Liputan6.com, Jakarta - Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) telah memberikan persetujuan yang dipercepat kepada 11 dana yang diperdagangkan di bursa untuk mencatatkan dan memperdagangkan opsi yang terkait dengan harga bitcoin spot di Bursa Efek New York (NYSE).
Dilansir dari Yahoo Finance, Senin (21/10/20204), Fidelity Wise Origin Bitcoin Fund, ARK21Shares Bitcoin ETF, Invesco Galaxy Bitcoin ETF, Grayscale Bitcoin Trust BTC, dan iShares Bitcoin Trust ETF termasuk di antara dana yang menerima persetujuan pada Jumat.
Baca Juga
Opsi indeks derivatif yang terdaftar yang menawarkan cara cepat dan murah untuk memperkuat eksposur ke bitcoin pada indeks bitcoin akan memberi investor dan pedagang institusional cara alternatif untuk melindungi eksposur mereka terhadap mata uang kripto terbesar di dunia.
Advertisement
Opsi adalah derivatif terdaftar yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli atau menjual aset, seperti saham atau produk yang diperdagangkan di bursa, pada harga yang telah ditentukan pada tanggal yang ditentukan.
Bulan lalu, regulator menyetujui pencatatan dan perdagangan opsi untuk dana yang diperdagangkan di bursa milik manajer aset BlackRock di Nasdaq.
SEC pada Januari lalu telah menyetujui ETF bitcoin untuk melacak bitcoin, yang merupakan titik balik bagi mata uang kripto terbesar di dunia dan industri kripto yang lebih luas.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
SEC Hadapi Tantangan Mengatur Aset Kripto
Sebelumnya, sepanjang 2024, sektor mata uang kripto menjalani pemeriksaan regulasi yang ketat di Amerika Serikat (AS), khususnya dari Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC), yang telah mengajukan beberapa tuntutan hukum terhadap bursa dan produk kripto.
Dilansir dari Coinmarketcap, Senin (30/9/2024), meskipun begitu, tak mudah untuk SEC untuk bisa menegakkan aturan keras kepada industri kripto di AS. Pertikaian hukum ini telah memicu perdebatan luas mengenai pendekatan regulasi terhadap mata uang kripto.
Kasus penting melibatkan Coinbase, bursa utama, yang telah mengambil tindakan hukum terhadap SEC untuk mendapatkan kejelasan tentang regulasi.
Langkah ini menyoroti meningkatnya ketegangan antara badan regulasi dan industri kripto yang berkembang pesat. Keputusan Coinbase untuk menuntut SEC bermula dari tuduhan penjualan sekuritas yang tidak terdaftar.
Bursa tersebut berpendapat SEC telah gagal memberikan pedoman regulasi yang jelas, sehingga menciptakan ketidakpastian di pasar kripto. Menurut tim hukum Coinbase, tidak adanya aturan khusus berdampak buruk pada bisnis Web3 dan menghambat inovasi dalam sektor tersebut.
Hakim yang terlibat dalam proses tersebut mengkritik penanganan SEC terhadap regulasi mata uang kripto. Hakim Stephanos Bibas menyatakan keheranannya atas ketidakmampuan SEC untuk mendefinisikan kebijakannya dengan jelas, terutama mengenai bagaimana pengujian tradisional seperti Howey Test berlaku untuk mata uang digital seperti Bitcoin dan Ether.
Advertisement
SEC Dapat Kritikan
Selain itu, Hakim Thomas Ambro menyuarakan sentimen ini, mengkritik SEC atas pendekatannya yang tampaknya tidak logis, yang tampaknya menekan industri tanpa memberikan arahan yang jelas.
Strategi SEC saat ini dapat menghambat kemajuan teknologi dan inovasi di bidang mata uang kripto. Perusahaan-perusahaan dalam sektor tersebut menuntut kerangka peraturan yang transparan dan konsisten untuk memastikan praktik yang adil.
Kritik pengadilan berpotensi memengaruhi kebijakan peraturan di masa mendatang, yang mengarah pada tata kelola aset digital yang lebih baik.
Terindikasi Skema Ponzi Kripto, SEC Bekukan Aset Dua Bersaudara di AS
Sebelumnya, Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) mengumumkan mereka telah membekukan aset Jonathan Adam dari Angleton, Texas, dan saudaranya, Tanner Adam, dari Miami, Florida, beserta perusahaan mereka, GCZ Global LLC dan Triten Financial Group LLC.
SEC menuduh kedua bersaudara itu mengoperasikan skema Ponzi senilai USD 60 juta atau setara Rp 924,8 miliar (asumsi kurs Rp 15.424 per dolar AS), yang berdampak pada lebih dari 80 investor di seluruh Amerika Serikat.
Menurut pengaduan SEC, antara Januari 2023 dan Juni 2024, Adams secara keliru menjanjikan kepada investor hingga 13,5 persen keuntungan bulanan melalui "bot" perdagangan aset kripto.
Associate Director of Enforcement di Kantor Regional SEC Atlanta, Justin C Jeffries mengatakan, kedua bersaudara Adam menjanjikan keuntungan tinggi kepada investor mereka atas investasi kripto yang tidak ada, dan kemudian menggunakan dana investor untuk melakukan pembayaran seperti Ponzi.
"Keduanya menggunakan dana nasabah untuk membeli barang-barang desainer, kendaraan rekreasi, dan rumah seharga jutaan dolar,” kata Jeffries, dikutip dari Bitcoin.com, ditulis Sabtu (31/8/2024).
SEC mengklaim bot dan kumpulan pinjaman yang dijelaskan kepada investor tidak ada, dan dana investor malah disalahgunakan untuk penggunaan pribadi dan untuk melakukan pembayaran kepada investor sebelumnya.
Pengaduan tersebut selanjutnya mengungkapkan bahwa Tanner Adam diduga menggunakan uang investor untuk membiayai kondominium Miami senilai USD 30 juta, sementara Jonathan Adam dituduh menghabiskan USD 480.000 untuk kendaraan.
Advertisement