Kripto Lokal Berpotensi Dongrak Ekonomi Digital Indonesia

Pengembangan aset kripto juga menggairahkan sektor-sektor lain.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 26 Feb 2022, 13:27 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2022, 13:27 WIB
Aset Kripto
Perkembangan pasar aset kripto di Indonesia. foto: istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini banyak bermunculan proyek kripto lokal yang banyak menjadi sorotan publik. Fenomena itu  menimbulkan pembahasan potensi apa yang bisa diraih dengan banyaknya bermunculan aset digital buatan karya anak bangsa.

Dalam hal ini, Pelaksana tugas (Plt) Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Indrasari Wisnu Wardhana, memberikan respon positif mengenai banyak kemunculan kripto lokal. 

"Bappebti melihat masa depan aset kripto buatan Indonesia cukup cerah. Potensi dan inovasi yang dimiliki anak bangsa serta potensi pasar di Indonesia sangat besar dan terus bertumbuh. Dalam beberapa tahun ini, beberapa aset kripto buatan anak bangsa sudah dipasarkan di beberapa pasar global, dan ada yang sudah terdaftar dalam Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020," kata Wisnu dalam keterangan tertulis, seperti dikutip Sabtu (26/2/2022). 

Tak hanya dari pihak regulator, para pelaku industri juga memiliki pandangan sama, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) dan COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda, mengakui bahwa tidak bisa dipungkiri aset kripto lokal memiliki prospek yang bagus di masa depan. 

Hal ini dilihat bukan hanya dari sisi investasi saja, tetapi melainkan pengembangan project dan teknologi yang digunakan oleh developer kripto lokal.

"Pengembangan aset kripto pada dasarnya bukan hanya difungsikan sebagai instrumen investasi saja. Itu hanya sebagian kecil, dari ekosistem yang diciptakan oleh developer. Dari ekosistem yang dibangun bisa memberikan manfaat yang besar, bahkan menumbuhkan perekonomian digital Indonesia," kata Teguh.

Pengembangan aset kripto, ini akan semakin menggairahkan sektor-sektor lain, seperti pariwisata, ekonomi kreatif, serta bisnis-bisnis turunan lainnya. Aset kripto lokal yang bermunculan akhir-akhir ini selalu mengusung pembangunan ekosistem Metaverse, NFT marketplace dan P2P gaming. 

Meskipun infrastruktur metaverse masih belum mumpuni, tetapi potensinya di Indonesia sangat besar karena konsep dunia virtual itu dapat diterapkan di berbagai sektor seperti pariwisata, pendidikan, kesehatan dan lainnya.

"Hadirnya NFT marketplace bisa menjadi sarana sumber pendapatan baru bagi seniman atau kreator yang kini memiliki keterbatasan penjualan fisik. Mereka juga bisa mendapatkan hak royalti yang adil dari karya NFT mereka. Sementara, P2P gaming juga punya peluang berkembang,” ujar Teguh.

Teguh juga menjelaskan, ekonomi digital Indonesia bisa tumbuh dengan memanfaatkan perkembangan teknologi blockchain yang menjadi back bone dari aset kripto. 

Riset PwC mengungkap teknologi blockchain dapat meningkatkan ekonomi global USD 1,76 triliun atau sekitar Rp 25,2 triliun pada 2030. 

Sementara itu, Kementerian Perdagangan RI mencatat teknologi 5G, Internet of Things (IoT), blockchain, kecerdasan buatan, dan cloud computing bisa mendorong ekonomi digital Indonesia menjadi Rp 4.531 triliun pada 2030.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Token Kripto Publik Figur Mulai Hadir, Masyarakat Perlu Perhatikan Hal Ini

Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple
Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple. Kredit: WorldSpectrum via Pixabay

Sebelumnya, fenomena munculnya publik figur yang terjun ke dunia kripto, NFT, dan metaverse merupakan respon dari besarnya antusiasme masyarakat indonesia yang mulai berinvestasi di aset kripto. 

Melihat respons dan antusiasme yang besar, Chief Marketing Officer Litedex Protocol, Andra yang sekaligus pelaku di industri ini mengatakan potensi yang besar ini bisa menjadi keuntungan dan taya tarik bagi publik figur.

"Dengan potensi pasar yang besar ini, tentu menjadi daya tarik bagi publik figur untuk mendapatkan cuan dari sektor ini,” ujar Andra. 

Meskipun begitu, kemunculan beragam token dari kalangan publik figur ini juga dapat memberikan dampak yang positif dan negatif.

“Dampak positifnya tentu semakin membuat pasar kripto di dalam negeri makin bergairah dan masyarakat makin banyak pilihan dalam berinvestasi di aset kripto,” kata Andra.

Sedangkan dampak negatifnya menurut Andra yaitu masyarakat perlu lebih teliti dalam memilih sebuah token lokal. Selain itu, jika terjadi hal yang tidak diinginkan, yang dirugikan tidak hanya trader atau investor, melainkan publik figur itu sendiri. 

“Masyarakat harus lebih teliti dalam memilih aset kripto lokal, karena tak bisa dipungkiri, publik figur terkadang hanya menjadi alat oleh Dev (pengembang) kripto untuk mendulang cuan. Hal ini tak lepas dari pemahaman para tokoh itu sendiri yang belum terlalu mengerti tentang knowledge kripto dan blockchain,” tuturnya. 

“Dampaknya, tak hanya trader yang akan rugi karena project yang ditawarkan tidak memiliki underlying yang jelas, tapi juga publik figur itu sendiri yang akan rusak imagenya jika token yang membawa namanya tidak memiliki ekosistem sehingga tokennya tidak bertahan lama di market,” lanjut Andra. 

Selain itu, Andra juga menuturkan mengenai hal apa saja yang perlu diperhatikan masyarakat sebelum memulai berinvestasi atau membeli token-token dari para publik figur. 

“DYOR (Do Your on Research), telusuri siapa DEV-nya? tidak hanya BA (brand ambassador)nya, tapi juga siapa pengembangnya, beranikah mereka tampil ke publik. seperti apa Whitepaper-nya? apakah roadmapnya dijelaskan secara transparan di website token tersebut. bagaimana tokenomicnya? apakah jumlah token yang dikeluarkan konsisten dengan data dalam tokenomicnya,” tuturnya.

Dia menuturkan, masyarakat juga perlu memperhatikan soal apa saja underlying proyek nya apakah bisa menciptakan ekosistem yang luas untuk keberlangsungan token yang berkelanjutan. 

Hal tersebut penting dilakukan agar masyarakat tidak mudah tergiur oleh FOMO semata (Fear of Missing Out) dan berujung pada hal yang merugikan para trader itu sendiri.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya