Binance Kena Denda Rp 36,9 Miliar di India, Ini Penyebabnya

Regulator India menjatuhkan denda sebesar USD 2,25 juta terhadap Binance. Binance pun akan menentukan langkah selanjutnya.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 26 Jun 2024, 18:09 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2024, 18:09 WIB
Binance Kena Denda Rp 36,9 Miliar di India, Ini Penyebabnya
Unit Intelijen Keuangan (FIU) India mengenakan denda jutaan dolar pada platform pertukaran mata uang kripto Binance (Foto: Unsplash/Vadim Artyukhin)

Liputan6.com, Jakarta - Unit Intelijen Keuangan (FIU) India mengenakan denda jutaan dolar pada platform pertukaran mata uang kripto Binance, lantaran tidak melakukan pendaftaran untuk mematuhi aturan anti pencucian uang di negara itu.

Mengutip Crypto.news, Rabu (26/6/2024) regulator India mengatakan pada 19 Juni 2024, pihaknya menjatuhkan denda sebesar USD 2,25 juta atau sekitar Rp 36,9 miliar, terhadap Binance karena dianggap melanggar beberapa peraturan serta arahan yang berfokus pada pemberantasan pendanaan terorisme.

Dalam tanggapan terkait denda tersebut, Binance mengatakan bahwa mereka telah mengetahui perintah FIU dan akan menentukan langkah selanjutnya.

"Kami ingin bekerja sama dengan FIU sebagai entitas pelapor dan kami antusias untuk memasuki kembali pasar India untuk memberikan kontribusi positif, jika kami dapat melakukannya dalam waktu dekat. Kami tetap berdedikasi untuk menjaga transparansi, membina kerja sama, dan memastikan kepatuhan terhadap otoritas pengatur," jelasnya.

Menurut laporan Chainalysis, India dikenal sebagai salah satu ekonomi kripto dengan pertumbuhan tercepat, dengan tingkat adopsi tertinggi pada tahun 2023 lalu.

Pada pertengahan April 2024, crypto.news melaporkan bahwa Binance setuju untuk membayar tambahan denda senilai USD 2 juta  setelah larangan empat bulan di bursa oleh FIU.

Sebelum larangan pada bulan Januari, Binance dilaporkan mendominasi lebih dari 90% volume perdagangan kripto di India. Popularitas bursa ini melonjak karena para pedagang berusaha untuk menghindari implikasi pajak yang diberlakukan oleh pemerintah negara itu.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dinamika Industri Kripto di India

Ilustrasi Kripto. (Foto By AI)
Ilustrasi Kripto. (Foto By AI)

Pada Maret 2024, Kementerian Keuangan India mengamanatkan agar semua bisnis kripto mendaftar ke FIU dan mematuhi ketentuan PMLA.

Sebelumnya, pada Desember 2023 lalu 28 perusahaan mata uang kripto telah terdaftar di badan AML nasional, seperti dilansir crypto.news.

Kripto masih menjadi isu kontroversial di India, dengan para regulator terpecah mengenai cara mendekati industri yang sedang berkembang ini.'

Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman, menyerukan kolaborasi internasional untuk membangun kerangka kerja kripto yang komprehensif dan mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan manfaat blockchain.

Namun, Reserve Bank of India belum mengubah pendiriannya terhadap kripto dan mendukung larangan menyeluruh terhadap aset digital.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.


Menkeu India: Regulasi Kripto Butuh Konsensus Global

Ilustrasi perdagangan Kripto. (Foto By AI)
Ilustrasi perdagangan Kripto. (Foto By AI)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) India, Nirmala Sitharaman menekankan perlunya konsensus global mengenai regulasi mata uang kripto. Dia menyoroti pentingnya kerja sama internasional, terutama dalam G20, untuk mengatasi tantangan regulasi kripto.

“Bahkan sebelum G20 dan sejak 2020, kami telah mendiskusikan hal ini di Kementerian Keuangan,” kata Sitharaman dalam sebuah wawancara, dikutip dari Bitcoin.com, Rabu (22/5/2024).

Sitharaman menambahkan Bank Sentral India atau Reserve Bank of India (RBI) juga memiliki pandangan sendiri mengenai pengaturan kripto di India. 

Diskusi di Kementerian Keuangan India dan kolaborasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Dewan Stabilitas Keuangan (FSB) mengenai regulasi kripto telah berlangsung. Sitharaman percaya regulasi sepihak tidak efektif karena sifat cryptocurrency yang tidak mengenal batas negara.

"Selama G20 di bawah kepemimpinan India, kami membicarakan hal ini. Kami membawa IMF dan FSB. Makalah yang ditulis dengan baik telah diserahkan. Banyak diskusi terjadi. Saya ingin menempuh jalur pemahaman global ketika semua orang memiliki pemikiran yang sama,” tegasnya.

Menurut dia, membuat peraturan hanya dalam satu negara tanpa pemahaman global mengenai teknologi yang tidak mengenal batas negara tidak akan membantu. Mengenai cryptocurrency, tidak ada satu negara pun yang akan berhasil meskipun mereka berniat melakukannya.

 

 


Tak Ada Kerangka Peraturan Khusus

Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)
Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)

India saat ini tidak memiliki kerangka peraturan khusus untuk mata uang kripto. Pada 2021, panel pemerintah membuat rancangan undang-undang untuk mengatur aset digital, tetapi rancangan tersebut belum diperkenalkan. 

Unit Intelijen Keuangan India (FIU-IND) memantau 47 entitas terkait mata uang kripto dan baru-baru ini mengesahkan pertukaran kripto Binance dan Kucoin sebagai penyedia layanan aset virtual. 

Pada Maret, menteri keuangan India mengungkapkan harapannya kerangka peraturan untuk mata uang kripto akan dikembangkan melalui diskusi G20.

 

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya