Liputan6.com, Jakarta Penyandang kusta memiliki risiko mengalami amputasi jika luka di bagian tubuh tidak ditangani. Kuman kusta yang menyerang saraf dapat menyebabkan saraf di tubuh tidak berfungsi, begitu pula sistem nyerinya.
Jika sistem nyeri tidak berfungsi, maka pasien tidak bisa merasakan luka yang ada di tubuh. Luka pun bisa terabaikan dan baru terlihat setelah kondisinya memburuk.
Baca Juga
Menurut Kepala Puskesmas Pondoh Indramayu, Novie Indra Susanto, jika sudah terjadi demikian, maka tindakan terakhir yang bisa dilakukan adalah amputasi.
Advertisement
“Penyebab amputasi itu umumnya karena jaringannya sudah mati sudah tidak berfungsi, kalau sudah mati apa lagi yang mau dipertahankan. Bahkan kalau dirawat juga dia nanti gas-gas beracun bisa merembet dan meracuni bagian yang masih sehat.”
“Kalau dipertahankan takutnya dia meluas, amputasi adalah pilihan terakhir,” ujar Novie kepada Health Liputan6.com saat ditemui di Desa Segeran, Indramayu dalam acara bersama Yayasan NLR Indonesia Rabu (6/7/2022).
Di sisi lain, amputasi juga merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan pasien.
Selain tangan dan kaki, kusta juga bisa berdampak pada mata. Kusta yang menyerang bagian mata bisa membuat pasien kesulitan untuk berkedip.
“Dengan dia enggak bisa berkedip itu kan otomatis ada bagian mata yang selalu terbuka nanti dia kering. Kalau terbukanya extrem maka bisa terjadi kerusakan mata. Ini bisa disiasati dengan penggunaan tetes mata agar jaringan permukaan mata tidak rusak.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sebabkan Kebutaan?
Novie menambahkan, kusta jarang menyebabkan kebutaan secara langsung. Umumnya, yang terdampak adalah kelopak mata sehingga bola mata terus terbuka dan rentan kering dan kemasukan debu.
“Masalah paling sering kalau tidak bisa menutup sempurna itu kering bola matanya, lama-lama menjadi buram, harusnya setiap saat dilembabkan dibasahi apalagi kalau kebetulan pasien kerjanya kerja kasar seperti buruh bangunan yang sering kena debu nantinya matanya sering bermasalah.”
Selain tetes mata, cara lain untuk menyiasati kondisi ini adalah dengan menggunakan alat pelindung mata seperti kacamata untuk menghalangi debu masuk ke bola mata. Novie juga menyarankan pasien untuk konsultasi secara teratur ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Sekarang fasilitas kesehatan ada di mana-mana, di daerah ada puskesmas, pasien kusta diharapkan jangan sampai hilang kontak dengan petugas.”
Terus terhubung dengan petugas kesehatan dapat membuat kondisi pasien terjaga. Selain itu, petugas juga bisa memberi dorongan dan masukan-masukan yang dapat mengembalikan semangat pasien.
Advertisement
Jika Ditangani Sejak Dini
Kusta disebut sebagai salah satu pemicu disabilitas yang bisa dicegah jika ditangani sejak dini.
Menurut dokter umum dari Puskesmas Kertasemaya, Indramayu, Pratama Kortizona, disabilitas tingkat dua adalah gejala ekstrem yang bisa timbul akibat kusta.
Disabilitas tingkat dua merupakan disabilitas yang terlihat atau sering pula disebut disabilitas fisik. Misalnya, jari menekuk, kaku, dan tidak bisa diluruskan serta kelopak mata yang tak bisa berkedip.
Ini merupakan kondisi kusta yang sudah parah. Guna menghindari kondisi parah tersebut, masyarakat yang memiliki gejala bercak disarankan segera periksa ke puskesmas.
“Karena kalau kita sudah deteksi dini kusta dan melakukan pengobatan, itu bisa sembuh, tidak sampai mengakibatkan disabilitas,” ujar Pratama kepada Health Liputan6.com saat kunjungan di Dusun Pondok Asem Jengkok, Indramayu bersama Yayasan NLR Indonesia, Selasa (5/7/2022).
Dokter yang aktif menangani kasus kusta ini menjelaskan, kusta merupakan penyakit infeksi yang menyerang kulit seperti panu.
“Cuma dia (kusta) menyerangnya bukan ke kulitnya saja, tapi sampai ke saraf.”
Disebabkan Kuman atau Bakteri
Penyebab kusta adalah kuman atau bakteri yang disebut mycobacterium leprae. Gejala awalnya dapat terlihat bercak keputihan di kulit seperti panu.
“Jadi awal gejalanya mungkin kalau dilihat kayak panu, tapi bedanya menyerang saraf. Karena menyerang saraf itu dia bisa hilang rasa namanya baal atau tidak terasa atau bahkan kalau kulit lain mengeluarkan keringat, dia (lokasi kusta) enggak mengeluarkan keringat. Karena saraf untuk keringatnya sudah rusak.”
Faktor risiko kusta adalah kebersihan yang tak dijaga, lanjut Pratama. Pasalnya, bakteri penyebab kusta banyak ditemukan di tempat-tempat yang tidak bersih atau pencahayaan kurang, minim terkena matahari, dan ventilasi yang buruk.
“Jadi diharapkan harus jaga kebersihan di rumah, terus ventilasinya harus bagus udaranya, harus kena matahari jangan tertutup karena matahari bisa membunuh kuman.”
Selain kebersihan, sinar matahari dan ventilasi, faktor gizi juga memiliki peran. Guna mencegah terjadinya kusta, masyarakat harus membiasakan makan makanan bergizi.
“Biasanya memang kalau gizi kurang gampang terkena kuman atau virus.”
Kusta merupakan penyakit yang bisa menyerang segala usia termasuk anak-anak hingga lanjut usia (lansia). Pencegahan kusta pada anak-anak cenderung sama dengan dewasa yakni menjaga kebersihan dan gizi.
“Apalagi anak-anak kan masih masa pertumbuhan. Untuk pencegahan, kita ada program untuk minum obat rifampicin itu bisa mencegah penyakit kusta selama dua tahun,” pungkasnya.
Advertisement