Jadi Penyandang Hard of Hearing Sejak Usia 9, Canna Suprianofa Buktikan Dirinya Bisa Lolos CPNS

Setiap orang bisa menjadi penyandang disabilitas walau terlahir non disabilitas. Seperti yang dialami oleh Canna Suprianofa, perempuan yang mengalami Hard of Hearing usai mengalami cedera.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 13 Jan 2022, 18:00 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2022, 18:00 WIB
Ujian SKB CPNS Surabaya
Peserta mengikuti ujian Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) di Surabaya, Selasa (22/9/2020). Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Surabaya menggelar ujian SKB yang diikuti 1.142 peserta CPNS dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 secara ketat. (Juni Kriswanto/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Setiap orang bisa menjadi penyandang disabilitas walau terlahir non disabilitas. Seperti yang dialami oleh Canna Suprianofa, perempuan yang mengalami Hard of Hearing (HoH) usai mengalami cedera.

“Dulu waktu TK saya pernah jatuh, saat jatuh bagian belakang telinga kanan saya terbentur pada patung yang terbuat dari batu,” kata Canna dalam seminar daring Koneksi Indonesia Inklusif ditulis Kamis (13/1/2022).

Beberapa saat setelah jatuh, efek hilangnya pendengaranbelum dirasakan olehnya. Baru pada usia 9, ketika duduk di bangku sekolah dasar telinganya mulai berdengung. Semakin lama, dengungnya semakin besar.

“Saat itu juga orangtua saya mulai melihat perubahan dalam diri saya, mulai dari tidak merespons saat dipanggil, tidak bisa berbicara via panggilan suara, dan jika komunikasi selalu fokus pada gerakan bibir.”

Canna pun dibawa ke dokter Telinga Hidung Tenggorokan (THT) untuk pemeriksaan pendengaran dan tes audiometri.

“Di sana dibilang syaraf pendengaran saya ada kerusakan dan saat tes audiometri desibel pendengaran saya sudah mencapai lebih dari 90 desibel, artinya saya mengalami gangguan pendengaran yang sangat berat.”

Setelah mengetahui kondisi tersebut, Canna mulai menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD) untuk membantu fungsi pendengarannya.

Simak Video Berikut Ini

Tantangan Pasca Disabilitas

Di usia 9, Canna yang mulanya non disabilitas, berubah menjadi penyandang disabilitas. Hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk melanjutkan pendidikan hingga berhasil lulus dari perguruan tinggi.

Tantangan sebagai penyandang disabilitas mulai terasa ketika ia hendak melamar pekerjaan.

“Setelah lulus kuliah, saya mencoba untuk mendaftar di berbagai perusahaan tapi lebih dari 10 perusahaan menolak dengan alasan mereka tidak menerima disabilitas karena mereka khawatir tidak bisa berkomunikasi dengan baik.”

Tak jarang ia meyakinkan perusahaan bahwa ia bisa melakukan berbagai hal tapi tidak ada yang percaya.

Ikut CPNS

Selang beberapa lama, ia melihat ada pembukaan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk formasi yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Formasi tersebut adalah peneliti laboratorium di direktorat jenderal bea dan cukai. Namun, saat itu tidak ada formasi disabilitas.

“Maka dari itu saya mengikuti seleksi melalui jalur umum, saat itu banyak sekali yang tidak percaya bahwa saya mampu bersaing.”

Ketidakpercayaan orang-orang ternyata keliru, ia pun berhasil lolos seleksi dan bekerja di formasi tersebut hingga saat ini.

“Tidak mudah, saya melalui berbagai rintangan, banyak belajar, dan banyak berinteraksi, saya juga mengambil kelas bahasa isyarat dan kini instansi saya mendukung saya untuk mengajar bahasa isyarat di beberapa kesempatan,” katanya. 

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya