Liputan6.com, Jakarta Bagi sebagian orang, lulus dari perguruan tinggi tentu menjadi kebanggan tersendiri. Bagi sebagian orang, menempuh pendidikan di Universitas memang bukan hal yang mudah.
Terutama bagi mereka yang terkendala masalah keuangan. Perlu perjuangan keras untuk bisa menyematkan toga di kepala saat wisuda. Tidak ada yang tidak mungkin selama kita bermimpi dan berusaha.
Advertisement
Baca Juga
Di Amerika Serikat, perguruan tinggi ternama dan terkenal akan kualitas pendidikannya disebut sebagai Ivy League.
Beberapa perguruan tinggi yang masuk ke dalam kategori ini antara lain Harvard, Columbia University, Princeton University, University of California, Yale University, dan lain sebagainya. Sama seperti perguruan tinggi populer di Indonesia, untuk masuk ke Ivy League cukup berat karena persaingan ketat.
Seorang mantan petugas kebersihan di Amerika Serikat, Shannon Satonori Lytle, berhasil menyelesaikan studinya di Harvard University, salah satu kampus ternama, dan bergengsi di Negeri Paman Sam. Dilansir Liputan6.com, Minggu (17/2/2019) dari the Huffington Post, Shannon memang berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Berasal dari Keluarga yang Kurang Mampu
Hidup serba pas-pasan, Shannon sejak masih duduk di bangku SMA sudah bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam akun Facebooknya, kalau dia bekerja sebagai tukang bersih-bersih toilet hingga bekerja di salah satu restoran cepat saji nomor satu di Amerika Serikat.
Bukan cuma untuk memenuhi kebutuhannya, uang yang didapatnya itu juga digunakan untuk mengambil tes standar untuk penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi di Amerika Serikat (SAT).
Di tengah kehidupannya yang sibuk membagi waktu antara belajar di sekolah, belajar untuk persiapan tes, dia juga harus memberi makan tiga adiknya yang masih bayi pada saat itu. Setelah ketiga adiknya tidur, dia belajar hingga pukul 4 pagi.
Shannon harus bekerja selama 150 jam hanya untuk bisa membeli laptop. Karena tak bisa membeli sebuah mobil untuk bolak-balik dari rumah ke sekolah, dia harus jalan kaki. Karena tak punya koneksi Internet, dia juga harus mengeluarkan laptopnya ke luar jendela. Supaya dia bisa mencuri sinyal WiFi milik tetangga, selama mengerjakan PR.
Advertisement
Perjuangan Shannon untuk Masuk Harvard
Shannon selalu merasa rendah diri karena keadaan ekonomi keluarganya. Selama hidup, Shannon hanya bergantung pada kupon gratis karena ayahnya hanya pegawai gudang dan ibunya imigran. Kondisi keluarganya yang seperti itu membuat Shannon terus memutar otak untuk bisa mewujudkan impiannya.
Tapi, perjuangan pria yang tangguh asal Ohio ini bukan cuma itu saja. Banyak orang yang memandang rendah karena keluarga Shannon miskin.
"Di bagian Ohio ini, cuma anak-anak (yang orangtuanya bergelar) doktor dan juga (bekerja sebagai) pengacara saja yang bisa masuk sekolah-sekolah Ivy League."
Tapi pandangan orang lain terhadapnya tak membuat dia gentar untuk terus berusaha. Untuk memenuhi kebutuhannya dan mengejar cita-cita untuk sekolah di kampus elit dan berkualitas tinggi, dia harus bekerja mati-matian. Mulai dari membersihkan toilet, menata buku, hingga menjual baju.
Shannon juga menceritakan bahwa dirinya mendaftar hingga ke 21 kampus agar bisa melanjutkan kuliah. Tapi akhirnya dia diterima di Harvard dan mendapatkan beasiswa yang cukup sehingga dirinya lulus.
Berhasil Lulus dari Harvard
Dikutip Liputan6.com laman Facebook Shannon Satonoti, Minggu (17/2/2019), Shannon mengatakan
"Tak peduli seberap besar masalah yang menimpa kamu, tolong jangan merasa patah semangat. Angkat kepalamu, gulung lengan bajumu, dan kerja keraslah karena kamu sangat berharga dan berhak mendapatkan kesempatan untuk menjadi orang yang kamu impikan."
Semua jerih payahnya ternyata terganti. Dia akhirnya berhasil menyelesaikan studinya di Harvard University. Ia akhirnya berhasil masuk Harvard dan lulus dari jurusan Ilmu Komputer. "Today, I graduated from Harvard!" tulisnya.
Kisah Shannon itu pun menjadi viral. Banyak netizen yang merasa terinspirasi dengan perjuangan hidup Shannon. Postingannya mendapat ribuan likes dan sudah ada 200 ribu orang yang membagikan kisahnya. Yang membuatnya hebat lagi, di keluarganya, dia adalah generasi pertama yang punya gelar pendidikan.
Advertisement