Liputan6.com, Jakarta Lebih dari 2,5 miliar penyandang disabilitas membutuhkan satu atau lebih produk bantuan, seperti kursi roda, alat bantu dengar, atau aplikasi yang mendukung komunikasi dan kognisi.
Namun hampir satu miliar dari mereka tidak memiliki akses untuk mendapatkan alat khusus tersebut, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Di mana aksesnya bisa serendah 3 persen dari kebutuhan akan produk-produk yang mengubah hidup ini.
Baca Juga
Hal ini diungkap dalam laporan baru yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF.
Advertisement
The Global Report on Assistive Technology menyajikan bukti untuk pertama kalinya tentang kebutuhan global dan akses ke produk bantuan. Laporan ini juga memberikan serangkaian rekomendasi untuk memperluas ketersediaan dan akses, meningkatkan kesadaran akan kebutuhan, dan menerapkan kebijakan inklusi untuk meningkatkan kehidupan jutaan orang.
“Teknologi bantu adalah pengubah hidup – ini membuka pintu pendidikan bagi anak-anak penyandang disabilitas, pekerjaan dan interaksi sosial bagi orang dewasa yang hidup dengan disabilitas, dan kehidupan mandiri yang bermartabat bagi orang tua,” kata Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengutip keterangan pers Selasa (12/5/2022).
“Menghalangi akses orang ke alat bantu yang mengubah hidup ini bukan hanya pelanggaran hak asasi manusia, itu juga picik secara ekonomi. Kami meminta semua negara untuk mendanai dan memprioritaskan akses ke teknologi pendukung dan memberi setiap orang kesempatan untuk memenuhi potensi mereka.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pada Kelompok Anak
Dalam keterangan yang sama, Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell mengatakan, hampir 240 juta anak memiliki disabilitas.
Menghalangi hak anak-anak atas alat bantu yang mereka butuhkan untuk berkembang tidak hanya merugikan anak-anak secara individu.
“Tetapi juga membuat keluarga dan komunitas mereka kehilangan semua yang dapat mereka sumbangkan jika kebutuhan mereka terpenuhi,” kata Russell.
“Tanpa akses ke teknologi pendukung, anak-anak penyandang disabilitas akan terus kehilangan pendidikan mereka, terus menghadapi risiko pekerja anak yang lebih besar dan terus mengalami stigma dan diskriminasi, merusak kepercayaan diri dan kesejahteraan mereka.”
Laporan tersebut mencatat bahwa jumlah orang yang membutuhkan satu atau lebih produk bantuan kemungkinan akan meningkat menjadi 3,5 miliar pada tahun 2050. Hal ini disebabkan populasi menua dan prevalensi penyakit tidak menular meningkat di seluruh dunia.
Laporan tersebut juga menyoroti kesenjangan besar dalam akses antara negara-negara berpenghasilan rendah dan tinggi. Analisis terhadap 35 negara mengungkapkan bahwa akses bervariasi dari 3 persen di negara miskin hingga 90 persen di negara kaya.
Advertisement
Hambatan Keterjangkauan
Russell menambahkan, keterjangkauan adalah hambatan utama untuk mengakses alat bantu disabilitas.
Sekitar dua pertiga orang dengan alat bantu melaporkan bahwa mereka membeli alat itu dengan uang sendiri. Difabel lainnya melaporkan bahwa mereka harus mengandalkan keluarga dan teman-teman untuk mendukung kebutuhan finansial mereka.
Sebuah survei terhadap 70 negara yang ditampilkan dalam laporan tersebut menemukan kesenjangan besar dalam penyediaan layanan dan tenaga kerja terlatih untuk teknologi bantu, terutama dalam domain kognisi, komunikasi, dan perawatan diri.
Survei sebelumnya yang diterbitkan oleh WHO mencatat kurangnya kesadaran dan harga yang tidak terjangkau, kurangnya layanan, kualitas produk yang tidak memadai, jangkauan dan kuantitas, dan tantangan pengadaan dan rantai pasokan sebagai hambatan utama.
Alat bantu umumnya dianggap sebagai sarana untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan masyarakat luas dengan pijakan yang sama dengan orang lain. Tanpa alat bantu, para penyandang disabilitas bisa mendapat pengucilan, berisiko terisolasi, hidup dalam kemiskinan, mungkin menghadapi kelaparan, dan dipaksa untuk lebih bergantung pada dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Manfaat Alat Bantu
Dampak positif yang bisa didapat dari alat bantu lebih dari sekadar meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, partisipasi, dan inklusi pengguna individu. Keluarga dan masyarakat juga mendapat manfaat.
Misalnya, memperbesar akses ke produk bantuan yang terjamin kualitasnya, aman dan terjangkau mengarah pada pengurangan biaya kesehatan dan kesejahteraan, seperti rawat inap berulang kali atau tunjangan negara. Alat bantu juga mendorong angkatan kerja yang lebih produktif, yang secara tidak langsung merangsang pertumbuhan ekonomi.
Akses ke teknologi bantu untuk anak-anak penyandang disabilitas sering kali merupakan langkah pertama untuk perkembangan masa kanak-kanak. Teknologi bantu mempermudah akses ke pendidikan, partisipasi dalam olahraga dan kehidupan sipil, dan bersiap-siap untuk pekerjaan seperti rekan-rekan mereka.
Anak-anak penyandang disabilitas memiliki tantangan tambahan karena pertumbuhan mereka yang membutuhkan penyesuaian atau penggantian alat bantu secara berkala.
Laporan tersebut membuat rekomendasi untuk tindakan nyata untuk meningkatkan akses, termasuk:
-Meningkatkan akses dalam sistem pendidikan, kesehatan dan perawatan sosial
-Memastikan ketersediaan, keamanan, efektivitas, dan keterjangkauan produk bantuan
-Memperbesar, mendiversifikasi, dan meningkatkan kapasitas tenaga kerja.
Advertisement