Peluang Ekspor Belut Besar Namun Budidaya Kurang

Belut, mungkin nama ini terdengar sangat aneh bagi mereka yang belum pernah melihat ataupun mendengarnya.

oleh Karmin Winarta diperbarui 26 Mei 2014, 16:42 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2014, 16:42 WIB
Belut,
Belut, mungkin nama ini terdengar sangat aneh bagi mereka yang belum pernah melihat ataupun mendengarnya.

Citizen6, Lampung Belut, mungkin nama ini terdengar sangat aneh bagi mereka yang belum pernah melihat ataupun mendengarnya. Hewan yang panjang dan licin ini ternyata sangat digemari di negara-negara besar seperti, Jepang, Korea, China, Taiwan, Hongkong, Malaysia, Singapura.

Tak heran mengapa negara-negara besar tersebut sangat tertarik dengan hewan yang mirip seperti ular namun tidak bersisik ini karena nilai gizinya yang cukup tinggi bahkan melebihi daging sapi dan juga telur, serta rasanya yang juga enak untuk dijadikan hidangan pendamping nasi.

Kebutuhan pasar yang sangat tinggi terhadap belut untuk di ekspor merupakan suatu keuntungan yang sangat besar bagi warga indonesia khususnya dimana belut termasuk hewan yang terdapat banyak sekali di daerah Indonesia dan negara kita juga merupakan pemasok utama bagi negara-negara importir tersebut.

Namun sangat disayangkan, kebutuhan belut yang sangat tinggi itu tidak diimbangi dengan usaha pelestariannya yang saat ini sangat dibutuhkan karena eksploitasi besar-besaran yang dilakukan para petani dan eksportir di indonesia yang mengakibatkan jumlah belut di alam semakin lama semakin berkurang.

Jika dilihat dari tabel di bawah ini :
 

Negara Tujuan

Kebutuhan

(Ton/minggu)

Jepang

1000

Hongkong

350

China

300

Malaysia

80

Taiwan

20

Korea

10

Singapura

5


*Dikutip dari berbagai sumber


Jadi bisa kita bayangkan, dalam waktu 1 minggu belut di alam bisa diperjualbelikan dalam jumlah yang sangat besar. Bagaimana mungkin belut bisa bertambah jika eksploitasinya sangat besar-besaran?
Inilah yang menjadi problematika, tidak bisa dipungkiri bahwasannya belut harus dilestarikan guna menjaganya agar tetap berkembang dan ada dalam tatanan ekosistem seperti hewan-hewan lainnya.



Hal inilah yang menyebabkan Bapak Margiyatno mendirikan perusahaan CV.Sumber Rezeki atau yang biasa disebut dengan belut lampung. Yakni tempat budidaya belut di provinsi lampung, tepatnya di kota metro. Beliau dengan tekat yang sangat kuat mulai berpikir untuk melestarikan belut yang saat ini jumlahnya semakin berkurang seiring berjalannya waktu.

“Kalo saya sih merasa kasihan dengan hewan licin itu, bayangkan saja setiap minggu berapa ribu ton belut yang pergi naik pesawat ke luar negeri.” Ujar beliau dengan lelucon di sela-sela kesibukannya.

Beliau juga berpendapat bahwasannya pemerintah juga harus ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian hewan licin ini karena kalau hanya 100 atau 1000 orang yang berusaha melestarikannya, pasti masih sangat kurang dan jangan sampai kita terlambat yang akhirnya belut menjadi benar-benar punah dari muka bumi.

“Belut memang sumber bisnis, tetapi kita harus tetap menjaganya juga dong” Ujar beliau.

Inilah sebuah ironi yang wajib dipahami dan segera dilestarikan keberadaannya.


Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya