Kilau Nanas Hutan Gambut Sei Pakning, Buah Berkah dari Musibah

Berkat upaya bahu membahu Pemerintah, masyarakat dan Pertamina RU II Production Sei Panking, musibah kebakaran dapat ditanggulangi

oleh Yulia Lisnawati diperbarui 18 Okt 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2017, 12:00 WIB
Kilau Nanas Hutan Gambut Sei Pakning, Buah Berkah dari Musibah
Berkat upaya bahu membahu Pemerintah, masyarakat dan Pertamina RU II Production Sei Panking, musibah kebakaran dapat ditanggulangi

Liputan6.com, Sei Pakning - Di balik bencana kebakaran lahan dan hutan, ada hikmah terselubung bagi mereka yang merasakan duka. Ungkapan ini setidaknya dirasakan masyarakat Sungai (Sei) Pakning yang pernah dilanda musibah kebakaran yang membumihanguskan lahan seluas enam hektar di wilayahnya.

Pada tahun 2012, si “jago merah” tanpa ampun melalap lahan gambut dan itu terjadi hampir setiap tahun. Masyarakat hampir setiap hari berlari bolak-balik mencari air atau benda yang dapat memadamkan kobaran api tidak jauh dari kediamannya.

Kini, kisah itu tak terjadi lagi. Sejak dua tahun lalu duka itu berakhir. Berkat upaya bahu membahu Pemerintah, masyarakat dan Pertamina RU II Production Sei Panking, musibah itu dapat teratasi dengan hadirnya Program Mitigasi Karlahut (Kebakaran Lahan dan Hutan) Berbasis Masyarakat dan Pengembangan Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi.

Mulai tahun 2015, melalui program tersebut masyarakat didampingi Pemerintah dan Pertamina RU II Production Sei Pakning mendorong upaya pencegahan kebakaran lahan dan hutan di wilayah Bukit Batu melalui alih fungsi lahan. Bekerjasama dengan LPPM Universitas Sebelas Maret, Pertamina Production Sei Pakning melakukan pendampingan bagi kelompok tani melalui pemberdayaan masyarakat, dengan mengalihfungsi lahan semak belukar yang merupakan bekas area kebakaran lahan, menjadi pertanian nanas gambut dan melakukan diversifikasi produk olahan nanas.

GM Pertamina RU II Production, Otto Gerentaka, mengatakan sejak Program Pengembangan Kawasan Pertanian Nanas Terintegrasi ini dilakukan, tahun 2017 tercatat telah terjadi peningkatahan lahan pertanian nanas seluas 4,5% dengan potensi pendapatan kelompok mencapai Rp 20juta/bulan dari penjualan hasil pertanian dan produk olahan nanas.

Sebelumnya, dari lahan tiga Hektar dengan tiga orang Petani dan 10 orang Petani Penggarap, hasil panen mencapai 10.000 buah/Hektar dengan kualitas Grade A-B (85%) dan C (15%), dengan total pendapatan kelompok dari pejualan mencapai Rp 17 Juta /panen.

“Hingga saat ini, upaya budidaya tanaman produktif cukup menjanjikan dan tahun yang akan datang diproyeksikan luasnya menjadi 15 hektar. Pertamina berharap muncul Sentra Pertanian Nanas Gambut yang dapat menjadi ciri khas di wilayah Sungai Pakning,” kata Otto.

Samsul, Ketua Kelompok Tani Tunas Makmur yang menjadi mitra binaan Pertamina membenarkan fakta itu. Ia bahkan mengakui bahwa sejak program ini diinisiasi oleh Pertamina, masyarakat menjadi lebih termotivasi untuk mengalihfungsi lahan semak menjadi pertanian nanas karena ada nilai tambah yang didapatkan cukup besar.

Kelompok Tani Tunas Makmur yang dipimpinnya beranggotakan 27 Orang. Kelompok laki-laki sehari-hari menjalankan kegiatan Pertanian, sementara kelompok perempuan memproduksi produk nanas olahan. Produk unggulan kelompok tani mereka adalah Keripik Nanas Gambut dan Manisan Nanas.

Di awal alih fungsi lahan tahun 2015, masyarakat termasuk Kelompok Tani Tunas Makmur melakukan kegiatan pengelolaan lahan dengan memanfaatkan lahan yang bersifat kritis menjadi bernilai produktif. Dimulai dengan pengelolaan lahan perkebunan cabai dan pisang di daerah Batang Duku seluas 2 hektar. Selanjutnya pengelolaan kebun nanas di Desa Kampung Jawa berkisar delapan hektar.

“Kami bersyukur bencana yang dulu menyimpan duka, kini menjadi harapan kesejahteraan untuk masa depan kampung Sei Pakning,” ujar Samsul optimis.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya