Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah kamu menangis saat tidur? Rasanya menyedihkan ketika bangun dengan air mata berlinang bahkan sudah membasahi pipi. Peristiwa ini dapat terjadi pada berbagai usia, seperti balita, anak-anak, remaja, hingga orang dewasa dan lanjut usia.Â
Menangis dalam tidur sesekali bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Menjadi manusia berarti menjadi emosional dan air mata adalah bagian dari pengolahan emosi tersebut. Lantas apa sebenarnya yang menyebabkan orang menangis ketika tidur? Berikut ulasannya, seperti yang dilansir dari halaman Verywell Mind pada Selasa (07/11/23).
Apa Penyebab Orang Menangis Saat Tidur?
Menidurkan bayi dengan mudah sepanjang malam mungkin merupakan hal yang diharapkan oleh sebagian besar orang tua. Bayi cenderung menangis saat tidur karena belum terbiasa berpindah dari satu tahap tidur yang satu ke tahap tidur berikutnya. Namun, seiring pertumbuhan dan perkembangan bayi, mereka akan semakin jarang terbangun sehingga orang tua bisa mendapatkan waktu tidur yang cukup.
Advertisement
Berbeda dengan bayi, orang dewasa yang mengalami kelelahan emosional, menderita kondisi gangguan kesehatan mental atau baru saja mengalami traumatis dapat menitikkan air mata ketika tidur dan bangun tidur. Sementara itu, bagi lansia, perubahan fisik, gejala demensia, penanganan aspek emosional akibat penuaan, serta stres transisi kehidupan dapat menyebabkan tangisan selama siklus tidur. Berikut beberapa kemungkinan alasan mengapa manusia bisa menangis ketika tidur.
1. Transisi Tahap Tidur
Saat bayi lahir, mereka membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan siklus tidur barunya. Ada enam tahap tidur, salah satunya adalah Rapid Eye Movement (REM) yang juga disebut sebagai tidur ringan. Bayi menghabiskan lebih banyak waktu selama tidur REM dibandingkan orang dewasa.
Menangis ketika tidur terjadi pada bayi karena belum terbiasa beralih dari tidur nyenyak ke tidur ringan. Transisi ini dapat membuat mereka kesal dan terbangun sambil menangis. Terkadang, mereka akan tenang dan tidur kembali.
2. Teror Malam
Teror malam adalah parasomnia yang tidak dapat kamu ingat ketika kamu bangun. Anak-anak lebih sering mengalami ini dibandingkan orang dewasa. Teror malam paling sering terjadi antara usia 3 -- 7 tahun. Diperkirakan 30% anak laki-laki dan perempuan mengalami teror malam. Durasi teror malam bisa memakan waktu antara beberapa detik hingga beberapa menit. Hal ini dapat berupa gerakan kasar di tempat tidur, teriakan, dan dapat menyebabkan tangisan saat tidur dan bangun tidur. Sekitar usia 10 tahun, frekuensi teror malam ini akan menurun secara signifikan.
Â
3. Mimpi Buruk
Kamu mungkin ingat bahwa kamu mengalami lebih banyak mimpi buruk ketika masih kanak-kanak dibandingkan ketika dewasa. Namun, siapa pun seusia kamu saat ini bisa mengalaminya. Bangun dari mimpi buruk bisa membuat kamu merasa ketakutan, kesal, dan gelisah. Terkadang, mimpi buruk bisa begitu hebat hingga menyebabkan kamu terbangun sambil menangis.
Para ilmuwan tidak sepenuhnya yakin mengapa orang mengalami mimpi buruk, mereka yakin hal itu berkaitan dengan cara seseorang memperoses emosi dan stres yang sulit, mengelola situasi buruk dan mengatasi perasaan cemas tentang kejadian yang akan datang.
4. Emosi atau Duka yang Tertekan
Setiap orang berduka memiliki cara yang berbeda-beda ketika mereka mengalami kehilangan yang tragis atau menghadapi peristiwa traumatis. Beberapa orang mampu mengekspresikan emosinya dengan mudah, mencari bantuan tanpa banyak hambatan, dan dapat bergerak maju dengan cepat. Namun, sebagian lagi mungkin lebih memilih untuk mengabaikan atau menekan perasaan mereka dan menarik diri dari orang lain.
Segelintir orang cenderung berperilaku seolah-olah semuanya baik-baik saja. Mereka tetap sibuk dan aktif di siang hari, tetapi di malam harinya emosi yang sulit muncul dan menyebabkan masalah tidur. Tidak ada cara yang tepat ketika berduka atas kehilangan orang yang dicintai dan menangis saat tidur mungkin merupakan cara alami tubuh kamu menangani peristiwa itu.Â
5. Kecemasan dan Stres
Mulai dari masalah pekerjaan, masalah rumah tangga, keluarga, kesulitan keuangan hingga masalah kesehatan, hidupmu bisa penuh dengan hal-hal pemicu stres. Jika hidup telah memberikan terlalu banyak situasi rumit kepadamu maka kamu perlu memprosesnya.
Tidur akan mendukung kemampuan otak untuk membentuk ingatan emosional, mengembangkan perilaku empati, dan memodulasi reaktivitas emosional. Stres dan kecemasan yang kamu rasakan dapat bermanifestasi sebagai tangisan ketika tidur karena otak kamu sedang mengatasi ketegangan luar biasa yang terjadi dalam hidupmu.
Advertisement
6. Parasomnia
Parasomnia adalah kategori gangguan tidur yang mencakup berjalan dalam tidur dan berbicara dalam tidur. Seseorang yang mengalami parasomnia secara fisik akan mewujudkan mimpinya di kehidupan nyata, termasuk menangis. Jika ada anggota keluarga kamu yang menderita gangguan tidur ini, kemungkinan besar kamu juga akan mengalaminya.
Parasomnia diperburuk oleh stres, kecemasan, dan perubahan besar pada kebiasaan tidur. Hal ini dapat membahayakan keselamatan seseorang karena mereka tidak menyadari lingkungan fisiknya. Mereka mungkin secara tidak sengaja melukai dirinya sendiri dengan memakan bahan beracun, terjatuh dari langkah atau saat menuruni tangga, atau terbentur benda lainnya.
7. Depresi
Depresi adalah gangguan suasana hati yang berhubungan dengan perasaan sedih, putus asa, dan kehilangan minat terhadap aktivitas yang dulunya menyenangkan. Hubungan antara masalah tidur dan depresi terlihat jelas. 75% orang dengan depresi melaporkan mengalami kesulitan tidur. Salah satu gejala depresi adalah menangis tanpa alasan yang jelas.
8. Demensia
Demensia dikaitkan dengan gangguan tidur. Para peneliti berpendapat bahwa hal ini berpotensi disebabkan oleh disregulasi siklus tidur-bangun yang disebabkan oleh degenerasi hipotalamus dan batang otak. Penderita demensia dilaporkan mengalami kesulitan tidur, lebih banyak tidur siang, dan semakin sering tidur siang, ketika tidur malam akan semakin sering terbangun di tengah malam.
Â