MIKTA dan Hubungan Indonesia – Australia

MIKTA, sebuah organisasi internasional yang berasal dari huruf depan ke lima negara pesertanya.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Jul 2015, 11:30 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2015, 11:30 WIB
MIKTA dan hubungan Indonesia – Australia
MIKTA, sebuah organisasi internasional yang berasal dari huruf depan ke lima negara pesertanya.

Citizen6, Jakarta Dua tahun lalu, September 2013, Lima negara, Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia, bertemu di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri di Gedung PBB New York. Mereka sepakat membentuk MIKTA, sebuah organisasi internasional yang berasal dari huruf depan ke lima negara pesertanya.

Organisasi ini diharapkan dapat membuat ikatan hubungan internasional antar ke lima negara ini meningkat. Tentu saja, hubungan kelima negara ini, agak sedikit aneh dan mengundang pertanyaan. Kepentingan nasional apa yang menyebabkan kelima negara ini sepakat untuk membentuk sebuah organisasi.

Akhir Juni lalu, tujuh wartawan dari negara-negara MIKTA melakukan kunjungan ke tiga kota di Australia, Sydney, Canberra dan Melbourne. Dalam sebuah diskusi mengenai MIKTA di Australian University di Canberra , Menlu Australia, Julie Bishop menyebutkan alasan kerjasama kelima negara ini

We are nations of influence in our respective geographic regions. While each nation has different, although complementary, priorities it is evident that MIKTA brings greater weight together – as a group - than what could be achieved by acting alone. For example, the combined GDP of MIKTA countries is over $5.8 trillion, about eight per cent of the world’s economy and this share is expected to grow. “

Jadi dapat digambarkan, kelima negara ini paling tidak memiliki pengaruh dikawasannya masing-masing, seperti Indonesia yang memiliki pengaruh kuat di kawasan Asia Tenggara. Meski ke lima negara memiliki banyak perbedaan, tapi menurut pandangan Bishop ke limanya bisa saling melengkapi.

Apalagi, total PDB gabungan ke lima negara ini sekitar delapat persen dari ekonomi dunia dan diharapkan akan terus berkembang. Dalam pertemuan khusus dengan para wartawan MIKTA, termasuk wartawan Liputan 6 SCTV, Raymond Kaya di Canberra, Julie Bishop menekankan keindahan dari MIKTA adalah hubungan antar negara anggotanya yang bersifat informal dan fleksibel. Pandangan Bishop ini bisa dimengerti sebab masing-masing negara memiliki masalah ekonomi dan politik internasional dengan negara-engara di kawasannya. Soal Turki dengan Eropa, Meksiko dengan Amerika Serikat, Indonesia dengan Asean dan Korea Selatan dengan tetangganya RRT dan Jepang .

Diharapkan pengalaman penyelesaian masalah ekonomi, politik hingga masalah keamanan seperti terorisme dan narkotika di kawasan itu, dapat menjadi pelajaran bagi masing-masing negara untuk menerapkannya di kawasan mereka sendiri. Dari kelima negara ini, hanya Indonesia dan Australia yang berbatasan secara langsung dan lebih dari satu tahun ini dipenuhi oleh berbagai masalah politik internasional kedua negara. Apakah anggota MIKTA akan menjadi penghubung antara Indonesia dan Australia ? saat kedua negara mengalami masalah ?

Duta Besar LBBP RI untuk Australia, H.E. Nadjib Riphat Kesoema, mengingatkan tidak ada dibelahan dunia manapun di dunia ini dua negara yang bertetangga tapi memiliki banyak perbedaan, kecuali Indonesia dan Australia. Secara fisik kedua negara sangat dekat, antara gugus pulau pasir Ashmore dengan Pulau Rote di Indonesia hanya 170 kilometer, sekitar jarak dari pusat kota Jakarta di pusat kota Bandung.

MIKTA, sebuah organisasi internasional yang berasal dari huruf depan ke lima negara pesertanya.

Meski dekat secara fisik tapi dalam hal sistem ekonomi, politik, budaya, hukum bahkan bahasa kedua sangat berbeda atau dikenal sebagai sebuah istilah “ A strange neighbour “Malah dalam dua tahun belakangan, hubungan kedua negara cukup memanas, mulai dari masalah penyadapan intelejen Australia pada sejumlah pejabat di Indonesia. Hubungan ini menyebabkan Dubes Nadjib sempat pulang ke Indonesia selama tujuh bulan. Dua masalalah terjadi pada 2015 ini, hukuman mati pada duo Bali Nine dan dugaan penyuapan yang dilakukan oleh Australia pada kapten kapal yang membawa pengungsi Rohingya agar kembali masuk ke perairan Indonesia dan terakhir mesti tidak menghangatkan hubungan kedua negara, adalah data yang bocor dari Australian Federal Police, bahwa ada dugaan dua pilot Indonesia yang masuk sebagai anggota ISIS . Kasus ini sudah dibantah oleh pihak kepolisian Indonesia dan juga seorang pilot, yang namanya disebut-sebut pihak Australia

 Masalah-masalah seperi ini, menurut Dubes Nadjib tidak perlu melibatkan pihak ke tiga, termasuk anggota dari MIKTA. “ kita punya banyak pengalaman dan cara untuk menyelesaikan masalah kedua negara, sebacara bilateral, diselesaikan berdua “ ujar Nadjib, di Canberra akhir Juni lalu.

Gambar : : Dubes RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema dan Reporter Liputan 6 SCTV, Raymond Kaya ( Baju batik , jas hitam )

Secara pribadi, Dubes Nadjibmemiliki hubungan yang sangat baik dengan Julie Bishop dan PM Tonny Abbott, tapi hubungan pribadi ini akan menjadi lain ketika kedua negara saling berhadapan saat kepentingan nasional mereka berbeda. Misalkan saja dalam kasus penyadapan para pejabat penting di Indonesia oleh intelejen Australia, sikap tegas ditujukan oleh Dubes Nadjib. “ Waktu itu, pihak Canberra sempat grogi juga terhadap kita “ ujar Nadjib, ihwal kepulangannya selama tujuh bulan ke Jakarta.

Dalam konteks MIKTA, Indonesia – Australia bisa melihat bagaimana Korea Selatan harus berhubungan dengan Jepang, meski masa lalu hubungan ke dua negara diliputi kekelaman, tapi hakikat ancaman dari Korea Utara menyebabkan kedua negara memilikirkan sebuah kerjasama keamanan.

Indonesia dan Australia bisa belajar dari Meksiko saat berhubungan dengan Amerika dalam kasus penangangan narkotika diperbatasan kedua negara dan Turki saat harus berhadapan dengan negara-negara di Eropa dalam masalah ekonomi. Jadi, hubungan yang informal dan fleksibel nampaknya akan menjadi gaya baru dalam menyelesaikan masalah antar negara, paling tidak untuk Indonesia dan Australia. A strange neigbour. Raymond Kaya, Wartawan di Liputan 6 SCTV

Penulis:

Raymond Kaya,  Wartawan di Liputan 6 SCTV

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya dapat dibaca di sini

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya