Liputan6.com, Jakarta - Dalam menjalankan ibadah puasa, seorang Muslim tidak hanya dituntut untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjaga perilaku agar tidak mengurangi nilai ibadah yang dilakukan. Salah satu pertanyaan yang kerap muncul adalah mengenai hukum membuka aurat saat berpuasa.
Ulama asal Cirebon, KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya, memberikan penjelasan terkait hal ini. Menurutnya, membuka aurat tidak membatalkan puasa, namun perbuatan tersebut tetap merupakan dosa yang dapat mengurangi pahala puasa seseorang.
Advertisement
Buya Yahya menjelaskan bahwa sah atau tidaknya puasa tidak bergantung pada apakah seseorang menutup auratnya atau tidak. Namun, jika seseorang membuka aurat dengan sengaja, ia tetap mendapatkan dosa yang bisa jadi lebih besar dari pahala puasanya.
Advertisement
“Hukum wanita membuka aurat adalah tidak membatalkan puasanya, tapi dia telah melakukan dosa yang bisa jadi dosanya lebih banyak daripada pahala puasa-nya,” ujar Buya Yahya dalam ceramahnya yang dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @buyayahyaofficial.
Buya Yahya membahas secara rinci mengenai hubungan antara puasa dan perilaku menjaga aurat.
Ia menegaskan bahwa seseorang yang berpuasa tetapi membuka aurat, meskipun dalam keadaan tanpa pakaian di tempat umum, tetap sah puasanya. Namun, dosa yang didapatkan sangat besar.
“Orang yang membuka aurat, misalnya ada yang berpuasa tetapi telanjang bulat di pinggir jalan, puasanya tetap sah. Tapi dosanya besar,” lanjutnya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Membuka atau Melihat Aurat Tidak Batal, tapi Begini
Dalam hal ini, puasa tidak memiliki ketentuan yang menyatakan bahwa membuka aurat dapat membatalkan ibadah tersebut. Namun, setiap dosa yang dilakukan selama puasa tentu berdampak pada pahala yang didapatkan.
Selain itu, Buya Yahya juga menekankan bahwa melihat aurat orang lain tidak membatalkan puasa. Namun, hal tersebut tetap merupakan perbuatan dosa yang dapat mengurangi keberkahan ibadah seseorang.
“Kalau kita melihat aurat seseorang, itu tidak membatalkan puasa kita. Tapi tetap dosa,” jelasnya.
Ia mengingatkan bahwa meskipun puasa seseorang tetap sah, perbuatan dosa selama berpuasa dapat membuat pahala puasanya berkurang atau bahkan tidak ada nilainya di sisi Allah.
Dalam ajaran Islam, puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menjaga perilaku dan menjauhi segala sesuatu yang diharamkan.
Buya Yahya mengingatkan bahwa puasa harus disertai dengan menjaga kesucian hati, pikiran, dan perbuatan agar ibadah yang dilakukan benar-benar bernilai di sisi Allah.
Advertisement
Puasa Tak batal, Tapi Kehilangan Pahala
Orang yang berpuasa tetapi tetap melakukan maksiat, seperti membuka aurat, berkata kasar, atau menyakiti orang lain, bisa kehilangan pahala puasanya.
“Jangan sampai puasa kita hanya sebatas menahan lapar dan haus, tapi tidak mendapatkan pahala karena kita melakukan dosa,” tambahnya.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah pernah bersabda bahwa banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan haus.
Hal ini menjadi peringatan bagi umat Islam agar tidak hanya fokus menahan makan dan minum, tetapi juga menjaga perilaku dari hal-hal yang dapat merusak nilai ibadah puasa.
Buya Yahya menekankan pentingnya memahami bahwa ibadah puasa bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga sarana untuk membersihkan diri dari dosa dan meningkatkan ketakwaan.
Oleh karena itu, menjaga aurat, baik bagi laki-laki maupun perempuan, merupakan bagian dari menjaga kesucian ibadah puasa.
Selain itu, lingkungan yang mendukung dan edukasi tentang pentingnya menutup aurat juga sangat diperlukan agar umat Islam lebih memahami konsekuensi dari perbuatannya.
Buya Yahya mengajak umat Islam untuk menjadikan bulan Ramadhan sebagai momen introspeksi dan memperbaiki diri, termasuk dalam hal menjaga aurat dan perilaku sehari-hari.
Kesimpulannya, membuka aurat saat berpuasa tidak membatalkan puasa seseorang, tetapi tetap merupakan dosa yang bisa mengurangi pahala puasa itu sendiri.
Seorang Muslim hendaknya tidak hanya memperhatikan aspek teknis dalam menjalankan ibadah, tetapi juga menjaga kemurnian hati dan akhlak agar puasanya diterima di sisi Allah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
