini disambut baik oleh Rudi (43), seorang pengrajin iket kepala dan bendo khas Sunda asal Kampung Salamnunggal, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut.

"Adanya penggunaan iket sunda di Kabupaten Garut  ini mudah-mudahan generasi muda peduli dengan adat budaya sunda dalam kehidupannya sehari-hari. Mengenakan iket sunda ini  mencirikan bahwa kita sebagai orang yang peduli dalam melestarikan budaya sunda," ungkap Rudi.

Saat ditemui di rumahnya, Minggu 9 Maret 2014, Rudi mengatakan, dengan adanya kebijakan memakai pakaian kesundaan setiap Rabu, membuatnya kebanjiran pesanan. Seperti iket model  Barangbang Semplak, Julang Ngapak, Mahkota Wangsa, Candra Sumirat, Koncer, Kole Nyangsang, Parengkos Jengkol, Parengkos Gedang, Parengkos Nangka, Kebo Modol, dan Buaya Ngangsar dari bahan batik Garutan.

"Semua ikat kepala ini banyak dipesan oleh  PNS, karena masih banyak yang belum punya iket," tutur Rudi.

Karena banyaknya pesanan, termasuk dari Bupati Garut dan wakilnya, Rudi mengungkapkan ia masih memerlukan suntikan modal, pasalnya modal yang dimiliki tak seimbang dengan pesanan yang diterima karena keterbatasan dana.

Untuk itu, kepada Pemerintah Kabupaten Garut, Rudi mengharapkan diberikan bantuan modal untuk  mengembangkan produksi iket dan bendonya. Soalnya, kata Rudi, yang memesan iket tidak  mau memberikan uang di muka. Terpaksa uang untuk modal, ia harus pinjam ke tetangga atau saudaranya. (KUS/mar)

Penulis
Nadia Kus
Garut, usmedixxx@gmail.com

Baca juga:

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya