Liputan6.com, Jakarta Produk dan dana yang diperdagangkan di bursa aset digital (ETF) menghadapi arus keluar yang besar minggu lalu. Berdasarkan data dari CoinShares arus keluar mencapai USD 600 juta atau setara Rp 9,8 triliun (asumsi kurs Rp 16.421 per dolar AS), terbesar sejak 22 Maret.
Dilansir dari Yahoo Finance, Rabu (19/6/2024), laporan CoinShares menyoroti arus keluar sebagian besar berasal dari sarana investasi Bitcoin, yang menghasilkan eksodus sebesar USD 621 juta. Sebaliknya, dana pendek Bitcoin mengalami arus masuk yang kecil sebesar USD 1,8 juta.
Baca Juga
Laporan tersebut mengaitkan pelarian modal ini dengan sikap Federal Reserve yang lebih hawkish dari perkiraan, yang menyarankan mempertahankan suku bunga tinggi. Prospek ini kemungkinan besar mendorong investor untuk menarik kembali aset pasokan tetap seperti Bitcoin.
Advertisement
Meskipun skenario Bitcoin suram, altcoin menunjukkan ketahanan. Kendaraan investasi Ether menarik arus masuk USD 13,2 juta, sementara produk investasi LIDO dan XRP masing-masing menghasilkan USD 2 juta dan USD 1,1 juta.
Altcoin lainnya, termasuk BNB, Litecoin, Cardano, dan Chainlink, juga mencatat arus masuk mingguan yang kecil. Namun, peningkatan tersebut tidak mencukupi, sehingga menyebabkan penurunan total aset digital yang dikelola.
Meskipun awalnya ada antusiasme setelah peluncuran dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) Bitcoin di Amerika Serikat, banyak ahli percaya bahwa keterlibatan institusional masih dalam tahap awal.
CEO Franklin Templeton Jenny Johnson berpendapat adopsi institusional masih dalam tahap awal. Ia berpendapat bahwa gelombang kepentingan institusional dan penyebaran modal yang lebih kuat kemungkinan besar akan terjadi pada fase investasi selanjutnya.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Harga Bitcoin Anjlok ke Level Rp 1,06 Miliar, Ada Apa Nih?
Sebelumnya, Bitcoin (BTC) telah menghadapi tekanan penjualan yang signifikan selama seminggu terakhir sehingga menyebabkan penurunan 4,5% dalam tujuh hari terakhir, mencapai level terendah bulanan yaitu USD 65.000 atau setara Rp 1,06 miliar (asumsi kurs Rp 16.421 per dolar AS).
Financial Expert Ajaib Kripto Panji Yudha menjelaskan penurunan disebabkan oleh adanya peningkatan penjualan BTC dari perusahaan penambangan BTC dan dampak dari langkah bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve mempertahankan suku bunga tinggi.
Pekan lalu, The Fed mengumumkan hanya akan memangkas suku bunga satu kali saja pada tahun 2024, berubah dari target sebelumnya tiga kali pemangkasan. Bank sentral AS itu juga masih mempertahankan suku bunga stabil di 5,25%-5,50% pada pertemuan Juni.
“Keputusan terbaru para penambang untuk melepaskan kepemilikan mereka terkait dengan penurunan pendapatan setelah peristiwa halving. Dengan menurunnya biaya transaksi dan tetap tingginya hashrate jaringan, pendapatan penambang terus mengalami penurunan selama beberapa bulan terakhir,” kata Panji dalam analisis pasar yang diterima Liputan6.com, Selasa (18/6/2024).
Selain itu, menurut data Coinglass, komentar hawkish dari The Fed minggu lalu berdampak buruk pada perdagangan produk ETF Bitcoin spot di AS yang mengalami arus keluar sebesar USD 580 juta pada periode perdagangan 10 - 14 Juni.
Panji menambahkan, berdasarkan pola historis, pendapatan rendah yang berkelanjutan dan hashrate yang tinggi dapat mengindikasikan potensi titik terendah pasar.
“Pada akhirnya, hal ini menunjukkan pasar Bitcoin mungkin sedang mencapai stabilitas atau bersiap untuk kembali momentum melanjutkan bullishnya,” jelas Panji.
Advertisement
Sentimen Sepekan
Panji menuturkan terdapat hari libur pada hari Rabu di AS dan laporan ekonomi minggu ini berpotensi tidak berdampak signifikan pada pasar aset kripto.
Laporan penjualan ritel bulan Mei akan dirilis pada Selasa, memberikan informasi mengenai belanja konsumen pada barang-barang tahan lama dan tidak tahan lama, yang membantu mengukur kesehatan perekonomian, kebiasaan belanja konsumen, dan tekanan inflasi dari sisi permintaan .
Laporan produksi industri AS juga akan dirilis pada Selasa. Namun menurut Panji hal ini berdampak kecil pada tanggal pasar dan aktivitas perdagangan yang lebih luas.
“Laporan PMI Manufaktur Global S&P bulan Juni akan dirilis pada Jumat. Data ini menangkap kondisi bisnis di sektor manufaktur, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap total PDB dan dianggap sebagai indikator penting kondisi bisnis dan iklim perekonomian secara keseluruhan di AS,” pungkas Panji.