Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) akhirnya mengumumkan struktur kepengurusan lengkap pada Senin (24/3)/2025. Pengumuman pengurus Danantara ini langsung dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO) Rosan Perkasa Roeslani.
Komposisi kepengurusan Danantara yang banyak diisi oleh nama-nama asing menimbulkan berbagai reaksi dari publik. Salah satunya, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara.
Baca Juga
Bhima menjelaskan, keberadaan tenaga ahli internasional di dalam sebuah perusahaan besar sering kali dianggap sebagai keuntungan, terutama dalam hal pengalaman global, jejaring bisnis, dan manajemen profesional.
Advertisement
Namun, masalah utama dalam kepengurusan Danantara bukanlah dominasi individu asing itu sendiri, tetapi keberadaan sosok Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra yang memiliki rekam jejak kontroversial.
"Bukan masalah nama asing nya tapi ada sosok seperti Thaksin sebagai dewan penasihat yang problematis. Investor bereaksi negatif masuknya Thaksin sebagai Dewan Penasihat," kata Bhima kepada Liputan6.com, Selasa (25/3/2025).
Menurut Bhima, kehadiran Thaksin dalam Danantara bisa menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor dan publik terkait kredibilitas serta potensi celah korupsi di dalam perusahaan tersebut.
Jejak Kasus Thaksin
Masuknya Thaksin sebagai dewan penasihat memicu reaksi negatif dari investor. Ketidakpercayaan ini bukan tanpa alasan, mengingat Thaksin memiliki sejarah panjang terkait berbagai kasus hukum, khususnya di bidang korupsi dan penghindaran pajak.
Beberapa kasus yang mencoreng reputasi mantan Perdana Menteri Thailand ini antara lain Pada 2006, keluarga Thaksin melepas saham Shin Corp ke Temasek Holdings, perusahaan investasi milik pemerintah Singapura.
Namun, transaksi tersebut dilakukan tanpa membayar capital gain tax, yang kemudian menjadi salah satu skandal keuangan terbesar di Thailand.
"Padahal Thaksin punya deretan kasus seperti korupsi dan penghindaran pajak contohnya 2006 saat keluarga Thaksin melepas saham Shin Corp ke Temasek tanpa membayar capital gain tax," ujarnya.
Selanjutnya, pada 2008, Thaksin terseret dalam kasus korupsi terkait pembelian lahan pemerintah di Ratchadaphisek, Bangkok. Dalam kasus ini, ia dituduh menyalahgunakan wewenangnya untuk mendapatkan keuntungan pribadi melalui transaksi lahan yang tidak transparan.
"Kemudian tahun 2008 Thaksin juga terseret kasus pembelian lahan pemerintah di Bangkok. Distrust terhadap Danantara bisa makin besar," ujarnya.
Pentingnya Mekanisme Pengawasan yang Ketat
Melihat risiko yang muncul akibat kehadiran sosok seperti Thaksin dalam kepengurusan Danantara, berbagai pihak menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan ini.
Kata Bhima, tanpa pengawasan yang kuat, ada potensi terbukanya celah korupsi, pencucian uang, dan praktik bisnis yang tidak etis.
"Karena ada Thaksin memunculkan kekhawatiran celah korupsi Danantara terbuka lebar," ujarnya.
Beberapa mekanisme pengawasan yang perlu diterapkan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Danantara antara lain Publikasi Laporan Keuangan Secara Berkala.
Transparansi menjadi kunci utama dalam membangun kepercayaan publik terhadap Danantara. Oleh karena itu, perusahaan ini harus mempublikasikan laporan keuangan setiap tiga bulan sekali agar masyarakat dan investor dapat memantau kondisi keuangan serta kebijakan bisnis yang diterapkan oleh manajemen.
"Danantara juga wajib mempublikasikan laporan keuangan per kuartal (3 bulan sekali) kepada publik," kata Bhima.
Selain itu, perlu dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Serta, harus ada peran aktif Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Mekanisme pengawasan tetap perlu audit BPK, kemudian ada peran aktif PPATK jika ditemukan indikasi pencucian uang lintas negara," pungkasnya.
Advertisement
Profil Thaksin Shinawatra, Mantan PM Thailand yang Masuk Jajaran Penasihat Danantara
Thaksin Shinawatra lahir pada 1949 di Chiang Mai, Thailand. Ia memulai karier di kepolisian, tetapi kemudian mendirikan Shin Corporation, konglomerat telekomunikasi.
Mengutip BBC, pada 1973, ia menerima beasiswa pemerintah untuk mendapatkan gelar master dalam bidang criminal justice di Amerika Serikat. Ketika ia kembali, Thaksin Shinawatra terjun ke dunia bisnis dengan mendirikan Shin Corporation dan pada akhir 1980-an mulai bangun kerajaan telekomunikasi.
Setelah sukses di dunia bisnis, Thaksin terjun ke politik. Ia mendirikan Partai Thai Rak Thai dan memenangkan pemilu 2001, menjadikannya Perdana Menteri Thailand.
Pendidikan:
Phd in Criminal Justice-Sam Houston State University, AS (1978-1981)
MA in Criminal Justice, Sam Houston State University, AS (1976-1978)
BA in Political Science, Thailand (1970-1973)
Pengalaman Profesional:
Perdana Menteri Thailand (2001-2006)
Pendiri dan Ketua, Shin Corporation/AIS (1987-2001)
